
SOSOK Anshori Djausal di Lampung memang sudah tidak asing lagi. Pria kelahiran Kotabumi, Lampung Utara, 61 tahun lalu, itu kesohor sebagai tokoh multitalenta karena menghasilkan banyak pencapaian dan prestasi.
Jebolan S-2 Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) 1991 ini memiliki banyak “tanda pengenal”: dosen Fakultas Teknik Universitas Lampung (Unila), pakar ferrocement, budayawan Lampung, penggiat pariwisata, ahli fotografi udara, ahli layang-layang, hingga pemerhati lingkungan.
Pria kelahiran 13 Maret 1952 ini memang selalu serius terhadap apa pun yang dikerjakannya. Sebagian besar buah karya dan idenya itu kini menjadi ikon baru dan kebanggaan masyarakat Lampung.
Salah satu buah pemikirannya adalah Menara Siger di Bakauheni, Lampung Selatan. Menara tersebut berdiri megah di atas perbukitan di Bakauheni. Menara yang didesain Anshori dan dibangun tahun 2005 ini dikenal pula sebagai titik nol Sumatera.
Bukan hanya itu, Anshori juga ahli kite aerial photography (fotografi udara menggunakan layang-layang) kelas internasional. Dia juga ketua pengembangan jaringan internet kampus se-Sumatera dan Kalimantan. Kemampuan lain dari ayah empat anak itu adalah penulis puisi, penulis buku arsitektur Lampung, kolektor gambar tapis kuno, topeng, dan mitra diskusi generasi muda.
Jauh sebelum mendesain dan mengarsiteki Menara Siger, pada 1990-an, Anshori telah menerapkan teknik forrecement dalam kehidupan nelayan di Pangandaran, Jawa Barat. Dia membantu nelayan membuat kapal hemat biaya dan tahan pelapukan berkat teknik forrecement.

Perahu forrecement ini merupakan karya pertama dari Dosen Teladan I Unila tahun 1994 dan Dosen Teladan V Nasional 1994 itu. Perahu ini pun menjadi acuan dalam memproduksi perahu nelayan di Pangandaran. Masyarakat dan nelayan sekitar terlibat penuh dalam produksinya.
Aplikasi konstruksi forrecement yang berkaitan langsung dengan masyarakat pedesaan juga diwujudkan dengan membangun jembatan untuk pejalan kaki, tangki, dan bak penampungan air berikut fasilitas MCK di Buniwangi (Palabuhanratu).
Selain konstruksi yang berkaitan langsung dengan masyarakat pedesaan dan daerah pantai, keahliannya juga dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam dengan merencanakan dan melaksanakan pembangunan masjid yang memiliki kubah dan ornamen interior yang menarik, seperti di Masjid Bagus Kuningan Palembang, Masjid Al Falah Jakarta, dan Albror di Lampung.
Banyak yang dikerjakan suami dari Herawati Soekardi ini. Bahkan, dia mampu mengangkat nama Lampung ke level nasional hingga internasional. Galery Museum di Australia, misalnya, memajang koleksi layang-layang, memancing terbuat dari daun, plus video peragaan penggunaannya pemberian Anshori.
Melalui benda terbang itu, mantan Ketua Persatuan Layang-layang Indonesia ini ingin mengenalkan luas potensi pariwisata di Lampung, tanah kelahirannya. Untuk itu, sejak tahun 1991, dia rutin menyelenggarakan festival layang-layang di Lampung.
Sebelumnya, layang-layang unik tersebut dipakai nelayan Teluk Lampung untuk memancing ikan. Hasil jerih payahnya, Australia mengenal Lampung bukan hanya soal gajah atau tapis, melainkan juga keunikan layang-layang kita.
Alumnus ITB ini adalah insinyur teknik dengan spesialisasi keahlian konstruksi forrocement. Tokoh ini termasuk pendiri asosiasi ahli forrecement dunia. Berkat keahliannya, Anshori sering diminta mengajar pada acara kursus singkat forrocement di Universitas AIT Bangkok.
Di sela-sela jadwal kegiatan yang padat sebagai pengajar di Fakultas Teknik Universitas Lampung (Unila) dan direktur PD Wahana Raharja Lampung, Anshori hobi bermain layang-layang dan mengumpulkan berbagai tanaman untuk melengkapi koleksi di taman botani mininya di Kemiling, Bandar Lampung.
Kendati telah banyak menyumbangkan sumbangsih ke masyarakat, Anshori tidak pernah berhenti untuk terus berkarya. Soldier it?s never die (serdadu tidak pernah mati), begitupula dengan tokoh satu ini. Anshori selalu menganggap perjuangannya takkan pernah usai.
Menurutnya, setiap detik generasi baru akan hadir dan tanggung jawab generasi saat ini untuk terus menginspirasi generasi selanjutnya. Begitupun halnya dengan Anshori dan kiprahnya dulu, saat ini, dan ke depan.
“Jika kita bicara obsesi pribadi, bisa saya katakan pencapaian saya sudah usai. Tetapi, saya tidak melihatnya demikian. Saya selalu tertantang untuk terus-menerus menginspirasi generasi mendatang,” ujarnya, Kamis (3-1).
Hal pokok yang kerap menjadi perhatian Anshori untuk generasi mendatang adalah perihal pembangunan budaya. Menurutnya, kita tak boleh terus-menerus melihat bangsa lain lebih maju daripada kita. Hanya saja, untuk berada sejajar dengan bangsa lain tidak akan tercapai tanpa adanya pembangunan budaya.
Untuk itu, dirinya selalu melihat proses pembangunan sebagai sumbu tiga dimensi, yakni sumbu ekonomi, sumbu politik, dan sumbu budaya. Sayangnya, tak banyak orang yang mampu melihat sumbu budaya dalam prospektif pembangunan. Proses pembangunan kerap dilihat hanya dari sisi ekonomi dan politik.

Membangun Surga Kupu-kupu
ANSHORI Djausal dikenal multitalenta. Selain arsitek, pemerhati lingkungan, ia juga mahir memotret, khususnya fotografi dari udara. Kegemarannya pada dunia fotografi tersebut dilakoninya sejak 1993, sebelum fotografi udara melalui aeromodelling menjadi tren saat ini.
Selain lebih murah dari menyewa helikopter, teknik fotografi ini menghasilkan angle foto yang unik dan lebih luas. Teknik itu dipergunakannya pula ketika terjadi musibah tsunami di Aceh tahun 2004. Dari hasil jepretannya melalui layang-layang kesayangannya diperoleh gambar yang utuh mengenai dampak kerusakan pesisir Aceh akibat tsunami tersebut.
Terinspirasi dari ide Anshori, Fakultas Teknik Unila mengembangkan riset wahana tanpa awak (UAV) yang bermanfaat dalam pembuatan peta lanskap-topografi, khususnya di bidang agroindustri. Dari situ pula, dia bersama istrinya, Herawati Soekardi, yang juga dosen Unila, menggarap lahan seluas 4,6 hektare di kaki Gunung Betung, Bandar Lampung, yang saat ini menjelma menjadi ikon pariwisata baru di Lampung. Yaitu, sebuah Taman Kupu-kupu Gita Persada.
Lahan yang akhir 1990-an kondisinya gundul akibat perambahan hutan yang masif itu kini menjadi “surga” kupu-kupu sekaligus arboretum mini.
Awalnya hanya ada tujuh spesies kupu-kupu di sini. Sekarang keragamannya terus meningkat. Jumlah spesies kupu-kupunya sudah mencapai 160 spesies. Bahkan, ada spesies kupu-kupu langka, yakni Graphium agamemnon dan Troides helena.
Meskipun tidak sebesar Taman Kupu-kupu Bantimurung di Sulawesi Selatan, taman itu menjadi langganan kunjungan siswa, mahasiswa, dan pejabat Kementerian Kehutanan. Taman tersebut merupakan bukti autentik suksesnya rehabilitasi lahan kritis serta konservasi.
“Taman itu membuktikan, jika lingkungannya berhasil diperbaiki, tanaman pun tumbuh kembali. Dengan sendirinya, ekosistem kembali hidup. Kupu-kupu datang kembali,” ujarnya.
Ia menambahkan “menyulap” lahan kritis menjadi sebuah taman kupu-kupu tidak perlu biaya mahal. Tidak perlu dana lebih untuk pakan atau reboisasi besar-besaran. Kuncinya adalah menghijaukan kembali kawasan dan membuat keragaman tanaman yang berfungsi sebagai tempat berkembang biak larva kupu-kupu.
Setiap kali bepergian ke suatu daerah, Anshori tak lupa membawa pulang bibit-bibit tanaman khas untuk ditanam di taman yang dikelolanya, kemudian, istrinya yang ahli biologi membuat program penangkaran kupu-kupu. Sebagian dari gajinya dan gaji istrinya sebagai dosen digunakan untuk membiayai perawatan taman, termasuk membuat bangunan rumah kayu dan petilasan di tempat itu.
“Asal ada kemauan untuk memulai, membuat program terarah dan melakukannya serius sepenuh hati hasilnya akan terlihat (baik). Kalau tidak dimulai, tidak akan pernah ada hasil,” ujar Anshori.
Atas capaian yang dibuat di taman kupu-kupu, Yayasan Sahabat Alam yang didirikannya bersama istrinya dipercaya pula untuk mengelola 174 hektare kawasan Tahura Wan Abdul Rachman lewat pendekatan konservasi ekowisata.
Anshori yang juga konsultan World Wide Fund for Nature (WWF) berharap Lampung tidak lagi dikenal sebagai daerah yang masyarakatnya “hobi” merusak hutan, tetapi memiliki semangat baru melestarikannya, seperti yang telah ditunjukannya.
Cinta Seni dan Budaya
SEHARI-HARI Anshori adalah dosen. Namun, di luar kesibukannya, mantan Pembantu Rektor IV Unila ini adalah seorang ketua masyarakat adat sekaligus seorang budayawan Lampung.
Hal yang membuat Bang An?demikian ia biasa disapa?memiliki sentuhan khas terhadap apa pun yang ditekuninya adalah kecintaannya terhadap kebudayaan. “Seni dan kebudayaan membuat kita tak pernah meninggalkan dimensi kemanusiaan dalam apa pun yang kita kerjakan.”
Dengan pendekatan seperti itu, dekan Fakultas Teknik Unila (1999?2004) ini mampu memberi makna bahkan terhadap sesuatu yang tampak remeh dan tak berharga. Misalnya, ia pernah mengemukakan gagasan tentang bagaimana membesarkan industri kerupuk rumah tangga di Cikoneng sehingga dapat menyaingi McDonald’s atau Kentucky Fried Chicken.
Ia juga pernah “menyelamatkan” kesenian pesta sekura (pesta topeng) yang merupakan tradisi masyarakat Lampung untuk menyambut atau merayakan Idulfitri. Ia memosisikan tradisi ini sebagai bagian dari kebudayaan dunia melalui tulisannya yang dimuat Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia pada era 1990-an.
Kiprahnya di bidang kebudayaan hampir dapat dikatakan sebagai bagian dari seluruh gerak hidupnya. Ia juga tidak segan-segan bersama para mahasiswa Universitas Lampung membacakan syair-syair klasik Lampung dalam prosesi HUT Kemerdekaan RI di lapangan parkir GOR Saburai, menghadiri diskusi-diskusi sastra dan teater, menyambangi para mahasiswa yang sedang berlatih kesenian atau menjelajah hingga ke pelosok terpencil Lampung sekadar mencari informasi tentang asal-muasal sebuah syair.
Keahliannya di dunia seni budaya dibuktikannya saat 2006 lalu. Unit Kegiatan Mahasiswa Budaya dan Seni (UKMBS) Unila menggandeng Anshori untuk tampil dalam Bilik Jumpa Sastra di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Bilik Jumpa Sastra ini merupakan forum silaturahmi sastrawan Lampung, sebagai tempat bertukar pengalaman dalam proses penciptaan karya tentang pergulatan hidup.
Pengalaman yang berbeda itulah menjadi bahan belajar untuk memperluas keanekaragaman wawasan dalam bersastra sehingga karya masing-masing pun menjadi makin bernilai.
Panitia menilai Anshori layak dalam kegiatan itu, karena selain sebagai pembina UKMBS Unila, beberapa puisinya juga sudah terpublikasi. Seperti Daun-Daun Jatuh Tunas-Tunas Tumbuh (Teknokra, 1995), Perjalanan Setitik Air (Bumilada, 1999), Jung (Dewan Kesenian Lampung, 1995), dan Menembus Arus (Bumilada, 1998).
Anshori juga pernah membuat “geger” masyarakat Lampung dengan penelitiannya terhadap makam Patih Gajah Mada di Skala Bekhak pada era 1980-an, menggelontorkan ide tentang “Lampung Sai”, sistem informasi budaya Lampung, mengelola proyek kampung tua untuk menyelamatkan habitat dan kekayaan etnik Lampung.
Anshori tidak pernah kehabisan ide dalam mengelola segala sesuatu yang dianggap memiliki manfaat bagi umat. Itulah sebabnya ia terbiasa ada di kalangan ilmuwan, bercengkerama dengan para seniman, bereksperimen dalam beragam penelitian teknologi keras dan lunak, bertualang dengan kameranya mengabadikan keindahan flora-fauna hingga ke dusun-dusun Lampung atau tiba-tiba menghilang dari keramaian dan asyik masuk sajak-sajak dan menulis buku.
“Saya belajar dan becermin pada setitik air. Ratusan tahun menempuh perjalanan di dalam bumi untuk mencapai lautan,” kata Anshori suatu ketika saat menjelaskan bagaimana ia mengelola energi hidupnya sehingga tidak pernah surut.
Atau simaklah pernyataannya berikut ini: “Ada hewan tenggerek yang bertapa 8 tahun di dalam tanah lalu keluar hanya untuk mengeluarkan suaranya yang sering kita anggap tidak merdu. Apakah kita tahu peran apa yang sedang dijalankannya dalam kesemestaan ini?”
Anshori memang tidak lengkap bila kita hanya menyebutnya sebagai seorang “spesialis” karena dia juga seorang yang “universalis” dan memiliki pandangan-pandangan yang cenderung holistik dalam menilai sesuatu. Dalam candanya pun, Anshori senantiasa tak luput menyisipkan pengetahuan.
Ia seorang “transformer” pengetahuan, seorang guru bahkan bagi perajin gerabah dan tembikar. Ia seperti sumur yang tidak habis ditimba bagi mereka yang haus pengalaman dan wawasan. (KIM/MG1/S1)
BIODATA
Nama : Anshori Djausal
Lahir : Kotabumi, Lampung, 13 Maret 1952
Pendidikan :
– SD hingga SMP di Kotabumi, Lampung
– SMA 3 Bandung (1970)
– Sarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (1980)
– Magister Teknik Sipil ITB, (1991)
Alamat Rumah : Jalan Griya Persada Blok II/B No. 8 Way Halim Permai, Bandar Lampung
Istri : Herawati Soekardi
Anak :
– Alia Larasati
– Meizano A.
– Gita Paramita
– Anisa Nuraisa
Pekerjaan :
– Dosen Teknik Sipil Univeritas Lampung
– Dosen tamu Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand
– Direktur PD Wahana Raharja Lampung
Karya-karyanya:
Karya Konstruksi
Ferrocement
– Aplikasi teknologi ferrocement untuk konstruksi berkaitan dengan air dan irigasi berupa:
– Saluran irigasi berupa kanal pracetak ferrocement di Citandui-Cisadane (Jawa Barat) dan di Bekri-Rumbia (Lampung)
– Pintu air pasang surut (flap gate) dibuat dengan sistem pracetak di Sumatera Utara
– Pintu air klep ferrocement di Rawa Keramasan
– Tangki dan baik air bambu-semen di Buniwangi Pelabuhan Ratu
– Perahu ferrocement Ganesha
– Dermaga untuk perahu di Pulau Tangkil, Teluk Lampung
Aplikasi ferrocement untuk bangunan kantor, sarana ibadah, dan pendidikan berupa:
– Masjid Al Fallah (Jakarta), Masjid Al Abror (Bandar Lampung)
– Menara masjid setinggi 11 m dan 17 m di Cisitu (Bandung)
– Masjid dan sekolah berdinding ferrocement di Liwa (Lampung Barat)
Aplikasi teknologi ferrocement untuk bangunan monumental berupa:
– Pintu gerbang Ragunan (Jakarta)
– Pintu gerbang TMII (Jakarta)
– Menara Siger di Bakauheni (Lampung)
Karya Sastra
– Daun-Daun Jatuh Tunas-Tunas Tumbuh (Teknokra, 1995).
– Perjalanan Setitik Air (Bumilada, 1999)
– Jung (Dewan Kesenian Lampung, 1995)
– Menembus Arus (Bumilada, 1998).
Sumber:
Inspirasi, Lampung Post, Jumat, 4 Januari 2013
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky