Sazli Rais (1944-…): Menggelombang di Radio dan Televisi

SUARANYA berat dan mengalun empuk mengetuk ruang-ruang keluarga Indonesia pada era 1970-80-an. Sebagai pembawa berita di TVRI dan RRI, nama, wajah, dan suara Sazli Rais populer sekali, menembus gunung-gemunung di pedalaman Lampung Barat, tanah kelahirannya.

Terlahir sebagai anak pertama dari sembilan bersaudara almarhum H. Rais Latief dengan Hayuna Dani, Sazli berasal dari Desa Sebarus Liwa. Pria kelahiran 14 Desember 1944 di Pekon Tengah Liwa, Lampung Barat, ini kemudian pindah mengikuti orang tua ke Jakarta tahun 1950. Menjalankan pendidikan dari SD sampai SMA di Jakarta yang dilanjutkan ke sekolah kedinasan Akademi Penerangan, terakhir Sazli lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Adiministrasi Negara Republik Indonesia (LAN RI).

Bekerja di Radio Republik Indonesia, diawali menjadi penyiar dan reporter pada 1965. Mulai 1976, dia diperbantukan sebagai penyiar dan wartawan Televisi Republik Indonesia. Sebagai peliput, selain bertugas dalam acara kenegaraan di Indonesia, Sazli juga bertugas menjadi jurnalis olahraga di mancanegara. Misalnya saat turnamen bulu tangkis di All England atau Piala Thomas Cup. Juga, perhelatan olahraga lain seperti ASEAN Game, Asian Games, dan Olimpiade.

Selama bekerja di RRI Jakarta, beragam kursus diikuti; antara lain Consumer Education Through Broadcasting Asia Pacific Institute for Broadcasting Development, Kuala Lumpur-Malaysia, tahun 1979; dan Senior Broadcasting Management Asia Pacific Institute for Broadcasting Development, Kuala Lumpur-Malaysia tahun 1992. Kemudian tahun 1977 Sazli ditugaskan mengikuti sekolah untuk kenaikan jenjang karier, Spamen.

Karier yang dilalui selama di RRI adalah menjadi kepala RRI Gorontalo 1990–1993. Kemudian kembali ke Jakarta menjadi kepala Bagian Tata Usaha Direktorat Radio Departemen Penerangan 1993–1997. Setelah itu kembali ditugaskan ke Banjarmasin menjadi kepala RRI Banjarmasin 1997–2002. Akhirnya 2002–2005 menjabat kepala RRI Semarang, kemudian menjalani masa pensiun di Jakarta.

Bersama istrinya, Hj. Junaera Tahir, mereka memiliki seorang putra, Dani Pirzada Sazli, S.E., M.Si., dan seorang putri Risa Araya Sazli, S.Sos. Kendati di Jakarta, Sazli masih sering pulang kampung ke Liwa. Bahkan, perkawinan putra pertamanya dirayakan secara adat di Desa Sebarus Liwa.

***

Nama yang berkibar di jagat penyiaran jelas merupakan ikhtiar panjang dan niat-bulat sejak awal. Tahun 1965, masa perkuliahan Sazli terhenti karena demo-demo menurunkan Orde Lama. “Kegiatan keseharian lebih banyak kosong dan lama-lama saya jenuh sekali,” kata dia mengenang.

Kebetulan, masa itu RRI menerima pegawai untuk menjadi penyiar. “Masa kecil dan remaja saya adalah dalam era radio. Informasi ataupun hiburan yang paling dekat adalah radio. Ada rasa kagum terhadap penyiar. Barangkali inilah yang membuat saya tertarik masuk dunia broadcasting,” kata Sazli.

Saat itu, Sazli masih 21 tahun, dan sudah masuk jajaran penyiar RRI. “Saya salah satu di antara 19 peserta yang diterima melalui tes setelah menyingkirkan 480-an calon,” kata dia. Salah satu kolega seangkatannya adalah mantan Kepala RRI Palembang yang asli putra daerah Ranau, Lampung Barat, Iskandar Suradilaga.

Pada zaman itu, penguasaan informasi menjadi “pedang pergaulan” yang penting. Barang siapa menguasai informasi (dan itu menjadi kredo yang tetap berlaku hari ini), dialah yang menguasai dunia. Masalahnya, sumber-sumber informasi ketika itu tidaklah semudah dan seberagam sekarang. “Sungguh sangat menyenangkan berprofesi sebagai broadcaster. Kami selalu mengetahui informasi aktual dan menarik, dan kemudian meneruskan informasi tersebut kepada khalayak pendengar di mana saja berada,” kata pria yang wajah dan suaranya, termasuk belahan rambutnya yang menyamping, begitu dikenal pada era 1970-80-an awal.

Kecintaannya pada ranah informasi memang membuatnya total menekuni bidang ini. Pernah selama empat tahun waktunya lebih banyak di studio daripada di rumah. Sazli muda begitu antusias dan sepenuh hati menggeluti profesi dalam memproduksi acara-acara siaran. Bertambah serius lagi ketika setiap pekan, “Saya menerima dua karung goni surat/kartu pos sebagai respons/feedback dari pendengar atas acara musik pengantar istirahat siang dan kontak dengan pendengar yang saya asuh,” kata Sazli.

Pahit-getir dan selaksa pengalaman telah memperkaya hari-harinya kemudian. Beragam kenangan masih tersimpan di memorinya sampai hari ini. Pada 1978, ketika bertugas ke London untuk siaran langsung All England, dia terbang menggunakan pesawat Prancis, lalu transit di Paris untuk pindah ke maskapai penerbangan Inggris. Pada saat yang bersamaan terjadi mogok buruh di Bandara Charles de Gaule, Paris, sehingga bagasi penumpang tidak ada yang dipindahkan dari pesawat UTA (United Trans Airlines) milik perusahaan Prancis ke BA (British Airways) milik penerbangan Inggris.

Akibatnya, selama 10 hari Sazli tidak berganti pakaian, khususnya celana panjang. Di toko pakaian, tidak ada ukuran yang cocok baginya. “Untuk ukuran dewasa pinggang terlalu besar sedangkan untuk ukuran anak-anak tidak cukup panjang. Hahaha,” kata dia.

Broadcasting selalu bergerak seirama dengan situasi dan kondisi pendengarnya yang heterogen. Keadaan ini pastilah mendorong seorang broadcaster terus menambah wawasan dari berbagai aspek. Tantangannya sungguh menarik.

Sazli berkesempatan melihat secara langsung budaya banyak bangsa di mancanegara. Demikian juga budaya yang ada di seluruh Nusantara. Banyak teman dan kenalan akrab, yang memudahkan koordinasi. Dan ini berlanjut sampai sekarang ketika menjalani masa pensiun.

Bekalnya kini “sudah penuh”. Dunia broadcasting menuntut dan mengajarkan kejujuran, yang ditransmisi sebagai produk acara, baik berbentuk informasi/berita pendidikan maupun hiburan, semua berdasarkan fakta. Broadcaster orang yang mengatakan apa adanya. Tempaan profesi ini sangat berguna dan menyatu dalam perilaku keseharian, apalagi dunia kepenyiaran merupakan produk seni yang juga bernuansa keindahan. Muaranya tunggal: Masyarakat. n

BIODATA


Nama: Sazli Rais
Lahir: Sebarus, Liwa, Lampung Barat, 14 Desember 1944
Ayah: almarhum H. Rais Latief
Ibu: Hayuna Dani

Istri: Hj. Junaera Tahir
Anak:
– Dani Pirzada Sazli, S.E., M.Si.,
– Risa Araya Sazli, S.Sos.

Pendidikan:
– SD–SMA di Jakarta
– Sekolah Kedinasan Akademi Penerangan
– Sekolah Tinggi Ilmu Adiministrasi Negara Republik Indonesia (LAN RI)
– Spamen, 1977

Pendidikan nonformal:
– Consumer Education Through Broadcasting Asia Pacific Institute for Broadcasting Development, Kuala Lumpur-Malaysia, tahun 1979
– Senior Broadcasting Management Asia Pacific Institute for Broadcasting Development, Kuala Lumpur-Malaysia, tahun 1992

Pekerjaan:
– Kepala RRI Gorontalo 1990–1993. Kemudian
– Kepala Bagian Tata Usaha Direktorat Radio Departemen Penerangan 1993–1997
– Kepala RRI Banjarmasin 1997–2002.
– Kepala RRI Semarang 2002–2005 kemudian pensiun

Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 190-192.

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart