Sjachroedin Z.P. (1947-…): Disiplin Diri, Disiplin Masyarakat

SEBAGAI sosok pribadi, Sjachroedin Z.P. adalah sosok yang tidak primordial. Dia berteman tanpa memandang suku, status, dan agama. Pria ramah namun sangat disiplin ini beristrikan Truly Tri Wulandari Trisno Prawoto Atmodjo yang berdarah Jawa.

Sebagai sebuah pribadi, Bang Oedin, begitu sapaannya, sangat hangat dan bersahabat. Tidak peduli statusnya sebagai gubernur, dengan santai dia akan menyapa ramah siapa pun. Keakrabannya sering membuat teman-teman lama terharu dan merasa sangat dihormati.

“Saya tidak menyangka setelah bertahun-tahun meninggalkan Lampung, dia ternyata masih mengenai saya,” ujar seorang wartawan senior Lampung yang mengenal Oedin saat ia menjabat kapolresta Bandar Lampung dahulu.

Demikian pula dengan masyarakat bawa dan pensiunan. Ia sengaja membuat upacara penglepasan pensiunan agar mereka tetap merasa selalu dihargai dan dihormati meski tidak bekerja lagi. Oedin juga bukan sosok jaim (menjaga image). Dia berbicara dengan ceplas-ceplos, apa adanya, dan penuh humor agar lawan bicaranya tidak merasa memiliki garis demarkasi psikologis karena yang mengajaknya bicara seorang gubernur. Canda tawa dan humornya terkadang membuat orang tidak sadar telah melewatkan waktu berjam-jam bersama Oedin.

Setia kawan dan pantang dikhianati adalah hal mendasar dalam karakteristik seorang Oedin. Demi kesetiakawanan, Oedin rela melakukan apa saja sepanjang tidak melanggar hukum. Ia tidak segan-segan mengeluarkan dana pribadi demi membantu kawan.

Tapi, jangan coba-coba khianati Oedin. sekali dikhianati, Oedin sulit menaruh kepercayaan lagi. “Memang saya tidak suka kehilangan teman, apalagi banyak musuh. Sebab itu, pengkhianat pun tidak saya musuhi. Tapi, tentu saja cara pandang saya sudah berubah terhadap dia,” begitu kata Oedin.

Sejumlah jabatan karier prestisus sempat dijalani bapak empat anak ini seperti kapoltabes Palembang, direktur Samapta Polda Metro Jaya, kapolwil Bogor, direktur Samapta Polri, kapolda Sumatera Selatan, kapolda Jawa Barat, deputi Kapolri Bidang Operational, dan gubernur Lampung.
Dan, jabatan itu pula yang justru membangun karakteristik bersahaja, bersahabat, dan committed Oedin akan kemanusiaan. Melihat sosoknya yang sangat disiplin dan tegas memberi sanksi atas pelanggaran disiplin, mungkin orang tidak membayangkan sesungguhnya Oedin sangat peka.

Ketika menyaksikan tsunami Aceh, misalnya, Oedin sempat menangis. Ia tidak kuasa membiarkan air mata mengucur hingga matanya bengkak.

Dalam tataran Lampung dan nasional, Oedin adalah mozaik yang memberi warna tersendiri. Banyak catatan perjalanan karir Oedin yang menarik disimak, yang sekaligus menggambarkan keteguhannya akan komitmen pada profesi. Salah satunya ketika ia menjabat deputi operasional Polri.

Saat itu institusinya diobok-obok dan ditarik-tarik untuk kepentingan politik. Presiden RI saat itu–Abdurahman Wahid–memerintahkan Polri untuk mendukungnya mengeluarkan dan menjalani Dekrit Presiden. Perintah sama juga diberikan presiden kepada institusi lain.

Saat itu, Oedin sudah yakin langkah Presiden salah. Keyakinan seperti itu juga dimiliki pejabat institusi terkait lainnya, tapi dengan berbagai pertimbangan mereka tak bersikap dan cenderung diam. Tapi, Oedin bukan tipe diam.

Dengan segenap keberanian dan resiko, dalam rapat kabinet, Oedin dengan tegas menolak perintah presiden. Oedin sudah siap mental, dan tidak asal berani. “Di belakang saya ada petugas khusus yang mengawal saya. Jika kondisi politik saat itu chaos dan saya diperintahkan ditangkap karena menolak perintah tersebut, petugas sudah siap mengamankan saya dengan helikopter. Koper pakaian pun sudah saya siapkan. Namanya juga menghadapi situasi politik,” kenang Oedin.

Mujurnya, langkah Oedin mencairkan kebekuan. Dukungan penolakan pemberlakuan dekrit mengalir dari semua pihak, khususnya institusi terkait. Sjachroedin memilih pasang badan untuk melaksanakan tugas mahaberat tersebut. “Perjuangan yang tidak mudah karena harus bersikap tegas dan yang dihadapi adalah pemimpin tertinggi negara,” kata Sjachroedin, mengenang masa lalunya.

Bagi Oedin, konflik politik yang terjadi dalam pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid sesungguhnya menjadi ujian bukan hanya bagi dirinya pribadi, juga kemandirian Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Dan sejarah mencatat saat itu Polri kita lulus ujian.

Dengan tetap berpegang teguh pada standar profesional, Polri memang tidak bisa lagi digunakan sebagai alat politik atau kekuasaan suatu pemerintahan. Peristiwa itu sangat berkesan, bahkan, mungkin paling berkesan dalam sejarah karier kepolisian Sjachroedin. Dan, bak pepatah pengalaman adalah guru terbaik, berbagai tugas berat itu menjadi aset sangat berharga ketika Oedin menapaki peran barunya sebagai gubernur Lampung.

Sebagai sebuah pribadi, Oedin memang hangat. Tapi, dalam soal pekerjaan, Oedin sangat disiplin. Itu harga mati. Kedisiplinan dan kehangatan persahabatan adalah dua hal berbeda. Dan orang sering ingin melihat itu sebagai sebuah kesatuan dalam tempat yang sama. Sehingga ketika Oedin bertindak tegas pada jajarannya karena tidak disiplin, orang pun memandang ia tidak bersahabat.

Kesetiaan Oedin juga tampak dalam menjalani fungsi sebagai atasan. Suatu ketika, saat berada di Palembang, Oedin dapat kabar stafnya meninggal dunia. Karena situasi tak memungkinkan untuk bawa mobil, Oedin nekat naik sepeda motor ke Lampung. Gila memang! Tapi, itulah Oedin.

Jangan heran bila ketika ia tidak lagi menjadi polisi, para anak buahnya yang kini menduduki jabatan penting di negara ini tetap sangat menghormatinya. Sementara itu, para anak buah yang tidak sempat menjadi pejabat di kepolisian pun tidak ragu bertandang ke kediamannya.

Bagi Oedin, sahabat adalah napas hidupnya. Ketika ia terjun politik, Oedin juga makin memahami makna persahabatan. Politik yang rawan kecurangan dan cenderung kotor justru kian membuka mata hati Oedin untuk melihat siapa sesungguhnya kawan sejati.

Karakteristik pribadi Oedin memang mementahkan teori sebagian orang yang menyebut kewibawaan dibangun dengan menjaga jarak dengan orang yang berstatus sosial lebih rendah. Oedin adalah sebuah fenoema tersendiri. Ia mengajari kita bahwa persahabatan dan kepemimpinan dapat dibangun melalui tampilan diri apa adanya tanpa sekat-sekat sosial yang merekah. n

BIODATA

Nama: Drs. H. Sjachroedin Z.P., S.H.
Nama ayah: H. Zainal Abidin Pagaralam
Nama Ibu: Hj. Dewi Kartini
Pekerjaan: Pensiunan Gubernur Lampung (Golongan IV/e)

Pendidikan:
– Akabri Kepolisian (1970)
– PTIK Angkatan XIII
– Sespim Pol
– Sesko ABRI Angkatan VIII
– Lemhanas KSA VII
– Kursus Lalu Lintas di Jepang
– Kursus Intelijen di Taiwan

Pengalaman jabatan:
– Kasat Lantas Polda Sumatera Bagian Selatan
– Kapoltabes Palembang
– Direktur Samapta Polda Metro Jaya
– Kapolwil Bogor
– Direktur Samapta Polri
– Kapolda Sumatera Selatan
– Kapolda Jawa Barat
– Deputi Kapolri Bidang Operational

Istri: Truly Trisno Prawoto Atmojo
Nama orang tua: Dr. R. Trisno Prawoto Atmojo
Pekerjaan: Pensiunan Rumah Sakit Pamitran Cirebon
Pendidikan: Fakultas Kedokteran Umum Universitas Trisakti (semester VIII)

Anak-Anak:
– Rycko Mendoza S.Z.P., M.B.A.
– Aryodhia F. S.Z.P., S.H.
– Handitya Narapat S.Z.P., S.H.
– Nadya Reisya S.Z.P.



Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 218-221.

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart