In Memoriam: Selamat Jalan, Prof. Kadri!

Kadri Husin (IST)

HUJAN yang turun membasahi Bandarlampung sejak dini hari hingga siang kemarin seakan tak rela dengan kepergian salah satu Guru Besar Universitas Lampung (Unila) Prof. Dr. Kadri Husin, S.H., M.H. Minggu (15/6), tepat pukul 00.24 WIB,  salah satu putra terbaik Unila ini mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Immanuel, Bandarlampung, pada usia 70 tahun.

Ayah Kad –demikian sapaan akrab Kadri Husin di kalangan kerabatnya– ini meninggalkan seorang istri, lima orang anak, dan sembilan orang cucu. Di mata keluarganya, Kadri merupakan sosok yang terbuka, penyayang, demokratis, dan humoris.

Sejak 2007, pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, ini telah mengidap batu ginjal. Kondisinya sempat tidak terkontrol karena dokter yang biasa menanganinya meninggal dunia. Keadaan itu berlanjut hingga akhirnya pria yang sempat dua periode menjabat Dekan Fakultas Hukum (FH) Unila ini mengalami penurunan fungsi ginjal. Selama beberapa tahun terakhir, doktor jebolan Universitas Indonesia ini terpaksa menjalani cuci darah.

’’Ketika itu, Papa juga sempat mengalami gangguan jantung. Namun, tidak pernah checkup,” kata putra kedua almarhum, Budi Husin, yang kini juga menjadi dosen hukum pidana di Unila mengikuti jejak sang ayah.

Empat tahun melewati masa-masa cuci darah, sebanyak empat kali pula Kadri mengalami anfal dan harus masuk ICU. Hingga pada kali terakhirnya profesor hukum pidana ini benar-benar pergi. Belakangan diketahui, ternyata proses cuci darah memacu jantungnya bekerja lebih ekstra hingga akhirnya terjadi penyumbatan.

Terlahir di Palembang, 14 November 1943, Kadri menamatkan S-1 di Unila pada 1968. Setahun kemudian, Kadri diangkat menjadi dosen honorer ketika FH masih berlokasi di Jl. Hasanuddin, Telukbetung, Bandarlampung. Hasratnya yang tinggi pada bidang pendidikan memacu semangatnya menamatkan S-2 pada 1985. Baru pada 1998, dia mendapatkan gelar doktor dari program S-3 di Universitas Indonesia.

Tercatat, Kadri sempat menjabat sebagai Dekan FH Unila selama dua periode. Yakni periode 1980–1981 dan 1985–1988. Tak terhitung prestasi yang ditorehkannya di dunia pendidikan. Salah satunya, ketika pertama menjabat menjadi Dekan, beliau menjalin kerja sama dengan salah satu universitas di Belanda.

Selain itu, beliau juga sering mengadakan seminar-seminar. Seminar terbesarnya pada 2007, yakni seminar nasional yang diadakan di Balai Keratun. Mengundang lembaga penegak hukum se-Indonesia dan membahas tentang perlindungan hukum terhadap pejabat publik sebagai penyelenggaraan pemerintah daerah. Kala itu pula, dirinya mendirikan Kantor Hukum Kadri Husin dan Rekan serta memosisikan dirinya sebagai konsultan hukum.

Pria bertubuh gemuk ini juga disebut-sebut sebagai pendiri Pascasarjana Hukum Unila. Beliau juga pernah hampir masuk rekor Muri karena mengambil gelar doktor bersamaan dengan adik kandungnya, Sanusi Husin.

Orang yang paling merasa kehilangan tentu keluarganya. Farida Hasyim, istri yang dinikahi almarhum sejak 1974, terlihat selalu setia menemani suaminya. Farida menyebut bahwa suaminya adalah sosok yang sangat menyayangi istri.

’’Bapak itu pergi ke mana pun selalu mengajak saya. Ketika waktunya libur, dia memanfaatkan untuk keluarga,” kata perempuan yang pernah menjadi dosen PKn di FKIP Unila ini. 

Selain keluarga, banyak pihak lain yang juga merasa kehilangan. Tak terkecuali Pembantu Rektor (PR) III Unila Sunarto yang juga merupakan salah satu murid dari Kadri. Sunarto mengaku, almarhum adalah sosok yang memotivasi. Terlebih kepada dosen-dosen muda untuk selalu berkarya dan melanjutkan sekolah.

’’Beliau figur teladan bagi saya. Dari pikiran-pikiran beliau banyak yang saya kembangkan. Beliau juga sangat bersahabat dan menyenangkan,” kenang Sunarto.

Salah satu buah pikiran almarhum yang paling diingat oleh Sunarto, yakni dalam menyelesaikan permasalahan hukum. Dalam pandangannya, masalah hukum tidak bisa diselesaikan hanya secara parsial. Namun, harus melalui pendekatan holistic.

Dirinya berharap karya-karya Prof. Kadri akan terus abadi, meski raganya sudah tidak lagi berada di dunia ini. Mendorong generasi muda untuk dapat melanjutkan perjuangannya sebagai kaum intelektual, terutama dalam bidang hukum di Indonesia.

Jenazah almarhum dimakamkan di pemakaman keluarga Durianpayung, Tanjungkarang Pusat, Bandarlampung. Makam dipilih tepat berada di sisi sang ibunda. Sebelumnya, para pelayat melaksanakan salat jenazah di Masjid Al-Wasi’i setelah salat zuhur. Selamat jalan, Prof. Kadri! (cw2/p3/c2/fik)


 

Sumber:
Radar Lampung, Senin, 16 Juni 2014

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart