
“Disiplin itu harus diterapkan dari sekarang. Disiplin salat, disiplin mandi, disiplin gosok gigi. Ke sekolah, belajar, dan pulang sekolah tepat waktu, kalau mampir ke rumah teman memberi tahu orang tua melalui SMS, itu semua bentuk perilaku disiplin. Ada sejuta disiplin yang harus diterapkan oleh anak-anak,” kata Pak Jodie Rooseto kepada kami: Andini Mareta (SDN 1 Sukarame), Aulia Putri Maharani (SD Alkautsar), Diva Putri Lasmoro (SDN 2 Rawalaut), dan M. Morsa Habibie (SD Tunas Mekar Indonesia), Rabu (11-4).
Kami berempat mewawancarai Pak Jodie di ruang kerjanya. Pak Jodie menyambut kami dengan ramah. “Bapak sangat gembira dan berbunga-bunga ketika mengetahui kalian akan mewawancarai Bapak,” ujarnya. Duh, senangnya. Tanpa ragu lagi, kami langsung mencecar Pak Jodie dengan banyak pertanyaan. Berikut wawancara kami dengannya:
Selamat pagi Pak, apa kabarnya?
Selamat pagi anak-anakku. Alhamdulillah baik.
Bolehkan kami mewawancarai Bapak?
Boleh, boleh.
Bapak sudah berapa lama menjadi Kapolda?
Sudah 6 bulan.
Selama menjadi Kapolda, apa tantangan terberat dalam menjaga keamanan daerah Lampung?
Wah, ini pertanyaannya hebat sekali. Iya, tantangannya polisi harus menjaga keamanan di seluruh daerah Lampung. Jadi, ada 10 ribu polisi yang bertugas di semua kabupaten/kota. Mereka harus menjaga keamanan di daerah tempat mereka ditugaskan. Coba anak-anak bayangkan, kalau di sini banyak begal, pencuri, atau penculik anak, pasti orang takut keluar rumah kan? Bisa-bisa tidak ada aktivitas, ekonomi lumpuh, dan Lampung menjadi kota mati. Itu kalau tidak ada keamanan. Nah, itulah tugas terberat polisi menjamin keamanan di daerah Lampung.

Lalu, kejahatan apa yang paling menonjol di Lampung ini, Pak?
Begal, begal Nak, begal ini luar biasa. Ini berkait dengan kehidupan yang konsumtif (suka belanja), kondisi ekonomi yang sulit, kenakalan remaja, dan Lampung sebagai jalan lintas Jawa—Sumatera, juga ikut berpengaruh. Kompleks masalahnya! Anak-anak sudah tahu belum apa itu begal? Begal itu mencuri, menjambret atau merampok dengan melukai korbannya. Bapak tidak membiarkan begal itu berkeliaran, terus dikejar dan ditangkap. Makanya, setiap malam juga ada patroli, polisi berkeliling untuk melihat keamanan sekitar.
Polisi kan harus mengejar dan menangkap penjahat, apakah semua polisi punya senjata dan harus pintar menembak?
Tidak harus Nak, ada polisi pariwisata yang tidak pakai senjata, ada juga polisi yang bertugas memberikan penyuluhan dan bimbingan, mereka juga tidak pakai senjata. Tapi, ada Brimob yang berjaga di daerah-daerah rawan terjadinya tindakan kejahatan, mereka membawa senjata untuk menindak penjahat. Penjahat itukan biasanya pakai senjata, kalau polisi cuma pakai pisau dan penjahatnya bawa pistol, bisa kalah dong polisinya. Jadi, senjata yang dibawa polisi itu untuk menembak begal, penjahat. Yang ditembak apanya? Kaki penjahatnya, supaya dia tidak bisa melarikan diri.
Sekarang saya ingin bertanya tentang peredaran narkoba di Lampung ini, Pak. Apakah di sini sering terjadi peredaran narkoba?
Ya, ada. Indonesia ini menjadi sasaran penjualan narkoba karena masyarakatnya banyak. Termasuk di Lampung ini juga ada.
Bagaimana cara Bapak mencegah peredaran narkoba ini agar tidak meluas?
Kami pihak polisi mencoba melakukan pencegahan melalui ceramah-ceramah dan penyuluhan di sekolah-sekolah. Kamis depan giliran sekolah-sekolah di Lampung Utara yang akan mendapat penjelasan tentang bahaya dan dampak narkoba. Orang yang sudah telanjur memakai narkoba atau bahkan menjual narkoba kita tindak secara hukum. Narkoba termasuk tiga musuh besar bangsa yang harus diperangi, selain korupsi dan teroris.
Lalu bagaimana tanggapan Bapak jika ada oknum polisi yang kena narkoba?
Ya, itulah salah satu duka menjadi Kapolda. Ada 10 ribu polisi di Lampung ini, mungkin di antara mereka ada yang nakal atau khilaf. Tentu saja polisi nakal ini akan dibina. Orang-orang yang memakai narkoba itu kan ingin melepaskan diri dari masalah, dia khilaf, jauh dari keluarga, tugas di tengah hutan, dan ditawarkan narkoba, terus coba-coba. Memakai narkoba itu hanya memberikan kesenangan sesaat, tidak akan menyelesaikan masalah, malah bisa menambah masalah. Orang yang pakai narkoba sarafnya akan terganggu, bicaranya gagap, perilakunya menjadi buruk bahkan sampai mencuri untuk membeli narkoba. Nah, inilah, anak-anak juga perlu waspada, jangan pernah coba-coba dengan narkoba.
Oh ya Pak, polisi itu kan harus memiliki disiplin tinggi. Perlukah menanamkan kedisiplinan sejak kecil?
Perlu Nak, makanya Bapak membuat polisi cilik, itu untuk membangun karakter generasi bangsa sejak kecil. Ini Bapak terinspirasi dari reporter cilik lo. Bapak ingin juga ikut menanamkan karakter anak-anak bangsa ini sejak kecil. Kalau tidak dari kecil ditanamkan kedisiplinan, nanti besarnya cenderung manja, bangun paginya malas, lupa salat subuh. Belajarnya malas, malah asyik main game online terus. Lupa waktu makan akhirnya sakit, lupa mandi akhirnya badannya gatal-gatal.
Makanya disiplin itu harus diterapkan dari sekarang, sejak kecil. Santun bertutur, sopan, dan bijak bertindak, itu juga bagian dari disiplin. Ke depan, semua kebiasaan baik itu akan menjadi habit (kebiasaan). Ada sejuta disiplin yang harus diterapkan pada anak-anak semua. Menjadi reporter cilik ini juga butuh kedisiplinan, datang ke sini dan mewawancarai Bapak sesuai jadwal yang sudah disepakati, itu namanya juga disiplin.
Baik Pak, tidak terasa kami cukup lama berbincang dengan Bapak. Terima kasih atas wawancaranya, semoga wawancara ini bermanfaat untuk kami dan orang banyak.
Amin. Pesan Bapak untuk kalian semua, rajin belajar, biasakan membaca sejak kecil, baik membaca buku, koran atau majalah. Itu pintu ilmu. Jadilah anak yang saleh dan salihah, itu pilar utama. Kecerdasan otak saja tidak cukup, yang penting adalah kecerdasan hati. Banyak orang yang gagal karena cuma cerdas otak saja, tapi hatinya tidak. Cerdas hati itu seperti apa? Menyayangi semua umat manusia. Jadi kalian harus saling menyayangi dengan sesama teman, saudara, dan tetangga. Nah, itu pesan-pesan Bapak untuk kalian ya. (M-2)

WAJAH Pak Jodie Rooseto berbinar. Dia sangat gembira menyambut kedatangan kami, tim reporter cilik Lampung Post. Ternyata, kegembiraannya itu tidak hanya karena akan diwawancarai, tapi kehadiran kami melepaskan kerinduannya pada anak-anaknya yang tinggal di Bandung.
“Bapak gembira sekali bertemu dengan kalian, seperti bertemu dengan anak Bapak sendiri. Anak Bapak juga ada yang masih TK dan SD, lo,” kata dia tersenyum. Pak Jodie memang berpisah jauh dari istri dan anak-anaknya yang tinggal di Bandung.
Menurut Pak Jodie, setiap polisi terikat sumpah bhayangkara bahwa polisi harus mengutamakan kepentingan umum dan masyarakat daripada kepentingan golongan dan pribadi. “Itu sumpahnya tidak sembarangan anakku, disumpah pakai Alquran,” kata Pak Jodie. Sebab itu, dia harus rela bertemu dengan istri seminggu sekali, bahkan bertemu dengan enam anaknya hanya sebulan sekali. Semua itu demi tugasnya mengutamakan keamanan dan pelayanan kepada masyarakat. “Kalau kangen, kadang saat anak-anak libur sekolah mereka datang ke Lampung. Saat itulah Bapak bisa mencium kening mereka, dan anak-anak bisa mencium tangan Bapak,” kata dia.
Menurut Pak Jodie, sebenarnya waktu kecil dia bercita-cita menjadi TNI. Dia terinspirasi dari bapaknya yang seorang TNI. “Gaji TNI itu dulu pas-pasan, tapi bapak saya hidupnya bahagia dan tenteram, jadi saya ingin mengikuti jejak bapak saya,” kata dia. Tekad untuk menjadi TNI itu diwujudkan dengan mendaftar ke Akabri. Dulu tes Akabri masih bergabung antara TNI, angkatan laut, angkatan udara, dan polisi. Setiap peserta harus mengikuti psikotes. Dari hasil psikotes inilah nantinya setiap orang ditempatkan sesuai dengan potensinya.
“Ternyata pribadi yang seperti bapak ini cocoknya di polisi. Itu ditentukan oleh hasil tulisan psikotes, enggak bisa memilih. Kamu jadi polisi! Ya, alhamdulillah,” ujar Pak Jodie, sambil tersenyum.
Setelah menjadi polisi, Pak Jodie tidak berhenti belajar. Dia kembali sekolah di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian atau sekarang bernama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, di Jakarta. Lulus dari sana, Pak Jodie kembali kuliah di Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung. Wah, hebat ya! Seorang polisi juga harus memiliki pendidikan tinggi. “Sekarang Bapak hanya ingin menjadi polisi yang bisa melindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat,” kata dia. Oke deh, Pak, semoga selalu dilindungi Allah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Amin. (M-2)
Sumber:
Reporter Cilik, Lampung Post, Minggu, 15 April 2012
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky