![]() |
|
Ari Darmastuti |
SELALU menetapkan prioritas dan melakukan tugas dengan maksimal, itulah yang selalu dilakukan perempuan kelahiran Bantul 52 tahun lalu. Berlatarbelakang keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan, dia selalu berusaha menikmati apa yang dia jalani.
Dialah Ari Darmastuti. Keaktifan orang tuanya dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan, menurun pada semua anak-anaknya. Ari Darmastuti menghabiskan masa sekolahnya mulai dari SD hingga tingkat atas di Wonosari, sebuah kecamatan di Gunungkidul, Jogjakarta.
Sejak di bangku sekolah, Ari Darmastuti selalu mendapatkan peringkat terbaik dan menjadi juara umum. Bahkan, ketika Ari bersekolah di SMAN 1 Wonosari Gunungkidul pada 1975 hingga 1979, dia mendapatkan nilai tertinggi dari semua jurusan yang ada di SMA-nya ketika itu.
Bukan hanya prestasi di bidang akademik, keaktifan Ari dalam berorganisasi memang sudah dia mulai ketika mendapatkan tugas sebagai ketua koperasi SMPN 1 Wonosari. Saat dia duduk di bangku SMA, wanita berjilbab ini sebagai pengurus OSIS serta menjadi ketua majalah dinding sekolah.
Berlatar belakang orangtuanya yang berprofesi sebagai pendidik dan pencinta seni, serta olahraga, membuat Ari juga menyukai hal-hal yang berbau seni dan olahraga. Hal itu dapat dilihat keaktifannya dalam mengikuti organisasi seni dan olahraga, seperti bulu tangkis, catur, panahan, paduan suara, dan teater. Bahkan, ibunda Ari melatih anak-anak di sekitar rumahnya bermain angklung. Ari dan saudari kandungannya pun sempat membuat kelompok kulintang.
Tentang sastra, sekali waktu Ari berujar, “Saya kangen bermain teater, berkesenian. Membaca dan menikmati karya sastra itu mengasyikkan. Saya juga menulis puisi. Pengen juga mengumpulkan sajak-sajak dan membukukannya.”*
Sejak kecil, putri pasangan dari Abu Daldiri dan H. Syamsikin itu bercita-cita ingin menjadi politisi. Sehingga, dia putuskan untuk melanjutkan pendidikan S-1 nya pada Ilmu Pemerintah Fisipol UGM di pada 1979 hingga 1984. Lima tahun mengenyam pendidikan di UGM, mendewasakan dia dalam hidup. Ari menganggap masa muda adalah masa untuk berpetualang. Dia habiskan waktunya untuk aktif terlibat dalam berbagai organisasi kemahasiswaan.
Menjadi senat fakultas serta ketua Korps HMI-Wati (KOHATI) Fisipol UGM tak membuatnya puas untuk lebih aktif lagi untuk masyarakat. Bersama rekan-rekannya membentuk pengajian keluarga muslim Gunungkidul. Dia juga terlibat dalam aktivitas jurnalistik, bekerja part time di bagian sekretariat majalah mingguan Eksponen yang dibentuk Angkatan 66 di Jogjakarta.
Hacking, musik, dan olahraga tak pernah tertinggal dari hidupnya, hingga Ari berhasil mewakili fakutas dan medapatkan juara pertama pada pertandingan tenis putri di UGM. Jiwa petualang Ari tak hanya itu. Dia bahkan pernah menjelajah Kaliurang selama empat hari dan berjalan kaki dari Jogja menuju Wonosari sejauh 40 kilometer, ketika mendapatkan kabar kalau dia lulus di Fisipol UGM.
Sekalipun Ari aktif dalam berbagai aktivitas ekstrakulikuler, tak pernah dia melupakan kewajiban kuliahnya. Sehingga, ketika ujian datang, dia akan lebih memprioritaskan kuliahnya daripada kegiatan lainnya.
“Saya sangat menikmati kuliah saya, suasana yang menyenangkan, iklim akademik yang hidup, persaingan yang ketat, teman-teman yang kompak. Semua membuat saya santai untuk menjalaninya,” kata Ari.
Februari 1985, Ari Darmastuti menginjakkan kakinya ke Lampung dan bergabung dengan Universitas Lampung (Unila) sebagai dosen luar biasa. Ketika itu, atas rekomendasi seorang temannya, Dr. Suwondo yang sedang berkunjung ke Jogjakarta, menawarkan dia untuk melamar pekerjaan di Unila.
Apalagi, saat itu, Fakultas Ilmu Pemerintahan dan Sosiologi Unila baru saja dibuka. Dengan restu orang tua, Ari memberanikan diri merantau ke Lampung diantar ayah dan kakaknya. Dia pun akhirnya menemui jodoh pada tahun berikutnya, 1986.
Kuliah Sambil Mengurus Anak
![]() |
Ari Darmastuti (ketiga dari kanan) bersama dengan Senator Damon Thayer (tengah) di Kentucky House of Representative. |
Pada 1992, Ari Darmastuti melanjutkan pendidikan S-2 nya di Iowa State University, Amerika Serikat, jurusan Political Science. Saat dia di Amerika banyak pengalaman yang didapatkan. Dia banyak belajar kultur baru serta sistem belajar yang berbeda dengan Indonesia. Hal itu mengharuskan dia harus belajar lebih ekstra.
“Ketika sekolah di Amerika saya melahirkan, sehingga benar-benar harus kuat. Tugas kuliah yang banyak dan mengurus anak kecil. Beruntung saat itu suami menyusul
saya ke Amerika dan membantu sekali saat di sana,” kata dia.
Ari juga menceritakan sistem pendidikan di Amerika mendidik kita untuk berpacu dalam prestasi. Sukses itu ditentukan kemampuan kita. Kalau kita ingin cepat lulus semua orang yang mau belajar pasti lulus. Tidak ada hambatan sistem di sana, seperti dosen yang susah ditemui. Bahkan, 24 jam dosen tersedia untuk bimbingan belajar.
Dia bahkan ditanya dengan pembimbingnya. Dosennya bilang saya mau lulus berapa lama. Saya jawab kalau bisa satu semester Bu. “Dan, pembimbing saya menyetujui, tapi itu luar biasa usahanya, tidak ada alasan untuk tugas. Dulu saya belum mengerti regresi komputer. Beruntung, ada teman-teman sesama warga Indonesia dari komputer science yang membantu,” kata dia.
Ari mengakui, kondisi seperti itu harus siap. Terkadang dia juga mengalami tekanan. Bantuan suaminya merupakan hal luar biasa baginya.
“Suasana seperti itu saya harus siap, saya hamil lalu melahirkan memacu saya harus lulus master apapun kategorinya,” kata dia.
Ketika di Amerika, Ari aktif dalam kelompok pengajian Persatuan Mahasiswa Indonesia Amerika Serikat (Permias). Hal menarik yang tidak ia lupakan, ketika pasca melahirkan, ia tidak bisa memasak, sehingga para ibu-ibu Permias tersebut, bergantian memasakkan untuknya, terasa sekali kekeluargaannya.
Dia menceritakan dari awal datang ke Amerika, dia sadar negara yang dikunjungi bukanlah negara muslim. Di mana, makanan halal tidak mudah dia temui. Beruntung, di samping apartemennya terdapat supermarket milik orang Arab yang menjual makanan. Sekalipun harganya dua kali lipat mahalnya daripada makanan di supermarket biasa. “Saya selalu waspada terhadap makanan, sekalipun mahal biar Allah yang bayar,” kata dia.
Perempuan Indonesia Harus Maju
Saat dia kembali mengajar di Unila setelah lulus S-2 pada 1994, ibu empat anak dan 3 cucu itu aktif sebagai ketua Pusat Studi Wanita (PSW) mulai 1995 hingga 2001. Keberhasilannya membangun jaringan adalah hal yang menarik. Perguruan tinggi merupakan skrup kecil, apabila bekerja tidak melibatkan pihak luar. Sehingga, jaringan yang kuat mendorong adanya iklim yang dapat membuat pemberdayaan perempuan lebih terbuka.
Prinsipnya, masyarakat akan maju, apabila perempuannya juga maju. Ari menjelaskan perempuan harus mempunya kontribusi terhadap masyarakat. Ilmu itu jangan menjadi menara gading. Sehingga sejak itu hingga kini dia berkonsentrasi terhadap perempuan, politik, HAM serta gender.
“Gender itu bukan hanya kebutuhan perempuan saja, tapi tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Gender itu bicara tentang hubungan balance laki-laki dan perempuan setara. Pendidikan perempuan itu masih rendah, AKI tinggi, serta hal tersebut erat kaitannya dengan kemiskinan,” kata Ari.
Menurut dia, semua data menunjukkan bahwa capaian pendidikan pada perempuan masih rendah, kekerasan terhadap perempuan masih terjadi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dialami masyarakat rendah hingga masyarakat tingkat tinggi. “Apa yang dilakukan Moerdiono terhadap istri-istrinya, Aceng Fikri terhadap pelecehan perempuan. Untuk itu perempuan harus dididik, terlebih tentang harga diri,” kata Ari.
Bagi Ari, pendidikan tak selalu untuk bekerja. Esensi pendidikan adalah memanusiakan manusia. Apabila wanita tidak berpendidikan, bagaimana dia bisa mendidik anaknya dengan baik. Terdidik itu tidak harus lewat sekolah. Islam saja mengajarkan tentang membaca. Membaca bukan hanya membaca buku, tapi membaca kehidupan. “Bagaimana dia bisa membaca suaminya, anaknya, keluarganya, apabila dia tidak terdidik. Untuk itu, pendidikan tak harus diploma, sarjana atau S-2. Tapi, esensinya pendidikan itu bagaimana cara kita memanusiakan manusia. Pendidikan yang bisa mengeksplore best potensial yang kita punya,” kata Ari.
Istri dari Sahat Mampe Parulian Sembiring ini menambahkan bahwa cara dia mendidik anak jangan pernah membandingkan anak dengan orang lain. Setiap anak itu mempunyai karakter berbeda dan potensi yang tidak sama. “Saya mencoba untuk memahami semua karakter anak saya, hidup itu harus punya prioritas. Sehingga, target utama saya adalah mengentaskan pendidikan anak saya dengan terbaik,” kata Ari.
Ketua Magister Ilmu Pemerintahan FISIP Unila itu berpesan perempuan itu hendaknya terus memperbaiki diri terus-menerus. Isi hidup dengan positif. Jadikan perempuan itu benar-benar tiang keluarga, jangan sampai hanya menjadi slogan kosong. Karena hidup itu pendek, ukurlah kemampuan kita dan lakukan semaksimal mungkin.
Mengutip tulisan Soe Hok Gie, hidup itu seperti mata uang mempunyai dua sisi. “Semua tindakan ada akibatnya. Kalau kita menerima dengan ikhlas, hidup akan mengasyikan dan kita harus bertanggung jawab terhadap pilihan itu.” kata dia. (KARLINA APRIMSYITA/S-3)
* Paragraf ini tambahan dari Udo Z. Karzi
BIODATA
Nama: Ari Darmastuti
Tempat/ tanggal lahir: Bantul, 16 April 1960
Alamat Rumah: Jl. Purnawirawan Gang Swadaya 7/46 Gunungterang, Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung
Suami: Sahat Mampe Parulian Sembiring
Anak:
1. Sari Indah Oktanti Sembiring, S.E.
2. Dwi Arida Harja Abrinta Sembiring
3. Chairu Tri Rizki Sembiring
4. Yuni Kurnia Lestari
Pekerjaan: Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung.
Pendidikan:
– S1 Ilmu Pemerintahan, FISIP UGM (1979-1984)
– S2 Ilmu Politik Iowa University, Amerika (1992-1994)
– S3 Ilmu Politik Universitas Indonesia (2005-2010)
Organisasi:
1. Anggota Majelis Pengajian Wilayah Muhammadiyah Lampung
2. Anggota pengurus harian daerah Perkumpulan Keluarga Berencana (PKBI)
3. Anggota Asosiasi Ilmu Pemerintahan Indonesia
4. Anggota Dewan Pakar Kaukus Perempuan Politik Lampung
Prestasi:
1. Dosen Teladan Fakultas (1997)
2. Tokoh Perempuan Provinsi
Sumber:
Inspirasi, Lampung Post, Kamis, 28 Maret 2013
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky