![]() |
|
I Wayan Mustika |
Apalagi yang menempuh pendidikan formal hingga jenjang doktor dengan
konsentrasi seni di Lampung.
I Wayan Mustika memperoleh gelar doktor di Universitas Gadjah
Mada (UGM) atas disertasi tentang seni pertunjukan Lampung. Disertasinya
berjudul Perkembangan Bentuk Pertunjukan Sakura Dalam Konteks Kehidupan
Masyarakat Lampung Barat Tahun 1986-2009. Bisa dikatakan dialah doktor
pertama yang khusus mempelajari soal seni pertunjukan di daerah Sai Bumi
Rua Jurai.
Gelar magister yang dia peroleh dari almamater yang sama, juga berkat
penelitian kesenian Lampung. Wayan meneliti tentang tari bedayu di
Tulangbawang yang hampir punah karena sudah tidak ada lagi orang yang
membawakannya.
Berkat penelitian panjang dosen Pendidikan Seni Tari di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung ini, tari bedaya
berhasil direkonstruksi dan menjadi tarian tradisional Lampung. Tarian
ini menyimbolkan pemujaan, permohonan untuk mengusir segala macam
penyakit, mengharapkan kesejahteraan, keselamatan, dan hasil panen yang
berlimpah.
“Tari bedayu ini menjadi tarian sakral di pura-pura di Lampung. Tarian
ini ditetapkan oleh PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Lampung
menjadi pengiring upacara di pura-pura,” kata sarjana lulusan Sekolah
Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung.
Hampir semua upacara di pura-pura di Lampung diiringi tari bedayu
sebagai bentuk penghormatan kebudayaan lokal Lampung. Tari ini juga
menjadi materi wajib yang perlu diajarkan dan dikuasai oleh mahasiswa
Pendidikan Seni Tari Unila.
Selama tujuh tahun Wayan melakukan penelitian ke desa-desa di Lampung
Barat dan Tulangbawang serta mewawancarai puluhan orang Lampung untuk
menggali soal seni pertunjukan, khususnya seni sakura dan tari bedayu.
Dia bertemu mantan penari Lampung yang pernah menjadi penari di Istana
Negara ketika era Soekarno.
Kini, Wayan sudah menulis empat buku tentang kesenian Lampung. Keempat
judul buku itu adalah Mengenal Tari Budaya Tulangbawang Sebagai Sebuah
Seni Pertunjukan, Mengenal Sekilas Budaya Lampung dan Seni Pertunjukan
Tradisionalnya, Tari Muli Siger, dan Teknik Tari Lampung Sebagai
Pembelajaran. Buku yang terbit rentang 2009 hingga 2012 ini menambah
referensi soal kesenian Lampung yang saat ini sangat jarang ditulis dan
diterbitkan.
Kapasitas keilmuan soal seni dan budaya Lampung sudah tidak diragukan.
Dia banyak mengisi seminar dan diskusi tentang penggalian budaya lokal
Lampung. Kini, Wayan pun menjadi Sekretaris Studi Budaya Lampung di
Lembaga Penelitian Unila.
Wayan kelahiran Bali tahun 1975. Dia tiba di Lampung pada usia 5 tahun bersama ayahnya yang ikut dalam program transmigrasi.
Ketika itu, Wayan dan keluarganya tinggal di Seputihbanyak, Lampung
Tengah. Dia pun tumbuh dan besar di Lampung dan sudah menjadi orang
Lampung. Meskipun beretnis Bali, Wayan punya rasa tanggung jawab moral
untuk meneliti soal kesenian Lampung yang kini sudah menjadi daerahnya.
?Saya orang Lampung dan punya kewajiban untuk meneliti soal kesenian
Lampung. Referensi soal kesenian Lampung masih sangat sedikit dan ini
menjadi tantangan untuk terus melakukan penelitian lebih jauh,? kata
dia.
Ketika melakukan penelitian soal seni dan budaya Lampung, guru besar dan
dosen yang membimbingnya mengusulkan agar Wayan memilih kesenian daerah
lain yang banyak referensi, Bali atau Jawa. Namun, Wayan tidak menyerah
dan terus melakukan penelitian hingga sukses menyabet gelar doktor.
Dia justru menemukan referensi soal budaya dan kesenian Lampung dari
buku-buku soal hukum adat. Dia pun lebih banyak menggali dengan
wawancarai banyak seniman tradisional yang tinggal di pelosok kampung.
“Justru para tokoh adat di daerah menerima dengan baik dan selalu
mendukung penelitian yang saya lakukan. Semuanya terbuka,” kata dia.
Peneliti soal budaya daerah justru bukan dari suku yang bersangkutan.
Dia memberi contoh soal penelitian budaya Jawa dan Bali, justru bukan
orang dari kedua suku itu. Banyak yang malah orang asing yang lebih
mendalami dan mengerti soal budaya Jawa dan Bali.
Menurutnya, meneliti kebudayaan dan kesenian Lampung tidak hanya dari
masa ketika Islam masuk. Namun, jauh lebih dalam saat masih kuatnya
pengaruh animisme dan pengaruh Hindu di wilayah Lampung. ?Dengan begitu
bisa mengetahui soal akar budaya Lampung,? kata dia.
Wayan mengungkapkan Lampung memiliki keragaman seni pertunjukan.
Misalnya dalam hal tarian, antardearah atau kabupaten berbeda. Namun,
keberagaman ini jangan dijadikan sebagai perpecahan agar diseragamkan.
“Justru keberagaman ini menjadi keuntungan. Para tokoh jangan
menyalahkan perbedaan keberagaman ini,” kata dia. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber:
Lentera, Lampung Post, Minggu, 22 Maret 2013
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky