Admi Syarif Ubah Nasib Lewat Pendidikan

Oleh Fajar Nurrohmah

DR ENG Admi Syarif merupakan salah satu dosen di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Lampung (Unila). Lahir di Tanjungkarang pada 3 Januari 1967, Admi merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Admi Syarif (duajurai.co/FAJAR NURROHMAH

Semasa kecil, dia menggemari matematika. Kecintaannya dengan matematika mengantarkan Admi meraih nilai matematika tertinggi di sekolah menengah atas (SMA) se-Lampung. “(Kemudian), saya diterima menjadi mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad) tanpa melalui seleksi,” kata dia kepada duajurai.co, beberapa waktu lalu.

Lima tahun menimbal ilmu di Unpad, Admi kembali ke Lampung pada 1990. Saat itu, dia diterima menjadi salah satu dosen jurusan matematika di Unila. Selain mengajar, ayah satu anak itu juga terus melakukan riset pada bidang teknologi informasi. Namun, dia sadar keterbatasannya akan penguasaan bahasa asing membuatnya sulit untuk memublikasikan jurnal. Admi pun mengikuti seleksi Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bapennas) yang kala itu bersedia memfasilitasinya untuk belajar bahasa asing.

Gayung bersambut. Admi mendapatkan beasiswa master di Ashikaga Institute of Technology (IoT), Jepang. Tak berapa lama, dia mendapat keistimewaan melanjutkan pendidikan doktor di sana. Selama tiga tahun menjadi peneliti tamu di Ashikaga IoT, Admi memutuskan pulang ke Indonesia. Dia kemudian menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unila. Saat itu, LPPM Unila dipimpin oleh Profesor John Hendry.

Pada 2010, Admi terpilih menjadi Ketua LPPM Unila. Selama memimpin LPPM, jumlah penelitian dosen Unila mengalami peningkatan dan Dikti memberikan dana hibah sebesar Rp 30 miliar pada 2016.

Tak hanya sukses dalam memimpin, Admi Syarif memiliki jiwa sosial. Kesadaran dengan pentingnya pendidikan memotivasinya untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak yang orang tuanya memiliki keterbatasan. “Karena salah satu cara untuk mengubah nasib adalah pendidikan,” ujarnya.

Angkat Anak Asuh

Pada 2008, Admi menempati rumah yang baru dibangunnya di Tanjung Senang, Bandar Lampung. Namun, dia merasa kesepian karena sang istri menempuh pendidikan di Jepang.

Akhirnya, pemilik penginapan Nuwono Tasya itu memutuskan mengangkat anak asuh. Purnomo adalah anak asuh yang pertama. Admi bertemu Purnomo waktu yang bersangkutan mengangkat pohon yang dibeli Admi untuk ditanam di halaman rumah. Saat ini, Purnomo menempuh pendidikan di jurusan agroteknologi Unila. “Waktu itu, Purnomo putus sekolah menengah pertama (SMP). Jadi, saya tawari mau atau tidak lanjut sekolah, dan dia mau,” kata Admi.

Keinginannya untuk terus memberi bantuan pendidikan tidak berhenti. Saat ini, Admi memiliki delapan anak asuh. Lima di antaranya menempuh pendidikan sarjana. Kemudian, satu orang akan memasuki SMP, dan satu orang telah selesai kuliah. “Saya tidak meminta balasan dalam membiayai pendidikan mereka,” ujarnya.

Dia membiayai para anak asuhnya melalui bisnis, seperti penginapan, tempat kos, dan usaha laundry. Keterbatasan pekerjanya dalam melayani turis mancanegara yang bermalam di penginapannya justru membangkitkan semangat Admi untuk membangun pendidikan bahasa Inggris. Admi memberi namanya Rumah Inggris. “Rumah Inggris sudah berjalan. Banyak anak-anak yang mau belajar di sini, dan mentornya juga lulusan Unila,” kata dia.

Menurutnya, tak ada yang sulit untuk berbagi pendidikan. Sebaliknya, lelaki itu merasa bahagia ketika melihat anak-anak asuhnya mencapai kesuksesan. “Happy saja lihat mereka bisa sukses, mereka bisa lulus sekolah. Bahkan, ada yang mendapatkan penghasilan Rp400 ribu-Rp500 ribu per hari dari bisnis onlineshop,” ucapnya.

Admi juga memberikan kebebasan kepada anak-anak asuhnya untuk memilih pekerjaan ketika lulus. “Silakan apa yang mereka mau. Yang penting mereka sudah memiliki bahan,” kata dia. []

Sumber: 
Duajurai.co, 24 Juni 2017

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart