Henry Yosodiningrat (1955-…): Si Flamboyan di Kancah Nasional

K.R.H. HENRY Yosodiningrat identik sebagai pengacara sukses dan pendiri lembaga antinarkoba garda terdepan di negeri ini: Granat (Gerakan Nasional Antipenyalahgunaan Narkotika dan Obat-Obatan Berbahaya). Pengacara flamboyan ini kelahiran Krui, Lampung Barat, 1 April 1955.

Masa kanak-kanak dan SD dijalani Henry secara berpindah: Sekolah rakyat di Krui, Pugungtampak, SD Negeri 1 Liwa dan di Metro. Semua karena mengikuti tugas ayahnya.

Setelah tamat SDN pada 8 Metro 1967, Henry ke SMPN Metro dan tamat 1970. Di bangku SMA, Henry sering berkelahi. Dia pun dikeluarkan dan pindah-pindah SMA: Mulai dari SMAN Metro lalu ke SMAN 3 Palembang, kembali lagi ke SMAN Metro dan dikeluarkan lagi, kemudian pindah ke Yogyakarta.

Di Yogya, Henry masih dengan kebiasaan lamanya: Berantem. Dari SMA De Britto, dia bolak-balik pindah sekolah sampai akhirnya tamat dan memperoleh ijazah dari SMA Yayasan 17 Agustus Yogyakarta pada Desember 1975.

SMA dia selesaikan lima tahun di tujuh SMA. Tahun 1976, Henry melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan meraih gelar sarjana hukum tahun 1981.

Henry ikut pula mendirikan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang menegakkan hak-hak politik Partai Demokrasi Indonesia yang diberangus rezim Orba. Kelak, hasil perjuangannya menjadi marwah bagi reformasi yang bergulir di Indonesia sampai hari ini.

Di Granat, Henry kerap memasukkan nilai perjuangan dalam dimensi lain. “Sebagai pejuang, kita mesti memelihara komitmen moral dan tetap di barisan terdepan memimpin gerakan moral melawan kejahatan peredaran gelap narkoba.

Haramkan dirimu mengharap penghargaan apalagi imbalan. Perlakukanlah pecandu/korban penyalahgunaan narkoba dengan kasih agar cepat pulih dan kembali ke kehidupan normal.” Kalimat itu sering ditekankannya saat melantik relawan Granat di seantero Republik ini, termasuk di Lampung.

Henry aktif di berbagai organisasi intra maupun ekstra sejak SMP, perguruan tinggi, bahkan hingga sekarang. Beberapa teman Henry menuliskan kesakian, semua aktivitas itu membawa Henry ke ketajaman pemikiran, berpendirian kuat, dan bersemangat.

Sebagai Ketua Umum dan pendiri Granat, Henry dikenal dengan semangatnya yang pantang surut. Dalam banyak penyuluhan antinarkoba, Henry kerap menyuarakan suara tegas seperti ini: Saudara-saudaraku tidak berjuang sendiri karena saya berada pada barisan paling depan di antara kalian.

Henry (ayah 3 anak dan kakek 2 cucu) berayahkan Haji Abdul Muin Dulaimi gelar Kapitan Dalom Mahkota Raja, generasi XIII dari Sai Batin Marga Pugung Penengahan. Sang ayah adalah pejuang dan veteran Pejuang Kemerdekaan RI. Ibunya, Hj. Hayarani gelar Batin Ayu berasal dari Pulau Pisang (Krui) juga pejuang dan veteran pejuang kemerdekaan RI.

Karena adat-istiadat, Sai Batin Marga Pugung Penengahan berkewajiban memberikan gelar Kapitan Mahkota Raja kepada Henry Yoso ketika menikah dengan Rr. Soeltiana Endang Moerniningsih, akrab dipanggil Utiek. Dan karena kepeloporan serta keberaniannya dalam memerangi kejahatan dan sindikat narkotik di Indonesia, Keraton Surakarta Hadiningrat memberikan kehormatan kepada Henry berupa penganugerahan gelar kebangsawanan: Kanjeng Raden Haryo (K.R.H.) pada 26 November 2002 dalam suatu upacara peringatan kenaikan tahta/Tingalan Dalem Jumenengan Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakoe Boewono XII ke-59, yang dihadiri/disaksikan ribuan hadirin termasuk pejabat-pejabat tinggi RI di Keraton Surakarta.

Sepak terjang Henry Yoso di bidang hukum menggelombang sejak 1980-an sampai sekarang. Berbagai perkara besar ditangani dengan sukses. Henry memang amat identik dengan dunia hukum yang digelutinya berpuluh tahun.

Sebagai ahli hukum, tahun lalu Henry menjadi narasumber pemerintah dalam penyusunan uji materi UU Narkotika di Mahkamah Konstitusi (MK) dan sebagai anggota Panitia Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU Perubahan atas UU 22/1997 tentang Narkotik.

Pendapat Henry-lah yang akhirnya dipakai hakim MK untuk tetap memberlakukan hukuman mati. Padahal, lawan debatnya adalah nama-nama besar di dunia hukum, dalam dan luar negeri, seperti Prof. Dr. J.E. Sahetapy. Dr. Todung Mulya Lubis, Racland Nassidiq dari Imparsial, dan Prof. Philips Alston dari New York University School of Law.

Mereka menyatakan Dewan HAM PBB telah menolak hukuman mati karena melanggar hak asasi manusia karena di dalamnya ada unsur penghilangan nyawa. “Hasil dari save guard dan kerja Komisi HAM merupakan standar internasional,” kata Philips. “Hukuman mati sangat bertentangan dengan Pancasila. Saya tetap berkeyakinan hukuman mati tidak akan memberantas peredaran narkotik. Hukuman seumur hidup tanpa remisi jauh lebih baik daripada hukuman mati,” kata Prof. Sahetapy.

Henry membantah, “Kejahatan narkotik termasuk kategori serious crime. Hak untuk hidup tidak bersifat mutlak karena ada pengecualian bagi kejahatan serius. Jika 40 orang tewas setiap hari dan negara dirugikan Rp262 triliun per tahun karena narkoba, apa itu tidak serius?”

Hukum adalah jalan tunggal bagi terciptanya masyarakat yang tertib. Semua sama di mata hukum. Penegakan hukum belum terlalu tampak wujudnya karena kita memang belum konsisten mengoptimalkan fungsi dan kewibawaan lembaga penegak hukum. Selain itu, sistem pelayanan hukum kita belum mengacu ke sistem yang cepat dan berbiaya murah.

Tapi, itu bukan pekerjaan mudah. Itu sebabnya perlu dilakukan pengawasan publik terhadap konsistensi penegakan hukum sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran dan independensi hukum serta dalam pengendalian perilaku penegakan hukum di daerah. n

BIODATA


Nama: K.R.H. Henry Yosodiningrat
Tempat, tanggal lahir: Krui, Lampung Barat, 1 April 1955

Pengalaman:
Pendiri dan Ketua Komite Pembela Hak Asasi Manusia di Yogyakarta (1979); Wakil Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Cabang Jakarta (1984); Wakil Sekjen DPP Ikatan Sarjana MKGR (1985); Ketua DPP Baladika Karya (SOKSI) 1986; anggota Ikatan Advokat Internasional (International Bar Association, IBA) 1986; anggota Ikatan Ahli Hukum se-ASEAN (ASEAN Law Association, ALA) 1987; Sekjen LBH Trisula (SOKSI) 1998; Sekjen Lembaga Keadilan Indonesia (LKI) 1999; Ketua Ikatan Alumni UII Yogyakarta Wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya (1999-sekarang); Pendiri dan Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat) pada 1999; Dewan Kehormatan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) 2000 s.d sekarang; Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) 2007.



Sumber: 
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 298-300.

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart