Y. Wibowo

Y. Wibowo lahir di Lampung. 03 Desember 1974. Putra kelima dari tujuh bersaudara pasangan Nandar Lasono dan Lasmiyati ini sejak kecil oleh orang tuanya dipanggil dengan nama Bowo. Meski lahir di Lampung, sesungguhnya Y. Wibowo ini adalah keturunan jawa, tak heran dalam keseharian sering menggunakan bahasa Jawa untuk percakapan kesehariannya. Ia sendiri mengakui kesulitan untuk berbicara dengan bahasa Lampung karena sejak kecil sudah terbiasa berbahasa Jawa dalam keluarga.

Ayahnya seorang PNS pada Kantor Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kecamatan Tanjungbintang. Orang tuanya selalu mendambakan anak-anaknya termasuk Y. Wibowo untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi dibandingkan orang tuanya.

Untuk itu, telah dibuktikan oleh Bowo pada tahun 1987 lulus SD Negeri 2 Karanganyar, tahun 1990 lulus SMP Negeri 2 Kedaton Bandarlampung, dan tahun 1990 lulus SMA Surya Dharma jurusan Fisika. Sejak tahun 1994 hijrah ke kota Jogjakarta untuk menuntut ilmu di bangku fakultas teknik jurusan teknik arsitektur Universitas Widya Mataram Yogyakarta dan menyelesaikan studinya pada tahun 2003.

Saat merantau di Yogjakarta, Y. Wibowo merasakan betul bagaimana jauh dari orang tua. Kondisi itu justru membuatnya lebih kreatif untuk berusaha berinteraksi dalam dunia kemahasiswaan demi mempertahankan status kemahasiswaannya. Ditambah lagi karena Bowo beretnis jawa, itu memudahkan ia untuk bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang sekitar.

Saat di Yogja itulah, Bowo mengapresiasikan dirinya dalam dunia sastra, salah satunya dengan mengirimkan karya-karyanya ke berbagai koran yang ada di kota pelajar itu. Yogyakarta sepertinya benar-benar menjadi titik awal Bowo mengenal seni, tidak hanya mengirimkan karya-karyanya ke berbagai koran yang ada di Yogja, tetapi kegiatan seperti Lomba Penulisan Puisi dalam Festival Kesenian Yogjakarta tahun 1996 dan Pertemuan Penyair Yogja—Singapura. Bahkan, pengalaman bersastranya semakin dewasa setelah pulang kampung, terutama aktif dalam banyak kegiatan bidang sastra seperti pembacaan puisi keliling, bedah buku, dan diskusi-diskusi.

Selama tinggal di Yogyakarta Y. Wibowo pernah bekerja di Penerbitan dan Kajian di Centre for Social Democratic Studies, konsultan arsitektur pada Pusat Studi Arsitektur Yogyakarta, dan konsultan pada CV. Yudha Karya Cipta Konsultan. Saat ini, ia bekerja di penerbitan Mata Kata, Bandarlampung.

Pengalaman bersastra Pengagum Pramoedya Ananta Toer ini semakin matang saat ia kembali ke tanah kelahirannya. Menurutnya, eforia kesastraan yang terjadi di Lampung jauh dari dugaannya. Komunitas-komunitas sastra tumbuh subur dari segi kuantitas dibandingkan ketika dia pergi ke Yogja.

Ada yang menarik dalam nama Y. Wibowo. Inisial Y yang selalu melekat pada nama diri sering menjadi teka-teki bagi penikmat karya-karya sastranya. Berusaha menyembunyikan identitas memang disengaja karena popularitas bukan tujuan hidupnya. Prinsip hidup yang selalu dipegangnya adalah sekali berarti setelah itu mati. Karena hidupnya saat ini belum begitu berarti maka saat ini juga ia belum berkeinginan untuk mati.
Sebenarnya inisial Y itu adalah Yatno, setelah tahu inisial itu orang akan berpandangan begitu kentalnya nuansa kejawaan pada dirinya. Padahal ia mencoba untuk tidak membawa wacana kesukuan dan menghindari dari egoisme etnis tertentu.

Penulis yang bercita-cita menjadi arsitek ini sejak awal sudah terjun di dunia sastra. Menurutnya, menyelesaikan tulisan baik itu prosa dan puisi merupakan tantangan tersendiri yang mengasyikkan. Bahkan karena terlalu asyik dalam dunia tulis-menulis, sampai sekarang cita-citanya untuk menjadi seorang arsitektur profesional belum terlaksana.

Jerih payah Y. Wibowo dalam bersastra membuahkan hasil, puisinya yang berjudul “Narasi Dari Pesisir” pada tahun 2004 ia menjadi pemenang pertama anugerah Krakatau Award.

Berikut karya-karya Y.Wibowo: Pengakuan Pariyem; Perempuan Tak Perlu “Make up” (Bernas, 2002), Kronika Buku (terbit dalam dua edisi bersambung dalam Lampung Post, Oktober 2007), Names (The Jakarta Post, 2006), Ihwal Glokalisasi (Lampung Post, 2006), Momentum Keberpihakan (Radar Lampung, September 2007).

Karya-karya puisinya sering juga menghiasi koran-koran nasional seperti Memedi Sawah I, Memedi Sawah II (Kompas, 20 Agustus 2006), Pugung Raharjo dan Jejak Hujan Kota Karang (Media Indonesia, 2 Januari 2005).

Karya-karya manuskrip puisi yang telah ia hasilkan diantaranya; Ziarah Angin, Mei matahari, dan Opera Kebun Lada. Tidak ketinggalan pula karya prosanya; Orang-Orang ladang kabut, Sejarah, Angin, dan Jejak juga sudah dibuat dalam bentuk manuskrip.


Sumber:

Agus Sri Danardana dkk. 2008. Ensiklopedia Sastra Lampung. Bandarlampung: Kantor Bahasa Provinsi Lampung. Hlm. 182-184.

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart