Imron Rosadi (1944-…): Gajah Lampung yang Memilih Jadi Resi

SEORANG maestro biasanya hanya melahirkan satu masterpiece dalam sejarah hidupnya. Akan tetapi, kebiasaan itu tidak berlaku untuk Imron Rosadi, Si Gajah Lampung van Pringsewu. Dalam lima dekade pengabdiannya untuk olahraga yang kurang populer, angkat besi/berat, pria berusia 64 tahun ini sudah melahirkan puluhan atlet yang tidak hanya berjaya di tingkat nasional, tapi menembus pilar-pilar dunia.

Lelaki etnis Tionghoa bernama asli Liu Nyuk Siong ini awalnya lifter angkat besi. Selama 1965–1979, ia tidak memiliki lawan sepadan di tingkat nasional.

Imron lahir 5 Maret 1944 di Pringsewu, Tanggamus, di tengah keluarga yang cukup mapan dari segi ekonomi. Meskipun orang tuanya berada, sejak kecil Imron selalu ingin mandiri dan menghidupi diri dari usaha sendiri. Oleh sebab itu, sejak muda Ia terbiasa bekerja keras.

Ayahnya, Paulus Rosadi, adalah pedagang sukses di Pringsewu. Sang ayah menentang minat Imron terhadap angkat besi. Agar bisa berlatih, Imron ikut berbisnis. Di usia 20 tahun, Imron melanglang buana ke Bandung, Semarang, Surabaya, dan banyak kota lain untuk berbisnis kendaraan bekas.

Sejauh-jauhnya Imron “terbang”, akhirnya ia pulang kandang. Dan, Pasar Bambu Kuning menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjalanan suksesnya. Pada 1959, ia sudah membuka usaha jual beli kendaraan bekas di tengah Kota Tanjungkarang yang saat itu memang sudah menjadi urat nadi perekonomian kota.

Kebetulan, kekasihnya yang kemudian menjadi istrinya, Yuniarti yang memiliki nama asli Wong Moy Jun, juga tinggal di pasar itu bersama orang tuanya yang berprofesi sebagai pedagang. Ternyata, bukan hanya kecantikan Yuniarti yang memikat hati Imron. Tepat di seberang toko orang tua kekasihnya, terdapat sebuah tempat latihan angkat besi yang dikelola Khu Wei Yang, seorang Tionghoa asal Yogyakarta yang datang ke Lampung untuk membuka kebun teh.

Imron mencoba berlatih dan membuat Khu Wei Yang terkesan. Khu Wei Yang memberi Imron ruang seluas-luasnya, bahkan ia dipertemukan dengan Cen Cing Tai, juara dunia angkat besi asal China. Ini menjadi awal prestasi demi prestasi Imron di arena angkat besi hingga akhirnya pensiun sebagai atlet pada 1979.

Imron tidak dapat menolak risiko menjadi lifter, yakni kerusakan struktur tulang. Keluhan sakit di pinggang, siku, dan lutut sudah ia rasakan sejak 1979, tapi Imron baru menjalani operasi pada 1992. Dalam operasi itu, ada dua pen yang ditanam di punggungnya. Itulah mengapa Imron harus berjalan perlahan di usia senjanya kini.

Pensiun sebagai atlet, Imron kemudian membangun padepokan angkat besi dan berat di kediamannya di Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, yang diberi nama Gajah Lampung, sesuai dengan julukannya saat merajai arena angkat besi nasional.

Dari padepokan inilah lahir puluhan lifter juara yang mengharumkan nama Lampung. Eksistensi Imron tidak hanya di tingkat nasional, tapi sudah tersiar ke seluruh dunia. Untuk Lampung, peran Imron amat sangat besar, terutama di pentas Pekan Olahraga Nasional (PON).

Di tangan Imron-lah pencapaian Lampung dipertaruhkan. Hampir tiga dasawarsa, angkat besi dan berat menjadi tumpuan utama Lampung setiap PON hingga bisa menjadi daerah terbaik di luar Pulau Jawa sampai PON XVI 2004. Pada PON terakhir, XVII 2008 di Kalimantan Timur, lifter-lifter asuhan Imron Rosadi menghasilkan 14 emas, 4 perak, dan 2 perunggu dari total 18 emas, 12 perak, dan 20 perunggu yang masuk ke pundi-pundi medali Kontingen Lampung.

Sikapnya yang tegas dan menjunjung tinggi disiplin membawa Imron bak Raja Midas, memiliki sentuhan tangan ajaib. Imron membentuk seorang atlet sejak usia belia yang dilatih secara serius. Nyaris seluruh atlet yang dibinanya berasal dari masyarakat lingkungan tempat tinggalnya. Ia bukan hanya memosisikan diri sebagai pelatih, melainkan juga merangkap manajer yang brilian bahkan seorang ayah bagi atlet-atletnya.
Dalam memberikan pengabdiannya untuk olahraga ini dan Sang Bumi Ruwa Jurai, Imron tidak setengah-tengah. Ia rela merogoh kantong sendiri hingga puluhan juta rupiah sebulan untuk membina angkat besi. Imron tidak pernah mengungut bayaran dari kegiatannya melatih.

Imron bukan hanya melatih. Para lifter juga makan, minum, dan menginap di padepokan yang dibangunnya. Bahkan, jika mengikuti sebuah kejuaraan, Imron juga merogoh kocek sendiri untuk uang saku atlet yang mewakili Lampung.

Barulah pada pertengahan 1980-an Imron mendapat bantuan dari pemerintah dan KONI Lampung. Itu tidak lepas dari prestasi anak asuhnya di berbagai kejuaraan nasional maupun internasional.

Selama 45 tahun, Imron berusaha mandiri. Ia tidak pernah mengeluh. Semua biaya latihan dan hidup anak asuh keluar dari kantongnya. Setiap tahun ia harus menyediakan tidak kurang dari Rp1,5 miliar untuk biaya makan, kesehatan, suplemen, sekolah, dan uang saku. Itu belum ditambah untuk belanja alat. Tetapi, Imron memang sosok yang mandiri dan tidak suka mengeluh.

Dari usaha berbisnis jual beli kendaraan bekas yang ia rintis sejak muda, Imron telah memiliki diler dan bengkel mobil yang kini dikelola sang anak, Edi Santoso. Dari usahanya inilah Padepokan Gajah Lampung bisa hidup sampai sekarang.

Di tingkat nasional, Imron sangat disegani. PB PABBSI bahkan sampai membolehkannya menggelar pusat pelatihan nasional (pelatnas) untuk event internasional seperti SEA Games, Asian Games, hingga Olimpiade di Pringsewu bagi atlet-atlet Gajah Lampung. Saran dan masukannya selalu menjadi referensi dan bahan evaluasi bagi PB PABBSI.

Meskipun demikian, ia merasa loyalitas dan pengabdiannya terkadang banyak mendapat penghianatan. Banyak atlet binaannya yang menyeberang ke daerah lain dengan iming-iming rupiah dan pekerjaan. Beberapa dari mereka bahkan menjadi pelatih nasional.

Di usianya yang mendekati senja, sejak beberapa tahun lalu Imron menyatakan ingin berhenti total mengurusi angkat besi/berat. Jika sampai pada masanya, Padepokan Gajah Lampung akan ditutup karena ia tidak membolehkan anak-anaknya meneruskan, termasuk Edi Santoso yang selama ini mendampinginya sebagai pelatih. Dan jika sampai pada masanya, Lampung dan Indonesia akan kehilangan sosok besar yang mengabdi tidak kenal lelah. n

BIODATA


Nama: Imron Rosadi
Tempat, tanggal lahir: Pringsewu, 5 Maret 1944
Nama asli: Liu Nyuk Siong
Istri: Yuniarti (Wong Moy Jun)
Ayah: Paulus Rosadi
Karier atlet: 1965–1979
Karier pelatih: 1979–sekarang
Usaha: Diler dan bengkel mobil Gajah Lampung

Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 182-185.

Biodata Viral
Terviral
Logo
Shopping cart