Iswadi Pratama: Seniman Sejati

TIDAK mudah merumuskan seorang Iswadi Pratama. Ia pekerja teater, mulai dari menulis naskah, aktor, hingga menyutradarainya.

Sebagai penyair, ia juga dikenal dengan sajak-sajak liris yang kuat. Menulis esai, kritik, sekaligus pembicara yang hangat dalam berbagai diskusi. Terakhir, ia memutuskan berhenti sebagai jurnalis dan total berkesenian. Wajar jika Iswadi menjelma menjadi seniman sejati.

Tidak sedikit prestasi yang sudah ditorehkan pria kelahiran Tanjungkarang, 8 April 1971 ini. Sejak kelas V SD, Iswadi memang demen menulis dan suka membaca buku-buku sastra. Putra kelima dari enam bersaudara pasangan Ismail Somad dan R.N.G. Zakrofah ini menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA di Bandar Lampung.

Dia pun melanjutkan kuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung (Unila) dan selesai pada 1996. Selama kuliah, pria berperawakan sedang ini aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Di antaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada 1992, Unit Kegiatan Mahasiswa Bahasa dan Seni (UKMBS) pada 1993, dan sebagai anggota pada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada 1994.

Setamat kuliah, pernah menjadi redaktur budaya surat kabar umum
Sumatera Post dan harian umum Lampung Post sebelum memutuskan
berkesenian secara total.

Bicara soal Iswadi Pratama,
memang tidak bisa dilepaskan dari perannya sebagai salah satu sastrawan
muda di Lampung. Dalam aktivitas berkeseniannya, Iswandi dikenal sebagai
seniman yang menekuni dua bidang seni sekaligus, teater dan sastra.

Di teater, Iswadi aktif sebagai aktor, penulis naskah, dan sutradara. Pernah bergabung dengan beberapa teater, di antaranya Teater Kuru Setra (1992) dan Teater Api. Dua tahun kemudian dia membentuk Forum Semesta (1994). Sayang teater tersebut pecah, dia lalu mendirikan Teater Satu (1996).

Soal prestasi di dunia cipta dan baca puisi, dia pernah mementaskan drama yang beberapa di antaranya diilhami dari puisi-puisinya. Seperti Ruang Sekarat, Aljabar, Rampok, Ikhau, Nak, Menunggu Saat Makan, Dongeng Tentang Air, Nostalgia Sebuah Kota: Kenangan Pada Tanjungkarang, dan Aruk Gugat.

Soal prestasinya di dunia sastra tidak sedikit. Bahkan, Iswadi pernah menyabet peringkat ketiga GKJ (Gedung Kesenian Jakarta) Award pada 2003 lalu, dalam karyanya yang berjudul Nostalgia Sebuah Kota: Kenangan Pada Tanjungkarang.

Pada Anugrah Festival Teater Alternatif se-Indonesia (Oktober 2003), suami dari Imas Sobariah, rekannya yang juga penggiat seni, naskah karyanya itu juga didaulat sebagai naskah terbaik. Naskah tersebut juga dibawakannya ketika Iswadi melakukan pentas keliling bersama Teater Satu ke tiga kota, yaitu Bandung, Jakarta, dan Makassar, atas dana hibah Yayasan Kelola (September 2004). Sebelumnya, dia juga pernah memperoleh hibah seni dari yayasan yang sama ketika bersama Teater Satu pada 2002.

Ayah Rarai Masal Soca Wening Ati itu selain menekuni sastra dan teater, pernah menekuni dunia jurnalistik. Pada 1996, dia menjadi asisten redaktur seni-budaya di harian Lampung Post. Pekerjaan itu dilepasnya pada 1998. Kemudian pada 1998, dia ikut mendirikan Sumatera Post. Setahun, dia memutuskan keluar dari Sumatera Post dan kembali bergabung dengan Lampung Post hingga 2003 sebagai redaktur.

Selain itu, dia juga pernah bekerja sebagai editor penerbit Kata-Kita, sebuah majalah terbitan Jakarta. Selain itu, menjadi redaktur tabloid Sapu Lidi di bawah naungan Koak (Komite Antikorupsi) yang didirikannya sejak 1998 dan redaktur artistik Teater Satu hingga sekarang.

Dedikasinya yang besar dalam perkembangan teater ditunjukkannya dengan memelopori Festival Teater Pelajar dan Arisan Teater Pelajar di Lampung. Selain aktif dalam mengikuti perlombaan, dia juga aktif dalam suatu organisasi dalam bidang seni, yakni sebagai anggota Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Kemudian, Iswadi juga pernah mengikuti Festival Seni Tari Mahasiswa tingkat nasional Padangpanjang pada Januari 1993. Ia juga pernah mengikuti seminar pertunjukan Indonesia, temu ilmiah III Masyarakat Seni Pertunjukan di Taman Ismail Marzuki (TIM) November 1992, dan festival teater tingkat nasional pertama di Surabaya.

Produktif Berkarya

Iswadi Pratama memang seniman produktif. Karyanya: esai, puisi, cerpen, sastra, dan lain-lain dipublikasikan di berbagai media Tanah Air. Di antaranya, Republika, Media Indonesia, Horison, Koran Tempo, Kompas, Lampung Post, Jurnal Puisi, Swadesi, Serambi Indonesia, Teknokra, dan surat kabar mingguan Salam.

Berkat prestasinya yang cukup gemilang, dia pernah diundang pada acara Refleksi Kemerdekaan di Solo pada 1995. Kemudian Dewan Kesenian Jakarta mengikuti Mimbar Penyair Abad 21 di TIM Jakarta (1996), temu penyair se-Sumatera di Jambi. Plus pertemuan teater di berbagai kota di Indonesia.

Selain menulis, ia pun banyak mengikuti perlombaan, di antaranya lomba baca puisi dan teater. Pada 1990, dia menjadi pemenang I baca puisi dan pemenang II cipta puisi.

Pada 1991, dua kali dia menjadi pemenang I baca puisi. Pada 1992, dia dua kali menjadi pemenang I baca puisi. Mengantarkan Teater Api menjadi pemenang III lomba teater. Prestasi terbesar yang pernah diraihnya pernah menjadi nominasi 10 besar lomba puisi kemerdekaan di stasiun televisi swasta (AN-Teve).

Iswadi Pratama, yang telah lama malang melintang di dunia sastra dan teater, memiliki karakter kuat. Puisi dan karya sastra yang diciptakan dan dibacanya selalu mendapatkan kesan yang mendalam dari pembaca atau yang mendengarkannya. Karya sastranya pun sangat bermakna dan memiliki banyak pesan dan kesan.

Ingin Lampung Jadi Barometer Sastra

SEBAGAI seniman sejati, Iswadi memiliki banyak gagasan untuk mengembangkan sastra di Lampung. Pria yang demen doyanan ini bertekad ingin menjadikan Lampung barometer sastra Tanah Air. Suatu ketika bicara sastra sama artinya bicara Lampung.

Tak dapat dipungkiri, proses kreatif Iswadi dalam dunia sastra dan teater berkembang dalam kebebasan kampus. Enam tahun bergulat dengan tradisi kampus (1990-1996), Iswadi pun mendirikan Teater Kurusetra dan aktif membina Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBM).

Sejarah perkembangan sastra di Lampung mencatat, Iswadi sampai saat ini terus berkarya dan aktif menghidupkan sastra modern di Lampung. Kehidupannya kini tak lepas dari sebuah wadah berkumpulnya para seniman dan sastrawan Lampung, yaitu di Taman Budaya Lampung, di Jalan Cut Nyak Dien, Palapa, Tanjungkarang Pusat.

Di sana, Iswadi terus membangun visi berkesenian bersama Teater Satu. “Komunitas ini menjadi wadah berkreasi. Di sini, bersama Teater Satu, kami mencari, mendiskusikan, dan merumuskan estetika berkarya. Semua karya sastra kami bicarakan,” kata Iswadi, dalam suatu kesempatan.

Bagi Iswadi, teater adalah refleksi hidup. Begitu juga dengan puisi. Tak heran jika berbincang dengan Iswadi selalu ada kejutan. Kalimatnya hidup, serasa dijelmakan dari kata-kata terpilih.

Kepada penulis, Iswadi, yang pernah menjabat redaktur di Lampung Post, pernah mengatakan, “Man, ucapan yang didengar akan hilang, tapi kata-kata yang ditulis akan tetap abadi. Untuk itu, teruslah menulis dan mengha silkan karya-karya terbaikmu dalam dunia jurnalistik.” (KIM/S-1)

BIODATA

Nama : Iswadi Pratama

Lahir : Tanjungkarang, 8 April 1971

Pendidikan :
– SD, Lampung (1984)
– SMP, Lampung (1987)
– SMA, Lampung (1990)
– Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila (selesai 1996)

Karier :
– Redaktur Seni Budaya Lampung Post
– Pendiri harian Sumatera Post
– Editor Penerbit Kata-Kita
– Redaktur tabloid Sapu Lidi

Penghargaan :
– 27 penghargaan untuk perlombaan/festival: Baca puisi, cipta puisi/cerpen, teater, kritik film, esai seni rupa, kritik tari, dan esai budaya (1987?1995)
– Terpilih sebagai salah seorang penyair yang diundang dalam mimbar penyair Abad 21 oleh Dewan Kesenian Jakarta (1996)
– Penghargaan dari Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya RI untuk pengabdian di bidang seni (1999)
– Terpilih sebagai salah seorang penyair untuk diundang mengikuti Festival Sastra Internasional, Wintemachten (2005) dan puluhan penghargaan lainnya.


Sumber:
Inspirasi, Lampung Post, Sabtu, 5 Januari 2013

Biodata Viral
      Terviral
      Logo
      Shopping cart