![]() |
Fitri Yani |
Karena itulah, Suluh yang diterbitkan Lampung Literatur, 2013, dipilih dewan juri sebagai peraih Hadiah Sastra Rancage 2014 untuk sastra Lampung. “Bukan saja karena disajikan dalam bahasa Lampung, melainkan juga membicarakan perkara kelampungan. Tak ada satu pun sajak di Suluh yang tidak mengandung warna lokal Lampung, utamanya Lampung Barat,” kata Ajip Rosidi.
Torehan prestasi tersebut, merupakan hasil kerja kerasanya selama ini yang terus diprovokatori Ari Pahala Hutabarat untuk mencipta karya sastra Lampung.
“Saya mendengar suara-suara bijak dan pesan yang tersembunyi dari para orangtua, kenyataan-kenyataan hidup muda-mudi yang begitu luas, juga upacara-upacara dan permainan yang membuat saya tertawa dan terkadang merenung, betapa setiap orang selalu memiliki sebuah ruang sunyi untuk menyimpan kenangan,” tutur Fitri.

Mengembangkan Tradisi Tulis
Lampung bisa dikatakan cukup beruntung memiliki khazanah budaya serta adat istiadat beragam dan melimpah. Bahkan untuk level Sumatera, Lampung patut berbesar hati karena memiliki aksara tulis sebagai warisan budaya masa lampau. Sayangnya, anugerah tersebut tidak berbanding lurus dengan peninggalan kekayaan tradisi tulis.
Itulah salah satu keresehan Fitri Yani, mulai lampung yang berusaha memberikan kontribusi nyata pada tanah kelahiran melalui goresan tangannya.
Kata demi kata ia susun dalam antologi puisisnya, agar kelak generasi mendatang mendapatkan warisan berharga atas sejarah ke Lampung mereka.
“Bangga sebenarnya karena Lampung ternyata minim manuskrip, hasil budanya tulis masyarakatnya,” ungkapnya kala ditemui, Kamis (6/2).
“Beda banget dengan Jawa, Sunda, atau Bali yang punya segudang peninggalan tulis,” tuturnya membandingkan.
Meski begitu, ia tidak lantas mengutuk masa lalu atas permasalahan yang terjadi. Ia justru kian termotivasi mencipta karya yang tak lekang oleh waktu sebagai warisan di masa depan. Tergabungnya jebolan FKIP Universitas Lampung ini dengan UKMBS, seakan menjadi titik tolak atas apa yang dicitakan selama ini.
Hidup dalam keluarga yang memiliki tradisi tutur yang kuat, perempuan kelahiran Lampung Barat ini mengaku dunia kesustraan bukanlah suatu yang asing. Misalkan, Fitri kecil selalu ditimang sang nenek dengan senandungan puisi Lampung atau ayahnya, yang mengakrabkannya dengan karya seperti Siti Nurbaya.
“Selama itu aku sudah dikenalkan dengan karya sastrawan kenamaan Indonesia. Tapi belum juga mampu untuk menulis seperti itu. Barulah ketika kuliah dengan gabung di UKMBS, kenal dengan seniman Lampung, seolah jalan itu terbuka untuk aku menggeluti dunia kesenian,” lanjut Fitri.
Termasuk di dalamnya perkenalan dengan penyair kenamaan Lampung, Ari Pahala Hutabarat, Sosok Ari, menurut Fitri, merupakan pahlawan dan yang paling berjasa dalam memotivasinya menjadi seperti saat ini. “Yang selalu diiingat dari bang Ari itu dia pernah bilang kalau aku itu harus bisa jadi besar. Aku yang berusaha jadi penyair di Lampung yang merupakan asli keturunan Lampung didorong untuk menelurkan karya yang berarti,” kenang Fitri.
Maka jangan heran, atas semangat itu karya Fitri mampu menghiasi halaman media nasional dan lokal seperti Kompas, Jurnal Nasional, hingga Horison. Karya puisi-puisi Fitri pun telah diterbitkan lewat dua antologi sajaknya yaitu Dermaga Tak Bernama (2010) yang berisikan puisi berbahasa Indonesia. Lalu yang kedua adalah Suluh (2013), antologi puisi berbahasa Lampung.
Khusus karya kedua, Fitri mengatakan, tidak mudah merampunkan pekerjaan yang ia mulai tahun 2009 silam. Kendala bahasa menjadi tantangan tersulit baginya. “Bahasa Lampung itu istimewa, ada beberapa diksi yang tidak memiliki padanan kata Indonesia,’ ungkapnya.
Keistimewaan karya Fitri itu yang akhirnya membuat Ari memberikan rekomendasi agar “Suluh” didaftarkan pada ajang Sastra Rancage Award 2014. “Beliau dan rekan-rekan di KoBer memberikan dukungan penuh atas apa yang telah aku mulai,” kata Fitri. (hru)
BIOFILE
Nama: Fitri YaniTempat tempat tanggal lahir: Lampung Barat, 28 Februari 1986.
Pendidikan: Universitas Lampung
Pekerjaan: Penggiat Seni, Anggota UKMBS Unila, Teater Kususetra dan Komunitas Berkat Yakin (KoBer)
Pengalaman: Tergabung dalam 60 puisi terbaik Indonesia dalam ajang Pena Kencana Award 2009. Tergabung dalam 5 puisi terbaik ajang Radar Bali Literary Award 2009). Pertemuan Penyair Nusantara V and VI ini Palembang and Jambi 2011 dan 2012. Ubud Writers and Readers Festival, Bali, tahun 2011. Temu Sastrawan Indonesia IV, Ternate tahun 2011. Poetry Festival and Folk Songs. Pangkor Malaysia, tahun 2012, Peraih Hadiah Sastra Rancage 2014.
Karya:
– Dermaga Tak Bernama (antologi sajak, 2010)
– Suluh (kumpulan sajak Lampung, 2013)
Akun Twitter @puanmatahari
Sumber:
Smart Women, Tribun Lampung, Minggu, 9 Februari 2014
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky