
PUBLIK Lampung menjuluki Andy Achmad Sampurna Jaya bupati-seniman atau seniman yang jadi bupati. Era 1970-80-an, dia penyanyi yang lalu-lalang di belantika musik, sampai level nasional, dan berkali-kali titian muhibah kebudayaan sampai Eropa.
Dasawarsa 1990-an, berbekal keluasan pergaulannya, Kanjeng (merujuk ke frasa kakak atau abang dalam terminologi Lampung) menambah kuadran dirinya dengan menjadi pengusaha. Sukses. Menjelang tarikh 2000, dunia politik dirambah. Awalnya sebagai Utusan Golongan MPR tahun 1999, lalu ikut pertarungan bupati setahun kemudian. Gol. Kesuksesan lima tahun memimpin wilayah yang terkenal sebagai lumbung pangan Lampung itu jadi modalnya bertarung pada jabatan kedua 2005 lalu.
Andy Achmad (pernah bermain di beberapa film antara lain Serbuk Putih tahun 1982 bersama W.D. Muchtar, Karcis tahun 2002 bersama Della Puspita, Torro Margens, dan Cintaku yang Hilang, TVRI Lampung 2007) intens menggeluti kebudayaan dan politik sekaligus, bahkan jadi ikon dalam etalase seni dan budaya Lampung.
Andy Achmad ikut mengangkat seni budaya Lampung ke pentas nasional, melalui penampilannya di TVRI tahun 1970-80-an, dan menciptakan lagu-lagu Lampung bercorak Melayu-kreatif serta tembang-tembang populer sampai sekarang. Puluhan lagu telah pula dia ciptakan, seperti Sumur Putri, Mekhanai Tohou, Ingok Selalu, Pung-pung, Puncak Sai Indah, Hiwangku Diniku (semuanya lagu daerah Lampung). Lalu, Malam Indah, Adalah Kenangan, Penantian, Biarlah Aku Tetap Begini, Hanya Sekejap, Takkan Kulupakan (semua diciptakan saat Andy bergabung dengan grup band The Steel). Yang terakhir, dalam album Bulan Separuh, beberapa lagu ciptaannya mewarnai.
Penyanyi sudah, pengusaha sudah, politisi sudah. “Tapi saya tetap seniman. Jadi bupati cuma hobi,” kata dia. Setelah menjadi juri internasional dalam Festival Classic Nusantara di Kuala Lumpur, Malaysia, September 2007, Juni 2008 kemarin Andy Achmad meluncurkan album Melayu dengan penyanyi nasional Trie Utami. Ramadan silam album religinya pun sudah masuk pasar.
Namun, jangan anggap jabatan bupati cuma buat iseng-iseng. Sejauh ini tercatat Andy Achmad tergolong bupati yang lumayan berhasil. Beragam penghargaan mengganjarnya saban tahun. Tidak kurang tujuh kali pengakuan Presiden RI atas karyanya membangun Lampung Tengah dan belasan kali dari menteri. Terakhir, 15 November 2007, Kanjeng menerima Penghargaan Ketahanan Pangan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini hattrick: Penghargaan Ketahanan Pangan tiga kali berturut-turut, satu diberikan Presiden Megawati Soekarnoputri dan dua oleh Presiden SBY.
Saat menjadi bupati, Andy Achmad (yang kemudian mundur karena mengikuti pertarungan pemilihan gubernur Lampung 3 September 2008) memiliki program unggulan yang banyak di-benchmark kabupaten lain di Lampung. Namanya Gerakan Pembangunan Beguai Jejamo Wawai (Gerbang BJW). Kira-kira artinya membangun bersama untuk mencapai kebaikan bersama.
“Saya sadar, birokrasi dan tata pemerintahan hanyalah fasilitator. Tugasnya melayani dan memberi fasilitas bagi berlangsungnya pembangunan. Dan di Lampung Tengah sendiri, pembangunan dilakukan oleh, dari, dan untuk masyarakat,” kata dia.
Sebagai “mata tombak”, BJW mewujudkan percepatan pembangunan infrastruktur perkampungan. Inilah pelengkap berbagai program Lampung Tengah. Misalnya, peningkatan usaha agrobisnis dan ketahanan pangan; penataan dan pembangunan infrastruktur ibu kota kabupaten; pembangunan kawasan niaga terpadu yang diawali pembangunan terminal induk tipe A dan pasar ternak; serta pembangunan sekolah model dan unggulan.
Yang unik: Pembinaaan kerukunan umat beragama melalui kegiatan doa bersama tiap awal tahun. Hasilnya mujarab. Lampung Tengah menjadi “daerah percontohan” kerukunan beragama dan kerukunan sosial. Pemerintah Provinsi lalu mengadopsi doa bersama sebagai program daerah.
Untuk memperkuat basis ekonomi masyarakat, ada bantuan pinjaman langsung masyarakat (BPLM) untuk ekonomi kerakyatan; penguatan kelembagaan masyarakat seperti Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP), lembaga keagamaan, KTNA (Kelompok Tani dan Nelayan Andalan), dan LSM (lembaga swadaya masyarakat) lain melalui bantuan usaha ekonomi produktif; pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan melalui Program Way Dawak; pembangunan Plaza Bandarjaya dan kawasan agropolitan; serta peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan kampung melalui peningkatan insentif dan sarana-prasarana pendukung.
Yang jadi khas, masyarakat tidak memberi pemerintah kabupaten cek kosong. Mereka mengantongi tiket kebebasan menentukan apa yang mau dilaksanakan. Masyarakat kampung/kelurahan penerima bantuan didorong berpartisipasi melalui penyiapan swadaya masyarakat berupa tenaga, material atau dana. Lumayan, BJW mampu meningkatkan partisipasi dan menggugah kesadaran masyarakat. Malah, program ini menjadi ruang bagi proses pembelajaran demokrasi dalam pembangunan. Efek lainnya, BJW menumbuhkan semangat gotong-royong dan kebersamaan, mempercepat pembangunan sarana dan prasarana di kampung/kelurahan, menimbulkan rasa memiliki terhadap hasil pembangunan, sekaligus menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan di lingkungan masyarakat kampung.
Pola ini menghasilkan beberapa efek seketika. Inisiatif (kegiatan harus usulan masyarakat), partisipatif (mengedepankan partisipasi, mulai perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan), demokratis (kegiatan ditentukan dan diputuskan bersama baik di tingkat kampung/kelurahan maupun kecamatan), manfaat, gotong-royong, dan berkelanjutan (karena dipelihara dan dilestarikan sendiri oleh masyarakat).
Sasaran bidiknya antara lain pembangunan jalan dan jembatan, drainase, sarana irigasi desa, pembangunan pasar kampung/kelurahan, serta fasilitas umum lainnya. Pemerintah sekadar memberi dana stimulan melalui bantuan langsung masyarakat (BLM) kepada kecamatan.
Per tahun, tiap kampung dapat anggaran puluhan sampai ratusan juta rupiah. Dana itu dialokasikan ke kampung/kelurahan yang terpilih melalui hasil musyawarah kecamatan. Ada tim konsultan manajemen pendamping yang memverifikasi. Usulan dilakukan camat kepada bupati. Penetapannya disesuaikan dengan jenis kegiatan, volume, dan aspek lain yang telah disiapkan konsultan manajemen pendamping.
“Tahun 2005 kami meluncurkan Rp1,87 miliar. Tahun 2006 menjadi Rp2,52 miliar. Dan tahun ini Rp11,4 miliar lebih,” kata Andy. Saat program fisik dilakukan, BJW menyerap ribuan tenaga kerja dan mendorong perputaran roda perekonomian di perdesaan secara seketika pula.
Pada 2005, dana stimulan Rp7,8 miliar yang diluncurkan menyerap 63 ribu lebih “hari orang kerja” dan tahun 2006 dengan stimulan Rp9 miliar menampung tenaga kerja 83 ribu lebih “hari orang kerja”.
Ihwal penyediaan infrastruktur pedesaan, program BJW 2005 dan 2006 telah menghamparkan 133 km jalan onderlaag, 108 jembatan, irigasi desa sepanjang 7.800 km, 51 km badan jalan, 7 km talut, 247 unit gorong-gorong, 10 unit pasar kampung. Lalu, 47 unit balai kampung, 8 unit balai adat, 8 unit sekolah, 6 tempat peribadatan.
Beberapa tahap yang mesti dilalui masyarakat mengail dana tersebut. Pertama, melalui musyawarah pembangunan kampung, untuk merumuskan kegiatan. Kedua, musyawarah kecamatan untuk menentukan usulan prioritas. Ketiga, kegiatan yang terpilih diverifikasi tim teknis konsultan manajemen pendamping dan camat. Selanjutnya, semua diusulkan ke Pemerintah Kabupaten. Setelah Bupati meng-acc., masyarakat mengajukan permohonan pencairan. Penyaluran dana dilakukan melalui rekening kolektif LPMK kampung/kelurahan terpilih melalui bank yang ditunjuk.
Program Gerbang BJW memiliki perangkat pengawasan, sanksi, dan penghargaan. Pengawasan dilakukan masyarakat dan lembaga fungsional. Jika ada indikasi penyimpangan internal, masyarakat menyelesaikannya secara musyawarah. Kalau ada indikasi penyimpangan pidana, masyarakat melapor ke Tim Koordinasi dan Pembina Kabupaten. Hukumannya berupa sanksi masyarakat, hukum atau administratif.
Penghargaan diberikan kepada kecamatan, kampung/kelurahan, dan kelompok masyarakat (pokmas) pelaksana kegiatan yang melakukan program dengan kualitas baik, partisipasi tinggi, sesuai dengan prinsip program Gerbang BJW, tidak bermasalah dalam pelaksanaan kegiatan, serta tepat waktu. Infrastruktur yang terbentang jelas membantu masyarakat desa memperlancar transportasi dan pengangkutan hasil pertanian sekaligus pengentasan desa miskin melalui pembukaan isolasi wilayah. n
BIODATA
Nama lengkap: Andy Achmad Sampurnajaya
Tempat, tanggal lahir: Bandar Lampung, 2 September 1949
Agama: Islam
Alamat: Jalan Ichwan Ridwan Rais No. 22/7
Bandar Lampung,
Telp. 0721-268553, 268551
Kampung I RT. 02 RW 02 Kampung Terbanggi Besar,
Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah
Istri: Sriyanti
Lahir: Jakarta, 25 Januari 1955
Pekerjaan: Direksi CV Citra Jaya
Anak:
1. Andika Wibawa S. Jaya (Tanjungkarang, 8 Juni 1976)
2. Anna Tiasi (Tanjungkarang, 2 November 1978)
3. Amma Marlina (Tanjungkarang, 17 Januari 1982)
4. Puncak Arif Yahya (Tanjungkarang, 16 April 1983)
Pendidikan
– Sekolah Rakyat (SR), lulus 1963
– SMP, lulus 1966
– SMA, lulus 1969
– S-1, lulus 2002
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 226-228.
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky