Profil Pengusaha Sukses Suntiah

Pernah menjadi pengangguran kini pengusaha kaya. Inilah kisah perempuan bernama Suntiah. Berkat sukses booming batik menjadi warisan budaya. Wanita 39 tahun ini memiliki omzet mencapai ratusan juta, bahkan sampai miliaran rupiah. Alkisah dia memulai berbisnis cuma berjualan batik keliling kampung.
Bisnis kecilan
Uang dihasilkan memang tidak banyak berjualan pakaian. Dari uang jualan dijadikan modal kembali ke baju batik lain. Inilah mendorong Suntiah ingin membuat batik sendiri. Cara menjual lewat kredit baju memang dirasanya cepat menarik perhatian masyarakat, meski untung sedikit.
Ia lantas belajar ke pembatik profesional. Uang Rp.300 ribu dijadikan mahar buat belajar membatik. Angka segitu terbilang besar buat keluarganya. Tahun 2000 -an mereka memang hidup serba pas- pasan. Namun semangat belajar dan passion lebih besar dibanding harga segitu.
Sempat berpikir mau tidak jadi. Berpikir lebih baik dibelikan baju jadi buat dijual kembali. “Ilmu itu mahal, dan pasti akan berguna kelak,” Sutiah menyemangati diri. Suami lah yang mengatakan kalimat tersebut. Dan akhirnya dia bersemangat belajar membuat batik sendiri.
Dia belajar dari pembatik asal desa sebelah. Cuma butuh waktu seminggu dirinya sudah mahir. Dia sudah bisa membuat batik sampai jadi. Langsung diparktikan membuat 12 potong kaos batik. Kemudian dijualnya seharga Rp.12 ribu per- buah. Dia menawarkan barangnya ke penjual di kawasan makan Sunan Bonang.
Dia dapat uang sampai Rp.60 ribu. Pokoknya tidak ada rasa malu ketika menawarkan. Suntiah sudah sadar betul konsekuensi menjadi pengusaha. Total modal dikeluarkan Rp.300 ribu dan cuma menghasilkan Rp.60 ribu. Berjalan mulus pesanan dari Sunan Bonang membuatnya sampai kesulitan mencari bahan kaos.
Diketahui dulu tidak ada satupun pabrik pembuat bahan kaos. Agar dapat bahan kaos polos, para pembatik harus menyeberang ke daerah Babat, Lamongan. Itupun hanya seorang penjahit biasa, yang sudah menjadi langganan para pengusaha konveksi besar. Jadi yah Suntiah harus mengantri agar dilayani dibuatkan kaos polos.
Menunggu sampai sore terkadang dia, yang ditemani suami, tidak mendapatkan bahan kaos polos. Penjahit itu mengesampingkan pelanggan baru macam Suntiah. Ketika sudah buntu Suntiah memutuskan membeli mesin jahit sendiri. Dia mendapatkan arisan dan dibelikan mesin jahit dari Surabaya.
Bisnis lebih besar
Dari sekedar membuat kaos batik, usaha Suntiah merambah konveksi batik. Berbekal uang seadanya dibeli satu mesin jahit. Karena menjahit urasan berbeda dengan membatik. Maka Suntiah mengajak penjahit buat ikut bergabung dengan bisnisnya. Namun para penjahit sinis mendengar konsep bisnis Suntiah jelaskan.
Mereka ragu akan kemampuan wanita berjilbab ini. Alhasil, dia harus bekerja sendiri, bersyukur tetangganya ada yang mau mengajarkan menjahit gratis. Dimulailah dia berproduksi aneka konveksi batik sendirian. Batik dibuatnya dan dijualnya sendiri.
“Pokoknya saya punya prinsip itu, kalau ingin berhasil jangan punya rasa malu,” tips Suntiah.
Lambat laun nama usahanya mulai dikenal. Pesanan batik makin banyak berdatangan. Suntiah jadi semakin serius mengerjakan pesanan. Beberapa kali suami memarahi dia karena terlalu serius. Dia bekerja sampai- sampai lupa waktu. Bekerjanya sampai larut malam kurang istirahat.
Namanya pengusaha pengen usahanya semakin berkembang. Iseng Suntiah melakukan eksplorasi dalam hal bahan batik. Dibelinya bahan kain berbeda dalam jumlah banyak. Sayang, tahun 2003 itu, malah dia jadi gulung tikar lantaran kainnya tidak dapat dibatik. Kain jenis baru tersebut tidak cocok dibuat batik katanya.
Dia ternyata tergiur harga murah. Memang kelihatan bagus tetapi ternyata malah bikin susah. Modal usaha ia keluarkan langsung hangus tidak bersisa.
Tidak ada pengusaha tanpa masalah. Itulah kenapa mental baja dibutuhkan termasuk dalam dirinya. Suntiah memang memiliki mental baja buat bekerja. Tekatnya merintis bisnis kembali dari awal. Lalu dia menyamblon kain yang tidak bagus itu seadanya. Kemudian dijualnya semurah mungkin agar cepat laku.
Masuk tahun 2007, dia nekat mengajukan modal usaha, kepada PT. Semen Gresik atau Semen Indonesia sekarang, yang mana nilai modal usaha tidak dijelaskan. Berkat itulah usahanya dijalankan kembali dengan tekat membenahi semua. “Sempat akan gulung tikar tahun 2003,” imbuhnya.
Dia mulai mengikuti pameran dari perusahaan tersebut. Jaringan bisnis Suntiah dibangun sampai keluar Kota Tuban. Disanalah dia mulai dikenal sampai ke Jakarta, Surabaya, Bandung, Kalimantan. Inilah batik yang diberinya nama batik Royyan Batik. Dan omzetnya kini sudah mencapai angka Rp.1 miliaran lebih.
Tidak berhenti keinginan besar Suntiah adalah batik khas Tuban. Untuk mengembangkan budaya membatik, ia mengajarkan cara membatik ke banyak anak muda. Beberapa sekolah sudah mengirimkan anak didiknya buat belajar membatik. Maksud hatinya melakukan regenerasi pembatik Tuban agar tetap bertahan.
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky