Nasir Tamara (1951-…): Warga Dunia dari Kalianda

NASIR Tamara termasuk “warga dunia” berdarah lokal. Ia putra kedua dari sembilan bersaudara pasangan Tamimi Abdul Rahman-Mashubah. Ayahnya veteran pejuang yang ditokohkan masyarakat Kalianda, Lamsel.

Lelaki kelahiran Telukbetung, 4 Januari 1951, ini menjejakkan karier di dunia jurnalistik. Akhir 1970-an, ia menjadi koresponden majalah Tempo di Eropa. Waktu itu, Nasir juga kuliah di University of Paris, Prancis, mengambil master bidang antropologi dan politik. Antropologi diselesaikan tahun 1978. Setahun kemudian, ia menuntaskan master ilmu politik. Ia menyelesaikan Ph.D. bidang ilmu sosial tahun 1981 di universitas yang sama.

Sebagai wartawan, Nasir mendapat kesempatan mewawancarai sejumlah tokoh berpengaruh di dunia. Tahun 1979, ia meliput Revolusi Iran, 1979. Ini menjadi salah satu peristiwa yang menguatkan Nasir Tamara di dunia kewartawanan.

Untuk peliputan itu, Nasir sempat satu pesawat dengan Ayatollah Khomeini, tokoh oposisi yang juga pemimpin spiritual Iran. “Dalam perjalanan dari Paris ke Teheran, saya merasa sangat ketakutan. Saya khawatir bagaimana seandainya revolusi itu gagal,” ujarnya.

Khomeini datang ke Iran dari pengasingan saat rezim Syah Iran masih eksis. Dari liputan itu, ia menulis buku berjudul Revolusi Iran. Inilah buku yang berangkat dari reportase di lapangan.

Pengalaman Nasir Tamara sebagai wartawan terbilang luas. Tokoh yang menguasai bahasa Inggris, Prancis, dan China ini pernah mewawancarai Sri Paus Yohannes Paulus II (pemenang Nobel), mantan Perdana Menteri Israel Yitzak Rabin, dan pemimpin Palestiga Yasser Arafat. Pada 1993, ia melawat ke Jerman meliput pemilihan umum. Tahun berikutnya, ia ke Jepang untuk menulis tatanan ekonomi dan politik di negeri Sakura itu.

Kembali ke Indonesia, Nasir sempat menjadi wartawan Suara Pembaruan, Kompas, lalu mendirikan harian Republika. Nasir membidani Global TV bersama grup Bimantara. Ia juga sempat mengembangkan tabloid ekonomi Kapital di Jakarta.

Tahun 1998, Presiden B.J. Habibie mengangkatnya sebagai anggota Dewan Riset Nasional Republik Indonesia (DRN) 1998. Pada masa itu, ia juga terlibat aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Sebagai ilmuwan, Nasir pernah mengajar di berbagai universitas di Indonesia juga di School for Orientales and African Studies, University of London. Nasir ditunjuk pula sebagai fellow di Center for International Affairs, Harvard University, Amerika Serikat, dan di Queen Elizabeth House, Oxford University, Inggris, dan di East-West Center, Honolulu, Amerika Serikat. Ia juga menjabat visiting senior research fellow di Institut for Southeast Asian Studies, Singapura.

Nasir Tamara pernah menulis, menerjemahkan, dan menjadi editor 20 buku; di antaranya Revolusi Iran, Perang-Irak-Iran, Hamka di Mata Hati Umat, Indonesia in the Wake of Islam, Di Puncak Himalaya Sang Dwiwarna Kukibarkan, Aburizal Bakrie: Bisnis dan Pemikirannya, Indonesia Tahun 2000, Mencuri Uang Rakyat: Korupsi di Indonesia.

Ratusan artikelnya diterbitkan media nasional dan internasional. Nasir juga menjadi narasumber media-media terkemuka, baik cetak maupun elektronik.

Nasir, yang senang mengembara dan punya hobi berenang dan berjalan kaki, telah mengunjungi sekitar 50 negara merdeka di dunia. “Menurut saya, tugas bangsa Indonesia setelah 10 tahun reformasi adalah bekerja keras mewujudkan kesejahteraan ekonomi bagi seluruh rakyat. Dari negara-negara industri maju yang pernah saya kunjungi dan teliti, keberhasilan ekonomi mereka terutama karena penduduk bekerja keras, pemerintah mempunyai kebijakan publik yang konsisten berdasar pada usaha membangun teknologi dan industri, menciptakan infrastruktur ekonomi, mengembangkan pendidikan, dan riset. Tentu saja dengan memberikan kebebasan kepada setiap penduduk dan menjaga pluralitas.”

Berpikir dan Mencipta

Kehidupan Nasir Tamara melampaui tanah asal, Kalianda. Sejak kecil, selepas SMP, ia meninggalkan tanah leluhur, menetap di Jakarta, lalu melanglang buana ke Eropa. “Sebagai adik, saya memang tidak intens berkomunikasi dengannya. Saya bisa memahami karena kehidupannya memang seperti itu. Nasir memang selalu berpesan pada adik-adiknya, jangan cengeng. Jangan mudah menyerah,” ujar Wirawan Fansyuri, adik bungsu Nasir Tamara.

Boleh dibilang, Nasir cukup berhasil di dunianya. Semua tidak lepas dari kiat suksesnya, berpikir kreatif, berani mengakui kekurangan, dan terus mencipta. “Saya selalu mengatakan kepada anak saya agar selalu dan selalu berpikir, kreatif, dan mencipta,” kata ayah tiga anak ini.

Wajar jika Nasir berpesan layaknya intelektual. Latar pendidikan, pengalaman, dan pergaulannya dengan tokoh-tokoh berpengaruh mengguratkan kesadaran kritis padanya. Ia termasuk pendukung pemikiran sosial demokrasi (sosdem). “Sosdem yang saya maksud identik dengan Partai Buruh di Inggris dan gerakan-gerakan sosdem di Prancis,” ujarnya.

Nasir memang konsisten pada pendiriannya sebagai orang sosdem. Sempat bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tapi Oktober 2001 ia berpisah dengan partai Kakbah itu. Pendiriannya pada sosdem menjadi satu kekuatan yang menariknya keluar.

“Awalnya saya ingin PPP jadi partai terbuka yang lintas agama, ras, dan lain-lain. Sebagai orang sosdem, saya harus konsisten menolak institusionalisasi agama, termasuk partai agama,” ujarnya.

Ya, bagi Nasir, agama dan negara harus dipisahkan agar tidak tumpang tindih. “Saya termasuk menolak konsep negara Islam,” kata pengagum Bung Karno, Hatta, dan Anthonny Giddens ini.

Kini, di luar kehidupan dan pandangannya yang global, Nasir tengah menggarap buku tentang budaya dan masyarakat adat Lampung. Sepuluh tahun ia meneliti budaya masyarakat tempat kelahirannya ini. n

BIODATA

Nama: Dr. Nasir Tamara
Lahir: Telukbetung, 4 Januari 1951
Ayah: Tamimi Abdul Rahman
Ibu: Mashubah
Istri: Julia
Anak:
1. Laura Paramita
2. Mega Tamara
3. Marco Tamara

Alamat Rumah: – Jalan Ampera Raya III/26, Kemang, Jakarta
Selatan, telepon (021) 7811476
– Kompleks PWI, Kebon Nanas, Cipinang Muara, Jakarta Timur

Pendidikan:
– SD–SMP di Kalianda, Lamsel
– SMA–S-1 di Jakarta
– S-2–S-3 University of Paris, Prancis

Karier:
1. Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Kapital
2. Pendiri Global TV
3. Director of Research and Publicaions, SUMMA, Exellentia Institute, Jakarta
4. Anggota Dewan Riset Nasional
5. Sekjen Yayasan Kantata Bangsa
2. Ketua Departemen Pengembangan Kebudayaan ICMI

Karya:
1. Perang Iran Perang Irak
2. Revolusi Iran
3. Indonesia in the Wake of Islam, 1965–1985
4. Mengkaji Indonesia: Pengaruh Amerika dalam Dunia Intelektual Indonesia

Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 247-250.

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart