
Citra Persada, Pengamat dan Konsultan Pariwisata
PROVINSI Lampung mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Kunjungan Wisata ke Lampung (Visit Lampung Year 2009). Namun, banyak kalangan meragukan kesungguhan pemerintah dalam program ini.
Sejak tahun 2007, Visit Lampung Year (VLY) 2009 sudah direncanakan. Pada Maret 2008, soft launching program itu dilakukan untuk merespons atau setidaknya mendukung program nasional, Visit Indonesia Year 2008 yang dicanangkan pemerintah pusat. Dan event-event pariwisata sudah dilaksanakan.
Pada pengujung 2008, rencana itu dimatangkan kembali dengan digelarnya grand launching VLY 2009. Bendera start benar-benar sudah dikibarkan. Tetapi tampaknya, pemerintah masih belum padu dengan stakeholder, antara lain dunia usaha yang berkait dengan industri pariwisata.
Kini, tahun 2009 sudah hadir. Suasana kemeriahan pesta tahun baru yang juga merupakan event pariwisata membuka VLY 2009. Apakah kemeriahan pariwisata Lampung dapat melanjutkan kemeriahan pesta tahun baru 2009?
Untuk memberi gambaran potensi, prospek, pengelolaan, dan dukungan lain terhadap pariwisata Lampung dengan VLY-nya, wartawan Lampung Post Sudarmono mewawancarai pengamat dan konsultan pariwisata Ir. Citra Persada, M.Sc. Berikut petikannya.
Pariwisata. Banyak daerah atau negara mengandalkan sektor ini sebagai salah satu program unggulan. Apa sebenarnya keunggulannya?
Ya, pariwisata menjadi sektor primadona karena keunggulannya dalam banyak hal. Pertama, pariwisata merupak bidang jasa yang mudah menghasilkan uang, bahkan uang banyak. Mengapa? Sebab, harga sebentuk layanan pariwisata amat relatif.
Kedua, pariwisata identik dengan keindahan dan tatanan masyarakat yang ideal. Artinya, pada daerah wisata yang mapan, daerah itu relatif akan menjadi daerah yang tertib, aman, ramah, peduli, dan menyejukkan. Ini keunggulan pariwisata.
Apakah itu akan berimbas kepada kesejahteraan rakyat? Sebab, kini kesejahteraan rakyat Indonesia relatif rendah?
Untuk diketahui, pada 2020, diperkirakan ada 1,6 miliar orang akan melakukan perjalanan wisata di seluruh dunia. Data prakiraan itu, antara lain berasal dar Eropa Timur (717 juta), Asia Timur (397 juta), dan Amerika Serikat (282 juta). Mereka membutuhkan jasa layanan yang paripurna. Dan ini suatu peluang besar bagi daerah yang memiliki potensi pariwisata. Saya kira Lampung harus mengambil peluang itu lebih dari sekadar menjalankan rutinitas.
Bagaimana kondisi pariwisata di Lampung?
Ya, secara nasional, Lampung memang masih berada di klasemen bawah sebagai daerah tujuan wisata (DTW) Indonesia. Padahal, potensinya sangat besar.
Tetapi, situasi pariwisata sangat dipengaruhi kondisi global dan nasional. Kita masih ingat, sebelum 1997, pariwisata nasional berkembang pesat. Krisis ekonomi melanda, pariwisata melemah. Lalu, tahun 2000 mulai pulih. Belum pulih betul, ada tragedi WTC (menara kembar World Trade Centre di New York ditabrak pesawat, red) pada 2001. Lalu, ada peristiwa bom Bali (2002 dan 2005), lalu ada tsunami Aceh 2004. Tahun 2006–2007 mulai bangkit. Tetapi, akhir 2008 kembali terjadi krisis keuangan global. Ini berpengaruh.
Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) tahun 2007 ke Lampung 8.832 dan wisatawan nusantara (wisnus) 1.176.581. Tahun 2008 diperkirakan meningkat. Dikhawatirkan tahun 2009 wisman akan turun lagi dan wisnus tetap naik. Target kunjungan optimistis 2 juta untuk VLY 2009 bisa tercapai jika agenda yang direncanakan dijalankan bersama-sama pemangku kepentingan. Tahun 2008 saja wisman diperkirakan 9.000 orang dan wisnus 1,3 juta orang.
Melihat grand launching pertengahan Desember lalu, seperti kurang gereget, apa komentar Anda?
Mungkin, pertanyaan itu bisa dilengkapi dengan pariwisata Lampung untuk siapa? Apakah untuk masyarakat, pemerintah atau untuk dunia usaha. Ini yang tidak terjawab dalam konteks VLY.
Kalau untuk masyarakat, seharusnya pakai cara pandang masyarakat, artinya harus ada dampak positif (ekonomi) pada kelompok masyarakat banyak (industri kecil, restoran, rumah makan, homestay, dll.). Kalau untuk dunia usaha (sektor pariwisata), apakah memang sudah melibatkan mereka dalam berbagai perencanaan dan kegiatan? Kalau saya lihat, ini masih cenderung untuk pemerintah. Yang dipakai adalah kacamata proyek.
Dengan pencanangan VLY 2009, apa yang baru di Lampung?
Yang baru? Saya kira cuma kepala dinasnya, haha….
Jadi?
Ya, berjalan begitu saja. Sebab, memang pariwisata tanpa dibuat program seperti VLY pun tetap berjalan. Tanpa ada kebijakan dari pemerintah pun, pariwisata itu tetap ada. Sebab, orang butuh rekreasi, butuh suasana baru, dan mereka harus dilayani.
Tetapi, untuk menjadikan suatu daerah memiliki keunggulan pariwisata, tidak bisa berjalan seperti begitu, apa adanya. Peran pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dan perangkan pendukung lain sangat menjadi kunci. Sebab, pariwisata melibatkan multifaktor yang sangat erat. Dan jika itu dilakukan, imbal baliknya kepada kesejahteraan rakyat sangat besar dan cepat.
Anda menilai pemerintah di Lampung belum mengambil prakarsa itu?
Belum. Yang ada hanya seremonial belaka. Kalaupun ada event atau program, orientasinya sangat bias. Ya, itu tadi, proyek.
Jadi, kalau ada peningkatan jumlah wisman ke Lampung dari tahun ke tahun, saya pikir itu adalah prestasi para pengusaha pariwisata yang menawarkan program-program secara mandiri. Para pengusaha biro perjalanan itu berjalan sendiri. Tetapi, setelah ditotal dan ketemu angka kunjungan wisman sekian, misalnya, yang dapat nama adalah pemerintah. Padahal, peran pemerintah sangat kurang.
Apa kendalanya di pemerintahan?
Ya, kelembagaan yang lemah. Ada Komite Pariwsata yang ide awalnya adalah tourism board, tetapi dalam perjalanannya kurang optimal juga karena kurangnya keterlibatan stakeholder pariwisata dalam lembaga ini. Promosi dan pemasaran tidak pernah devalusi efektif atau tidak. Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota rutin melaksanakan promosi ke berbagai daerah dalam dan luar negeri, tetapi nyatanya justru mereka hanya berwisata, bukan berpromosi.
Sebenarnya, apa yang bisa dijual Lampung?
Hakikat pariwisata itu kan adanya keunikan/kekhasan dan hubungan antarmanusia (budaya). Sedangkan roh pariwisata adalah hospitality atau keramahtamahan yang meliputi hangat, hormat, persahabtan, dan persaudaraan. Dan ini sesungguhnya sangat banyak dimiliki Lampung.
VLY 2009 sudah direncanakan sejak 2007, tetapi ketika masuk 2009, seperti tidak bergema. Apa komentar Anda?
Saya tahu VLY 2009 ini sudah disiapkan sejak November 2007. Saya pernah mengusulkan tiga langkah yang harus segera dilakukan. Pertama, sosialisasi ke berbagai lapisan. Kedua, persiapan infrastruktur secara menyeluruh di kabupaten/kota (paling tidak dapat dianggarkan pada 2008). Dan ketiga, menyepakati fokus kawasan wisata mana yang akan diunggulkan.
Semua sepakat, tetapi pada perjalanan prakteknya, itu tidak dilaksanakan. Ya, sudah. Saya tidak punya hak untuk selanjutnya.
Ada persoalan pendanaan, mungkin?
Itu mungkin saja. Yang saya sayangkan, dana yang ada justru dialokasikan untuk hal yang tidak begitu penting. Saat grand launching, misalnya, itu kan diharapkan dihadiri masyarakat banyak. Tetapi, dananya justru digunakan membuat kaus dan atribut lain yang kemudian dibagikan kepada para pejabat dan pegawai dinas. Sementara itu, masyarakat yang diminta datang tidak dapat apa-apa dan hanya mendengar sambutan-sambutan. Ini yang saya tidak habis pikir.
Memang besarnya dana tidak menjamin suksesnya Visit Lampung. Saya ambil contoh Visit Musi yang menghabiskan Rp18 miliar dan persiapan sejak 2001, tetap saja tidak maksimal. Karena masyarakat tidak merasakan dampaknya, infrastruktur tidak siap karena jalan ke objek wisata sempit dan rusak, masyarakat belum sadar wisata.
Apa yang harus dilakukan sekarang dalam VLY 2009?
Segera berbenah karena tamu sudah telanjur diundang pada 2009. Susun rencana untuk setahun bersama-sama stakeholders, bagi tugas dan tanggung jawab. Pemerintah Provinsi, kabupaten/kota mengadakan pertemuan dengan stakeholders untuk bekerja sama menyambut tamu. Road show ke kabupaten/kota, ekspose dengan bupati dan wali kota apa rencana tiap daerah.
Untuk informasi, Hotel Sheraton akan kedatangan tamu Jepang dan India sebanyak 90 orang untuk menyaksikan gerhana di Ngaras. Apa yang bisa Pemerintah Provinsi lakukan atau Kabupaten Lampung Barat siapkan atau Tanggamus yang akan mereka lewati. Mungkin ada hospitality dari Bupati Tanggamus untuk mengundang calon wisatawan coffee morning sambil menyaksikan tarian setempat?
Bekerja sama dengan pihak keamanan. Kan sudah ada polisi pariwisata dan mobil polisi pariwisata di Bandar Lampung. Ini tentu dapat menjadi pusat informasi berjalan di samping member rasa aman dan menjaga keamanan.
Benahi bandara dan pelabuhan serta terminal. Para petugas di pintu masuk tersebut diminta peduli dengan tamu yang datang sebagai wisatawan sehingga dapat membantu dan memberi pelayanan yang lebih baik. Contoh, cek kamar mandi Bandara Radin Inten II karena terakhir saya ke sana kunci toiletnya rusak. Tebarkan senyum.
Ada lagi?
Dinas Pariwisata setempat hendaknya keliling mengecek persiapan setiap produk wisata yang diunggulkan di daerahnya.
Adakan pertemuan dengan PT, yang mempunyai link dengan luar negeri untuk mengundang teman, kolega seminat atau penelitian di Lampung dan list kemudahan atau hospitality apa yang dapat diberikan pemerintah jika mereka datang (seminar internasional, kesenian, olahraga, forum bisnis, sosial, dll.).
Dari sisi masyarakat?
Di masyarakat harus dibangun kepedulian tentang pariwisata Lampung. Jaga keamanan, kenyamanan di tempat-tempat umum. Jangan sampai tamu tahu kekurangan. Yang ditonjolkan hal-hal yang positif. Undang teman dan relasi untuk datang ke Lampung. Begitu… n
BUKIT Tinggi, Sumatera Barat. Kota dengan Jam Gadang sebagai ikon itu memang daerah tujuan wisata yang cukup menarik perhatian. Sejak lama, daerah wilayah pegunungan nan sejuk itu selalu didatangi wisatawan, baik domestik maupun dari mancanegara. Kota itu adalah tempat lahir dan besar Ir. Citra Persada, M.Sc.
“Sejak kecil, saya sudah akrab dengan bahasa Inggris. Ayah dan ibu saya guru Bahasa Inggris. Dan sering ada bule (wisatawan mancanegara, red) datang ke Bukit Tinggi kekurangan atau kehabisan uang, mereka datang ke sekolah ayah saya menjadi native speaker atau mengajar. Jadi, saya sangat familier dengan bahasa Inggris,” kata istri mantan Bupati Lampung Timur, Irfan Nuranda Djafar, Jumat (2-1).
Latar belakang kehidupan masa kecilnya, kata Citra, sangat berpengaruh terhadap perjalanan hidupnya. Ayah ibunya yang pendidik mengantar mentalitasnya menyatu dengan atmosfer pendidikan. Selain itu, daya dukung lingkungan juga sangat besar. “Orang tua saya sangat mementingkan pendidikan. Dan orang-orang Bukit Tinggi memang sejak lama dikenal sangat banyak yang menuntut ilmu ke Jawa, bahkan ke luar negeri,” kata dia.
Selepas SMA di Padang, tahun 1984 ia diterima di Institut Teknologi Bandung pada Fakultas Teknik dengan Jurusan Planologi. Kemampuan menyerap ilmu perencanaan mendorong dosen pembimbingnya, Mira Gunawan, untuk mengajak dalam beberapa penelitian. “Lalu, saya terlibat penelitian untuk pembuatan masterplan pariwisata Indonesia. Saya juga diajak merintis program perencanaan tata ruang pariwisata,” kata dia.
Meski lulus sebagaiu sarjana perencana tata kota, ketertarikannya dengan bidang pariwisata sangat besar. Sebab, beberapa tugas penelitian dalam bidang pariwisata telah mengantarnya keliling Indonesia untuk mengobservasi ke tempat-tempat wisata. Salah satunya ke Lampung hingga bertemu dengan seorang jejaka bernama Irfan Nuranda yang kemudian mempersuntingnya menjadi istri.
Diterima menjadi dosen pada Fakultas Teknik Unila, Citra tetap lebih tertarik kepada studi kepariwisataan. Gelar masternya diperoleh pada 1999 di University of Surrey, Guildford, Inggris dengan konsentrasi pada perencanaan dan pembangunan pariwisata. “Memang saya mengajar perencanaan tata kota di Unila. Tetapi, ilmu kepariwisataan menjadi nilai tambah bagi mahasiswa. Sebab, fakultas itu belum ada di Unila.”
Sebagai dosen, ia tampaknya masih kekurangan kegiatan untuk menuangkan ilmu dan dinamisnya gerak. Maka, ia masih sangat intens dalam studi dan penelitian dalam bidang tata ruang kota dan masterplan pariwisata untuk beberapa daerah di Lampung. Berbagai simposium, diskusi, seminar, dan kegiatan keilmuan yang bersinggungan dengan bidang tata ruang dan kepariwisataan masih terus diburu dan memburu. Diburu dalam arti dia masih menyempatkan diri mengikuti event-event skala nasional dan regional sebagai peserta. Memburu dalam arti, ia sering diminta untuk menjadi pemateri.
Selain itu, ia juga menjadi ketua Yayasan Sekolah Alam yang mengelola pendidikan tingkat TK dan SD di bilangan Way Huwi, Lampung Selatan. Ia tertarik dengan bidang ini karena ketidakpuasan dengan model sekolah konvensional yang lebih mengedepankan aspek intelligence quotient (IQ). Sementara sisi emotional quotient (EQ) dan spiritual quotient (SQ) kurang mendapat perhatian.
“Ini saya sadari saat saya mau mencarikan sekolah TK untuk anak saya. Maka, saya mencari alternatif. Saya ketemu satu model di Jakarta, lalu saya pelajari, kemudian saya mendirikan sekolah alam. Ini jawabannya,” kata ibu tiga anak (satu meninggal dunia) ini.
Tentang harmoni keluarga, meskipun mempunyai suami politisi, Citra mengaku tidak tertarik dengan politik. “Keluarga kami sangat demokratis dan punya komitmen bersama. Kami menjaganya dengan rutinitas sarapan dan makan malam bersama. Kalau makan siang, sulit karena anak saya makan di sekolah dan mobilitas suami saya sangat tinggi. Di meja makan itulah kami bangun komunikasi,” kata dia.
Bergerak dinamis dengan prestasi yang cukup luar biasa, Citra Persada hanya punya obesesi sederhana. “Saya hanya takut jika hidup ini tidak bermanfaat bagi orang lain. Demikian pula, saya sangat bahagia jika bisa membantu orang lain dari masalahnya.” Sungguh mulia…. n SUDARMONO
BIODATA
Nama: Ir. Citra Persada, M.Sc
Pekerjaan: Dosen Fakultas Teknik Unila
Kelahiran: Bukit Tinggi, 8 November 1965
Suami: Ir. Irfan Nuranda Djafar, C.E.S.
Anak:
1. Alifa Farras Irfani (15)
2. Rohyan Syakura (alm.)
3. Anggo Hamidi Syafiq (9)
Pendidikan:
– SD Franciscus Bukit Tinggi (1977)
– SMPN 1 Bukit Tinggi (1981)
– SMAN 2 Padang (1984)
– S-1 Institut Teknologi Bandung(1990)
– S-2 University of Surrey, Inggris (1999)
Organisasi:
– Ketua Tim Penggerak PKK Lampung Timur (2000–2002)
– Ketua Dekranasda Lampung Timur (2001–2002)
– Ketua Dewan Pendidikan Lampung Timur (2002-2003)
– Ketua Bidang Kerjasama Ikatan Ahli Lanskap Indonesia (AILI) Lampung (1999–2004)
– Ketua Yayasan Sekolah Alam Lampung (2003–sekarang)
– Sekretaris Komite Pariwisata Lampung (2004–sekarang)
– Wakil Ketua I Ikatan Ahli Perencana (IAP) Lampung (2006–sekarang)
Sumber:
Profil, Lampung Post, Minggu, 4 Januari 2009
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky