Jakabaring, Rintisan Warga Lampung

PALEMBANG–Jakabaring, tempat penyelenggaran SEA Games yang kemarin dibuka, mulai terkenal sejak Sumatera Selatan (Sumsel) menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) VXI.

Sejak itu, berbagai sarana dan prasarana olahraga untuk menunjang kesuksesan pelaksanaan SEA Games terus bertumbuh. Jakabaring telah menjelma menjadi kawasan yang “metropolis”.

Daerah itu “disulap” menjadi kawasan yang modern, kontras sekali dengan kondisi Jakabaring tempo dulu. Jakabaring dulu dikenal sebagai kawasan antah-berantah, rawan kriminalitas, dan tak tersentuh pembangunan.

Jakabaring singkatan dari warga pendatang yang membentuk satu komunitas di kawasan Seberang Ulu, antara 8 Ulu Bungaran dan Silaberanti. Nama Jakabaring sendiri tidak bisa dilepaskan dari sosok Sersan Mayor Inf. Tjik Umar, anggota TNI yang pernah bertugas di Kodam II Sriwijaya. Tjik Umarlah yang turut andil dalam penentuan nama Jakabaring. Dia adalah warga Lampung yang membangun rumah dalam hutan belukar berawa-rawa di belakang Markas Poltabes Palembang sekarang. Saat ini Tjik Umar (71) sudah pensiun dan tinggal bersama istri keduanya di Jalan Ki Merogan, Lorong Mawar, Kertapati, Palembang.

Tjik Umar menuturkan pemberian nama Jakabaring adalah hasil pemikirannya sendiri. Ketika itu, tahun 1972, pemerintah menggusur permukiman warga di kawasan 7 dan 8 Ulu, karena terkena proyek pengembangan kawasan Jembatan Ampera. Tjik Umar pada tahun itu masuk Jakabaring, saat itu kawasan Jakabaring masih hutan belukar dan berawa. Ia langsung membangun rumah dengan menimbun rawa. Sampai sekarang rumah itu masih ada dengan kondisi lengkap.

Setelah istrinya meninggal, Tjik Umar menikah lagi dan membiarkan rumahnya didiami mertua, anak, serta cucu-cucunya. Sedangkan dia pindah ke Kertapati bersama istri keduanya. Pada 1972 juga, dirinya diangkat sebagai ketua RT 14, Kelurahan 8 Ulu.

Sebagai ketua RT, dia menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, bahkan hingga jumlah warganya mencapai 460 KK. Tjik Umar cukup disegani dan dihormati di kawasan Jakabaring.

Tjik Umar melakukan penelitian dan mendapati asal warga di sana ada dari Jawa, Batak (Sumut), Kaba (Lekipali), Komering Ilir, Komering  Ulu, dan Lampung. Kebetulan, kata Tjik Umar, warga di sana ada namanya Suparto asal Jawa disingkatnya menjadi ja. Ada pula Zulkipli, asal Kaba (Lekipali) disingkat ka. Ada warga namanya A. Kadir Siregar asal Batak, Sumut, disingkat ba, dan Ali Karto (Purn. TNI AD) asal Komering Ilir serta Kamaluddin (Purn. TNI) asal Komering Ulu disingkat ring. Maka diperoleh singkatan ja, ka, ba, ring, lalu digabung menjadi jakabaring.

Kini, Jakabaring mulai menggeliat. Jakabaring seakan menjadi antitesis bagi wacana yang menganggap ada perbedaan perlakuan dalam pembangunan antara kawasan di Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Di kawasan ini telah dibangun Gedung Islamic Center, Masjid Agung di simpang empat, terminal dan pasar induk, serta direncanakan pembangunan jembatan Musi III, yang akan menjadi penyangga transportasi.

Hari jadi tebentuknya kawasan Jakabaring ditetapkan tanggal 26 April 1972. Harapan Tjik Umar daerah ini akan berkembang sekarang menjadi kenyataan.

Kini di Jakabaring diselenggarakan SEA Games, 11—22 November 2011. Pesertanya berjumlah 6.000 atlet dari 11 negara, termasuk Timor Leste, dengan mempertandingkan 44 cabang olahraga. Di Palembang digelar 21 cabang olahraga, selebihnya di Jakarta. Gelora Sriwijaya Jakabaring sudah dipersiapkan dengan matang. (U-2)

Sumber:
Lampung Post, Sabtu, 12 November 2011

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart