
GAYA bicara Syahnagra Ismail, pelukis “assembling” IKJ (Institut Kesenian Jakarta), sering bikin telinga merah. Kelahiran Telukbetung, 18 Agustus 1953 ini memang “amat apa adanya”.
Nagra, panggilan akrab mantan Ketua Komite Seni Rupa DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) 1998–2002 ini dikenal ceplas-ceplos, blakblakan, bahkan meledak-ledak. “Saya hobi protes. Tapi kritik saya masih dalam kewajaran. Tapi yang jelas saya tidak suka ketidakadilan dan benci kemunafikan,” kata dia.
Sejak kecil, Sekretaris I DPH DKJ periode (1996–2001) ini gemar betul menggambar. Tidak pelak, saat duduk di sekolah Taman Siswa, aktivitasnya tunggal: Selalu mencoret-coret dinding, menggambar apa saja. Kegemarannya itu berlanjut hingga memasuki usia remaja.
Dari Taman Siswa, Nagra memilih pendidikan formal Sekolah Seni Rupa Yogyakarta. Di sana ia mantap memacu diri menjadi pelukis profesional. Dari Yogyakarta ia terbang ke Jakarta, melanjutkan studi pada Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Karya grafisnya bagus dan indah dan dilirik orang.
Tahun 1989, Nagra mendapat kesempatan dari Institut Swedia mendalami seni grafis di Akademi Seni Grafis Nasional Stockholm, Swedia. “Sebuah kesempatan baik yang saya idam-idamkan: Studi di Eropa,” kata dia. Dia pun tinggal beberapa tahun di Swedia, negeri asing yang belum pernah ia kenal.
“Saya senang karena bertambah pengalaman; hidup di negeri orang menekuni seni lukis,” tambahnya. Tahun 1992 Nagra mengadakan perjalanan budaya ke berbagai negara di Eropa. Tentulah kegiatan tersebut menambah pengetahuan keseniannya sambil melukis. Beberapa negara yang dirambah antara lain Belanda, Jerman, Belgia, Denmark, dan Prancis. Inilah negeri yang merupakan kantong budaya dunia.
Berikutnya 1994, pelukis yang juga dosen Seni Rupa IKJ ini mengikuti ASEAN Visual Art Education and Workshop di Filipina. Berlanjut 1999, ia menimba pengalaman seni lukis saat berkunjung ke Malaysia. Suatu perjalanan yang menyenangkan ketika kakinya menginjak Kuala Lumpur, kemudian ke Malaka, Johor, Ipoh, dan kota besar lain di negeri ringgit nan makmur.
Membina, mengembangkan, dan menggalakkan seni rupa di berbagai tempat di Jakarta adalah prinsip dan menjadi sikapnya. Dia terus membagi pengalaman, termasuk mengalirkan prinsip berkeseniannya dengan penuh perjuangan. Dan, perjuangan yang pasti disertai pengorbanan. Bagi Nagra, ini tantangan yang menarik. Tidak terbilang jumlahnya ia berpameran, tunggal maupun pameran bersama, di Indonesia maupun mancanegara.
Ia terus bergerak. Pengembangan tersebut ia lakukan dengan memperkenalkan dunia seni rupa melalui Rumah Seni. Di Rumah Seni itulah sejumlah lukisan karya para pelukis dipamerkan. Ini pekerjaan yang kelihatannya sederhana. Tapi, ternyata lebih dari sederhana. Ia terus mencoba dan mengelola Rumah Seni dengan serius dan penuh keberanian.
Hadirnya Rumah Seni, tidak pelak, membuat publik awam yang mulanya tidak mengenal seni lukis, mulai mengapresiasi. “Alah bisa karena biasa, tidak kenal maka tak sayang,” ujar Syahnagra mengutip pepatah lama. “Semua harus kita dekatkan, kita perkenalkan dengan gaya sersan (serius tapi santai),” ujarnya.
Faktanya, Rumah Seni yang dirintis dan kelola kini berkembang. Hampir di tiap pelosok Jakarta ada Rumah Seni. “Kehadirannya tak sekadar mengajak pelukis memperkenalkan karyanya kepada publik, tapi sekaligus memasarkan. Sebab itu, selain sebagai ruang pamer lukisan, Rumah Seni juga mempunyai fungsi ekonomi. Jadi bisa saja menjurus demi menyejahterakan seniman lukis.
Yang jelas, Rumah Seni merupakan wadah membantu pelukis yang kurang dikenal dan jarang pameran. “Sebab, selama ini galeri seni sering tak lebih sebatas ruang business oriented. Sewanya mahal dan pilih-pilih pelukis yang sudah punya nama. Padahal, karya pelukis yang tak pernah tampil di galeri, cukup bagus dan layak diacungi jempol,” kata dia.
Kini, bagi pelukis yang punya nama sekalipun, Rumah Seni dipandang sebagai oase; sepotong ruang yang menyejukkan. Ruang terasa melebar, pasar lebih terbuka. Kolektor maupun investor serta penggemar seni lukis lainnya lebih gampang menjejak. “Di Rumah Seni, semua bisa berjalan dengan ramah,” kata dia. n
BIODATA
Nama: Syahnagra
Tempat, tanggal lahir: Telukbetung, 18 Agustus 1953
Pendidikan:
1. Tamansiswa Yogyakarta
2. Sekolah Seni Rupa Yogyakarta
3. Institut Kesenian Jakarta Jurusan Seni Lukis
4. Akademi Seni Grafis Nasional Swedia di Stocklhom (1989)
Pengalaman organisasi:
1. Ketua Himpunan Pelukis Jakarta (Hipta)
2. Sekretaris I Dewan Kesenian Jakarta (1996–2001)
Pengalaman lukis:
1. Tujuh kali berpameran tunggal di dalam dan luar negeri
2. Mengikuti forum tingkat Asia di Malaysia dan Filipina
3. Mengikuti The International Visitor Program American Fine Art
di Amerika Serikat (2001)
4. Perjalanan budaya ke Brisbane dan Sidney Australia (Mei 2007)
Alamat:
Poris A2/15 Jatirahayu Pondok Gede 17414. Telepon (0721) 8467988
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 286-288.
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky