Bambang Eka Wijaya: Menulis Biar Orang Tertawa karena Senang

Bambang Eka Wijaya
Pemimpin Umum Harian ‘Lampung Post’

HAI teman-teman, pada Kamis (5-5) lalu, kami reporter cilik Lampung Post mewawancarai salah satu tokoh media cetak di Lampung, siapa lagi kalau bukan Bapak Bambang Eka Wijaya. Dari hasil wawancara ini, kami jadi tahu deh tugas-tugas utama seorang wartawan.

FOTO-FOTO: LAMPUNG POST/ZAINUDDIN

Sebelumnya, kita kenalan dulu ya. Saya Nurul Uswatun Kh. dari SD Al Azhar 2, teman saya Dewi Amarto dari SD Al Azhar 1, dan Laili Devinka dari SD Al Kautsar Bandar Lampung.

Teman-teman, kami lanjutkan ceritanya ya? Kami diterima Pak Bambang pada pukul 15.00. Saat wawancara Pak Bambang, kami surprise juga, ternyata Pak Bambang orangnya seru juga ya. Suka cerita termasuk cerita masa kecil beliau, dari menjadi anak koran sampai menjadi bos media terbesar di Lampung. Mau tahu ceritanya? Ini petikannya.

Sejak kapan Bapak mulai menulis?


Sebelumnya saya cerita dulu ya masa kecil saya. Saya anak orang susah. Ibu saya pedagang gorengan, sementara ayah saya pekerja di perkebunan. Saya lahir 6 Oktober 1967 di Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Nah, dari kecil saya memang punya cita-cita jadi penulis. Mengapa demikian? Sebab, sedari kecil saya suka membaca koran. Ibu saya yang penjual gorengan selalu menyediakan dua eksemplar koran di warungnya setiap hari: Harian Waspada dan harian Mimbar Umum.

Hobi saya ya menulis, jadi saat masih sekolah juga saya sudah mulai menulis puisi dan dikirim ke koran Sumatera Utara itu. Banyak koran, dulu ada Waspada, Waspada Truna (untuk remaja), Mimbar Umum, Mimbar Truna (untuk remaja), dan masih banyak lagi. Jadi kalah kita di sini dengan koran-koran di Medan, dulu koran-koran di Medan itu sudah nyiapin edisi untuk remaja.

Sejak zaman SMP hingga SMA saya mulai rajin menulis dan saya kirimkan ke beberapa koran, termasuk Waspada. Dari puisi hingga artikel saya tulis. Itu pula yang menyebabkan usai saya lulus SMA saya dipanggil redaksi Waspada untuk bekerja di sana.

Tema apa yang paling berkesan untuk Bapak tulis?


Saya suka menulis tentang kemiskinan. Karena saya berasal dari keluarga miskin. Tapi saya ingin anak-anak kita terbebas dari kemiskinan, tidak mengalami masa kecil seperti saya.

Motivasi Bapak menjadi seorang penulis apa, Pak?


Untuk berbagi pengetahuan, menuangkan pikiran dan inspirasi. Cara mengisinya dengan belajar dan selalu rajin membaca.

Sudah berapa episode rubrik Buras yang Bapak tulis?


Saya sudah menulis 4.316 tulisan di rubrik Buras, rata-rata tertulis tentang aktualitas yang mengalir dan masih hangat dibicarakan.

Ada tidak Pak yang pernah marah karena tulisan Bapak?


Hahahaha. Ya alhamdulillah hingga saat ini belum ada satu orang pun yang tersinggung karena tulisan saya. Karena dalam menulis saya tidak pernah langsung menunjuk pihak tertentu dan yang dibahas pun bukan pokok persoalannya. Saya hanya mengambil persoalan yang aktual, kemudian saya bahas metode persoalannya. Mengapa dan bagaimana seharusnya.

Bagaimana Bapak bisa menulis Buras setiap hari?


Ya, tentunya karena saya rajin membaca berita-berita yang aktual setiap harinya. Karena Buras itu kan artikel yang membahas persoalan-persoalan yang sangat aktual dan banyak dibicarakan orang. Contohnya, sekarang orang bicara soal Osama bin Laden, maka besoknya saya tulis tentang Osama bin Laden.

Menulis itu jika diibaratkan seperti menuangkan isi teko ke dalam cangkir. Bagaimana cangkir bisa diisi jika tekonya tidak ada isinya. Begitu pula dengan menulis artikel. Nah, agar terus berisi, saya suka membaca buku dan mengkliping koran sejak dulu. Ketika saya pindah dari Medan ke Jakarta, 14 peti kliping koran saya bawa ke Jakarta.

Pak, apa sih hal yang paling sulit dalam membuat Buras di Lampung Post ini?


Hal yang paling sulitnya adalah membuat orang tertawa. Orang butuh ketawa karena ketawa itu menyegarkan. Kalau serius terus malah pusing. Mana hidup pusing ditambah pusing lagi. Yang penting bisa membuat orang seneng saja. Makanya pelawak itu mahal karena dibayar mahal juga.

Menurut Bapak, apa pentingnya media bagi pembangunan?


Wah, sangat penting sekali. Media itu pilar keempat dalam negara demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Makanya, koran itu mesti ada di setiap negara. Koran diperlukan sebagai sumber informasi bagai masyarakat. Mewakili suara rakyat dan menginspirasi rakyat.

Nah, dalam hal ini ada empat hal fungsi media dalam pembangunan. Pertama, menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat. Informasi itu digunakan masyarakat untuk menentukan sikap. Kedua, media juga dapat menghibur masyarakat agar tidak jenuh dan tegang.

Bahkan ada beberapa jenis media, seperti televisi yang isinya hiburan semua. Ketiga, media juga memiliki fungsi sebagai kontrol sosial dengan cara memberikan kritik kepada pemerintah agar pemerintah menjalankan fungsinya dengan benar. Nah yang keempat adalah kultural edukatif, dengan membaca masyarakat akan belajar berbudaya.

Pak, apa sih pentingnya jurnalistik pada anak-anak?


Jurnalistik pada anak-anak itu penting karena anak-anak itu juga sudah sering ikut membaca koran. Jurnalistik itu sendiri kan untuk menyampaikan sesuatu dalam komunikasi. Jadi, jurnalistik mengajarkan anak-anak bercerita kepada teman-temannya dengan benar. Jurnalistik itu kan apa yang disampaikan pesan ditulis dengan benar sehingga orang benar menerimanya dan mendapat respons (tanggapan) yang benar pula.

Apa sih pesan dan kesan Bapak untuk anak-anak, khususnya di Lampung?


Rajin belajar, turut dan taat pada orang tua ibu dan bapak, percaya pada guru, dan selanjutnya banyak belajar kepada masyarakat. Sebab, masyarakat tempat belajar yang paling utama…dan kehidupan ya. Yang nyata kita belajar kepada masyarakat.

Terima kasih banyak ya Pak Bambang. Bincang-bincang dengan Bapak dapat banyak ilmu nih.


Nah, teman-teman, siapa yang punya cita-cita mau jadi penulis hayo? Sudah dapatkan ilmunya? Makanya mulai sekarang banyak-banyak membaca seperti Pak Bambang.

Suka Duka Menjadi Seorang Anak Koran

TEMAN-TEMAN, di sela-sela wawancara Pak Bambang sempat cerita lo tentang masa kecil beliau. Wah ternyata bos koran Lampung Post ini dulunya adalah anak koran. Itu lho, anak-anak yang biasa menawarkan koran di pinggir-pinggir jalan.

Menurut Pak Bambang, sejak sekolah dasar beliau sudah menjadi anak koran. Bahkan, cara Pak Bambang dulu terbilang unik. Setiap berita utama dibaca kuat-kuat, agar menarik pembeli yang mendengar. Hihi, kreatif juga ya Pak Bambang ini.

Menurut Pak Bambang, menjadi anak koran itu sungguh menyenangkan. Terutama karena dengan menajdi anak koran Pak Bambang lebih dahulu tahu tentang segala informasi daripada orang lain. Karena anak koran zaman dulu suka membaca koran, tidak seperti anak koran zaman sekarang yang belum tentu tahu apa isi berita di koran.

Pak Bambang bilang menjadi anak koran itu juga belajar mandiri. Karena penghasilan yang didapat bisa memenuhi kebutuhan sendiri. “Tiap hari kita bisa megang uang. Apa saja bisa dibeli waktu itu,” kata Pak Bambang.

Tapi, kira-kira apa yah suka dukanya menjadi anak koran itu?

“Dukanya kalau lagi mau jualan koran hujan, jadi enggak bisa jualan koran. Koran enggak laku, ya enggak dapet penghasilan,” ujar pak Bambang.

Lalu kira-kira bagaimana ya cara Pak Bambang membagi waktunya? Beliau mengatakan setiap pagi beliau sekolah, siang membantu ibu di warung, kemudian sore berjualan koran. Nah, malam dipakai untuk mengaji dan belajar. Hayoo, temen temen suka membantu ibu tidak di rumah? Pasti suka membantu semua kan? hehehehe. (Nurul, Dewi, Laili)

Bedah ‘Lampung Post’: Wah Wah Wah…

INI nih salah satu hal yang paling menyenangkan usai wawancara dengan Pak Bambang. Beliau berkenan mengantarkan kami untuk berkeliling Lampung Post. Wiih, banyak sekali ruangannya. Kami sampai bingung menghapalnya.

Setelah keluar dari ruangan Pak Bambang sebagai pemimpin umum, kami diperlihatkan ruangan-ruangan lainnya; ruangan wakil pemimpin umum, ruangan pemimpin perusahaan, ruangan keuangan, bagian umum, audit. Banyak deh pokoknya.

Teman teman, kami juga berkesempatan loh masuk ke perpustakaan Lampung Post. Di sana buku buku dan dokumentasi lainnya berjejer rapi dalam rak dan lemari yang besar-besar. Pak Bambang memperlihatkan kepada kami dokumentsi terbitan Lampung Post tahun 1975. Bentuknya lebih kecil dari yang sekarang. Karena sudah termakan usia, kertasnya menguning dan lapuk. Kita harus hati hati membuka halamannya. Wah sudah tua sekali yah Lampung Post.


Nah, tempat yang tak kalah seru adalah ruang redaksi, luas bener ruangannya. Di sana banyak tempat duduk dan meja beserta komputer yang di sekat-sekat. Kami sempat diperkenalkan Pak Bambang dengan Om Adian Saputra. Kata Pak Bambang, Om Adian dan teman-teman di Kompartemen Bahasa inilah yang memperbaiki naskah berita dari segi bahasanya.

Selanjutnya Pak Bambang mengajak kami untuk mengunjungi ruang artistik. Di sini foto dan berita disusun sedemikian rupa agar tampak seperti halaman yang biasa kita baca di rumah. Hayo, siapa yang suka baca koran di rumah, tunjuk tangan.

Nah teman-teman, tibalah kami bertiga di ruangan percetakan. Wah wah wah, mesin cetaknya besar sekali. Di sinilah proses perbanyakan koran dilakukan. Setelah koran dicetak. Barulah bisa didistribusikan ke seluruh penjuru Lampung hingga bisa sampai ke tangan para pembaca Lampung Post, termasuk teman teman kan? Hehee…. (Nurul, Dewi, Laili)



Sumber:
Reporter Cilik, Lampung Post, Minggu,  8 Mei 2011

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart