
BANK perkreditan rakyat (BPR) telah terbukti mampu memberdayakan masyarakat melalui usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Posisi BPR pun kian diperhitungkan. Selain memegang peranan penting dalam membangun struktur perbankan nasional, BPR dianggap ujung tombak perekonomian rakyat.
Kini, BPR terbesar di Indonesia dengan total aset lebih dari Rp1 triliun, adalah PT BPR Eka Bumi Artha (Bank Eka) milik Awet Abadi yang didirikan sejak 1972. Karyawannya kini mencapai lebih dari 240 orang dari 9 kantor yang ada di Lampung.
Bagaimana Awet Abadi bisa mewujudkan itu? Kuncinya disiplin, kerja keras, jujur, bertanggung jawab, dan mengayomi. “Saya mewujudkan pedoman itu dalam mengemban pekerjaan sehingga bisa seperti ini,” kata Awet di ruang kerjanya, Bank Eka Metro, 26 Mei 2008.
“Konsentrasi terhadap semua tugas yang dibebankan. Mampu dan mau secara konkret. Tidak boleh setengah-setengah bila mengerjakan sesuatu. Tetapi harus disiplin, jujur, tanggung jawab, dan mau kerja keras,” kata ujar pria kelahiran Pati, Jawa Tengah itu.
Langkah Awet di dunia bisnis bermula tahun 1966, ketika datang ke Metro dari Yogyakarta. Saat itu, ia ditugasi Kosgoro merintis pembuatan Bank Pasar Kosgoro di Metro. “Organisasi Kosgoro meminta saya mengembangkan bank pasar di Metro,” ujarnya.
Di Metro, sembari merintis pendirian Bank Pasar Kosgoro, Awet menyambi berjualan batik yang dibawanya dari Yogyakarta. Saat itu, dia tinggal di Hotel Sarinah–dekat SPG Lama, Jalan Imam Bonjol Metro.
Bisnis batiknya pun berjalan baik. Ia banyak mengirim batik ke pasar-pasar di Metro. Sementara itu, persiapan pendirian bank terus dilakukan. Akhirnya, Bank Pasar Kosgro terbentuk tahun 1967.
Tetapi, bank itu tidak berkembang baik. Awet yang saat itu menjabat kepala bank bahkan akhirnya memilih meninggalkan jabatannya. Bank itu pun tidak bertahan lama, hanya sekitar 5 tahun.
Keluar dari Bank Kosgoro, Awet memilih menjadi guru, sembari tetap menjalankan bisnis batiknya. Ia pu mengajar di SMEA Negeri yang saat itu kekurangan guru ekonomi. “Waktu itu guru di sana hanya empat orang,” tuturnya.
Tidak lama kemudian dia juga mengajar di SMA Negeri 1 dan SMA Yos. Sambil mengajar dan menjual batik, Awet mendirikan PGSLP dan seterusnya mendirikan SPMA di Pekalongan. “Saya selalu membuat inovasi, yang tidak ada saya adaken,” ujarnya. Seterusnya Awet juga mengajar menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah. “Ketika berdiri UM, saya mengajar koperasi,” ujarnya.
Setelah lama bergelut di dunia pendidikan, Awet berpikir untuk membantu masyarakat terutama pedagang kecil. Setelah menganalisis dan telah memiliki akses lumayan, akhirnya Awet memilih kembali membentuk bank pasar. Pada 1972 Awet mendirikan BPR Eka Bumi Artha.
Menurut dia, nama itu diberikan Departemen Kehakiman. “Ada beberapa usulan waktu itu, tapi diberikan nama itu,” tambahnya.
Menurut Awet, pemegang saham waktu itu adalah para tokoh masyarakat di Metro yang memang memiliki visi menolong masyarakat kecil.
“Akhirnya, kami kembangkan menjadi bank kekeluargaan sampai sekarang. Dahulu mulainya dengan modal kecil, sekitar Rp30 ribu tahun 1972. Waktu itu namanya Bank Eka Karya dan terus berubah hingga akhirnya menjadi BPR Eka Bumi Artha,” ujarnya.
Awet mengaku hal yang mengesankan adalah saat ia menjadi guru dan kemudian bisa mendirikan sekolah.
Tapi, yang lebih mengesankan adalah ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997. Krisis ekonomi justru menjadi tantangan. “Bank Eka malah maju di tengah krisis,” kata dia. Kuncinya, membuat terobosan, inovasi, dan bekerja keras.
Awet memiliki misi menjadikan BPR sebagai infrastruktur keuangan yang memberikan peluang bagi pemerataan pembangunan perekonomian wilayah yang berorientasi pada pengembangan usaha kecil dan mikro menuju kesejahteraan rakyat.
Sasaran pemberian kredit lebih kepada usaha kecil dan menengah. Untuk sementara didominasi sektor konsumsi, tapi banyak juga diberikan pada petani dan pedagang.
Pria yang hobi bulu tangkis ini tergolong multitalenta. Selain bergerak di koperasi, perbankan, pendidikan, olah raga, dan sosial, dunia politik pun dia masuki.
“Saya ini dahulu pimpinan organisasi petani, pimpinan organisasi masyarakat kecil, kemudian pimpinan organisasi para pengusaha di Kadin, dan bergerak dalam bidang pendidikan, dan politik. Sehingga secara akses cukup memadai. Inilah yang menjadi modal dasar saya dalam mengembangkan usaha saya,” ujarnya.
Awet membentuk Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar pertama tahun 1967 di Metro (dahulu Lampung Tengah). Melalui jalur itu dia duduk di kursi DPR Gotong Royong tahun 1970. Selama tiga periode bertutur-turut dia menjadi anggota DPRD dan pernah menjadi ketua Golkar.
Di tingkat nasional, Awet pernah menjadi anggota MPR 1982 untuk satu periode dan menjabat ketua umum DPP Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo). Di bidang olahraga pernah menjadi ketua harian KONI dan kini menjadi Dewan Penasihat KONI Metro.
Menurut Awet, mengembangkan usaha seperti yang digelutinya, tidak terlepas dari faktor kepercayaan dan brand image manusia yang mengurus BPR.
“Ini akan dilihat dari track record-nya. Istilahnya, BPR itu kan sulit mendapat kepercayaan apalagi oleh para penyandang dana atau dana pihak ketiga (DPK). Tapi, berkat nama baik dan kesungguhan mereka akan percaya,” ujarnya dalam suatu perbincangan dengan wartawan.
Menurut Awet, ada tiga unsur yang penting dalam mengelola BPR. Pertama, masalah regulasi. Kedua, masalah building capacity-nya, dalam hal ini khususnya sumber daya manusia (SDM). Ketiga, adalah masalah modal.
Sekarang, dia mengakui BPR-BPR mengalami kesulitan SDM yang mampu mengakses dan mengurus BPR secara sungguh-sungguh. Sebab, BPR dahulu tumbuhnya tidak sebagai bankers yang kaya.
Tapi, peluang tentu saja selalu ada. Khususnya dana-dana di pemerintah itu yang mengalami kegagalan. Jika diberdayakan di masyarakat perdesaan tentu akan memberikan nilai tambah dan nilai lebih. BPR harus kreatif untuk itu.
Menurut Awet, BPR masih harus terus berjuang. Sebab, kenyataannya tidak semua BPR itu mengalami kemajuan secara signifikan. Masih banyak kendala di lapangan yang harus diselesaikan.
Untuk itulah, organisasi Perbarindo terus berusaha meningkatkan dan menyehatkan BPR sehingga bisa terus eksis dan dapat secara konkret membantu masyarakat. n
BIODATA
Nama lengkap: Awet Abadi
Tempat dan tanggal lahir: Pati, 4 Juli 1942
Agama: Islam
Istri: Hj. Siti Marsyam
Anak:
1. Daru Puspitasari
2. Daru Lukito Sari
3. Dewi Gupito sari
4. Dewanto Husodo
5. Diah Emilia sari
Alamat rumah: Jalan A. Yani No. 54 Metro, Lampung
Alamat kantor: Jalan A. Yani No. 70 Metro, Lampung, telepon kantor: 0725-41246
Pendidikan
1. SD: Sekolah Dasar di Pati, lulus tahun 1956
2. SMP: SMEP Negeri di Pati,lulus tahun 1959
3. SMA: SMEA Saraswati di Solo, lulus tahun 1962
4. Akademi Koperasi di Yogyakarta, lulus tahun 1965
5. Perguruan Tinggi Unila di Lampung, lulus tahun 1977
Pekerjaan
1. Anggota DPR-GR Tk. II sampai dengan 1971
2. Anggota DPRD Tk. II selama tiga periode
3. Anggota MPR selama satu periode
4. Anggota DPRD Tk. I selama dua periode
5. Ketua Umum DPP Perbarindo satu periode
6. Anggota Badan Penasihat DPP Perbarindo sampai sekarang
7. Direktur Utama PT BPR Eka Bumi Artha sejak tahun 1972 sampai sekarang
8. Dewan Penasihat Ikatan Bankir Indonesia (IBI) periode 2007–2011
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 175-178.
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky