Raja Akum Ginting (1929-1995): Perintis Lampung Etalase Kopi Nasional

NAMA H. Akum Ginting kini masih terpatri di Gedung Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung, tepatnya di laboratorium kopi. Setiap yang berkunjung ke gedung yang terletak di Jalan Pattimura, Telukbetung ini masih dapat membaca hasil karya Akum dalam mengembangkan kopi Lampung. Gedung ini dibangun semasa Akum menjabat ketua dan merupakan gedung AEKI pertama di Indonesia.

Rekan dan sejawat memanggilnya dengan sebutan Abang. Akrab dan cepat bergaul dengan siapa saja tanpa membedakan status, golongan, apalagi suku. Termasuk kalangan pers. Kedekatannya dengan pendiri Lampung Post H. Solfian Akhmad, ibarat “ngomong tanpa bilik”. “Tidak ada jarak antara Bang Sol (panggilan Solfian Akhmad) dan Bang Akum,” kata H. Achmad Rifulian Said, Wakil Ketua Kompartemen Renlitbang BPD AEKI Lampung.

Cita-citanya ingin mengantar kopi Lampung tidak hanya berperan di tingkat regional tapi internasional. Tahun 1990, Akum membawa tim promosi kopi Indonesia berpameran di China. Padahal saat itu, hubungan diplomatik RI-China belum semesra sekarang.

“Beliau nekat ke China walaupun tak bisa bahasa China, karena China merupakan pasar besar dan pasar masa depan,” kata Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) AEKI Hassan Widjaja.

Dalam kepemimpinan dan kepiawaian mengelola organisasi, Hassan mengaku Akum adalah gurunya. “Harap dicatat, saya tidak mungkin jadi Ketua AEKI seperti sekarang, tanpa bimbingan Bang Akum,” kata Hassan Widjaja.

Visinya menegakkan pamor kopi Indonesia, diuji ketika berkali-kali negara buyers yang tergabung dalam International Coffee Organization (ICO) berusaha agar kopi grade 5–6 tidak bisa dieskpor. Negara-negara ICO mengusulkan hanya kopi export quality (EQ) yang boleh diekspor.

“Tapi Bang Akum menentang keras usulan itu karena akan merugikan petani negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Hasilnya kopi grade 5–6 tetap bisa dieskpor dengan catatan hanya untuk campuran,” kata Achmad Rifulian.

Jiwa kejuangan Akum terpatri ketika angkat senjata di medan gerilya menghadapi penjajah Belanda. Dengan pangkat terakhir Sersan Sektor III Tigalingga, Akum mencoba medan perjuangan lain, yakni sektor bisnis. Akum yang gemar berorganisasi ini pun terjun ke bisnis angkutan dan kopi yang mengantarnya hingga ke Lampung.

Kepiwainnya bergaul dan mudah membaur membuat Akum akrab dengan Kusnadi Purnama alias Cukong Kipo, orang kepercayaan Gubernur Lampung Zainal Abidin Pagar Alam. Bermodal kedekatan itulah bisnis Akum melebar ke sektor konstruksi dan jagung. Bahkan sempat terseret ke dunia politik ketika menjadi bendahara Golkar di era Gubernur Pudjono Pranyoto, tapi tidak lama.

“Aku ini orang dagang, tidak bisa dibawa ke politik,” kata Akum, sebagaimana dituturkan Ian (panggilan Achmad Rifulian), tentang keputusan Akum ketika hengkang dari Golkar. Meskipun masuk Golkar, di berbagai kesempatan Akum selalu bangga menyatakan diri sebagai kader PNI (Partai Nasional Indonesia), tapi bukan PDI (Partai Demokrasi Indonesia).

Akum lebih memilih konsentrasi meningkatkan mutu kopi Lampung dengan membawa petani ke berbagai sentra seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jawa Timur, untuk belajar budi daya dan pascapanen kopi. Kemudian memberikan bantuan lantai jemur dan terpal ke petani kopi.

Pencapaian Lampung sebagai etalase kopi nasional merupakan buah perjuangan yang dirintis Akum sejak lama. “Banyak karya almarhum dalam memajukan kopi. Susah menyebutnya satu per satu karena bantuan itu ada yang terpogram, tapi lebih banyak yang tidak terpogram atau berdasar pada inisiatif Bang Akum,” kata Ian.

Bagi kalangan pengurus AEKI dan eksportir kopi, hingga kini Akum Ginting dinilai masih menjadi ketua AEKI terbaik. Protes dan keluhan eksportir tentang besaran iuran kopi yang dipungut AEKI, bukan hanya terjadi sekarang, melainkan sejak kepemimpinan Akum Ginting.

“Namun tidak ada gejolak karena Bang Akum merangkul semua pihak termasuk yang tidak setuju atau menentang. Jika ada yang tidak setuju, dia datangi atau dipanggil. Ditanya maunya seperti apa. Bang Akum selalu mengambil jalan tengah sehingga tarif iuran ekspor kopi dibuat bervariasi dan tidak pukul rata,” kata Ian.

Sejumlah pengurus juga mengakui, AEKI lebih eksis di bawah kepemimpinan Akum, sehingga bisa disebut AEKI merupakan aset daerah dalam mengembangkan kopi Lampung. “Bang Akum membawa AEKI tidak hanya di lingkungan eksportir, sehingga bisa dikenal luas,” kata Ian.

Kegilaannya pada sepak bola membuat Akum menonton setiap pertandingan bermutu baik dalam dan luar negeri. Kegilaan ini pula mengantarnya tidak hanya mengolah si kulit bundar, tapi aktif memajukan sepak bola Lampung bersama Marzuli Warganegara. Akum tercatat pernah menjabat wakil ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lampung, Komda Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Provinsi Lampung, dan terakhir anggota Dewan Pengawas Keuangan PSSI Pusat.

Akum dibesarkan dalam lingkungan keluarga raja. Meskipun demikian, status itu tidak menghalanginya bergaul dengan siapa pun. Pelajaran paling berharga yang dipetik rekan dan sahabat adalah Akum tidak pernah membeda-bedakan orang. “Beliau sangat kekeluargaan dan senantiasa membangun semangat kekeluargaa. Itu pelajaran paling berharga,” kata Hassan Widjaja.
Jika ada yang disesali Akum semasa hidup adalah pendidikannya yang tidak tinggi. Dalam buku
Apa & Siapa Sejumlah Orang Karo (Robert Perangin-Angin, 1993), Akum mengatakan pendidikan rendahlah yang menjadi hambatan utama baginya dalam mengembangkan usaha.

“Pendidikan sangat penting untuk bekal hidup di zaman yang penuh persaingan ini. Dan pendidikan yang rendahlah menjadi hambatan utama bagi saya dalam mengembangan usaha yang saya tekuni selama ini,” kata Akum.

Akum Ginting wafat 12 Juli 1995 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kedaton, Bandar Lampung. Almarhum berhak dimakamkan di TMP atas jasa dan perannya dalam perang melawan penjajah Belanda. n

BIODATA


Nama : H. Raja Akum Ginting
Tempat tanggal lahir : Kuta Bangun, 10 Agustus 1929
Meninggal : 12 Juli 1995
Agama : Islam
Hobi : Sepak bola
Wafat : 12 Juli 1995
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kedaton, Bandar Lampung
Istri : Raden Ajeng Supartini

Anak
1. Sriyanti
2. Budi Setiawan
3. Mirawati
4. Dharma Trisula
5. Eko Suhendro
6. Isander

Pendidikan
1. SD Belanda Pematang Siantar
2. SMP-SMA (1951)
3. Fakultas Ekonomi Krisnadwipayana (1953)

Pengalaman Kerja
1. Pensiunan Sersan Sektor III Tigalingga
2. Ketua Pamka Medan (1950)
3. Ketua KSKA (Karo Sada Kata) Jakarta
4. Kepala Perum Fa. Telaga Jakarta (1955–1957)
5. Direktur CV Juma Padi Medan (1957–1962)
6. Direktur CV Pejuang Export Lampung (1962)
7. Direktur CV Bina Jasa Angkutan Lampung

Pengalaman Organisasi
1. Wakil Ketua Kadin Lampung
2. Wakil Ketua KONI Lampung
3. Komda PSSI Provinsi Lampung
4. Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung (1992–1997)
5. Anggota Dewan Pengawas Keuangan PSSI Pusat

Sumber: 
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 84-87.

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart