
BANYAK pejabat yang berhasil menapaki karier sampai puncak, tetapi hanya sedikit yang terlibat langsung dalam pergantian kekuasaan pemerintahan. Suksesi kepemimpinan adalah masa paling krusial bagi pejabat keamanan. Dan, suksesi itu berjalan mulus tanpa setetes pun darah. Komjen (Purn.) Sofjan Jacoeb termasuk pejabat yang beruntung itu.
Saat masih menjabat kapolda Metro Jaya, lelaki kelahiran Tanjungkarang, 31 Mei 1947 itu mengawal proses pergantian kepemimpinan nasional dari Presiden Abdurrahman Wahid kepada Presiden Megawati Soekarnoputri. Sofjan mengakui itulah masa paling berkesan semasa bertugas di kepolisian.
Berkesan karena sebagai pejabat kunci yang mengendalikan keamanan ibu kota saat itu ia harus menentukan sikap apakah akan tunduk kepada perintah Kapolri Jenderal Suroyo Bimantoro ataukah kepada Wakapolri Irjen Chaerudin Ismail yang mendadak diangkat Gus Dur sebagai pengganti Bimantoro pada awal Juni 2001. Akhirnya Sofjan Jacoeb memilih tunduk kepada Bimantoro dan ternyata pilihannya itu terbukti benar.
Selepas pergantian kekuasaan, nama Sofjan Jacoeb beredar kuat sebagai calon kapolri pengganti Bimantoro. Namun, karena ketegasan sikapnya Sofjan kemudian ditempatkan di Lembaga Pertahanan Nasional. Ia sadar benar jika melawan pimpinan bakal menerima sanksi politis maupun administrasi kepangkatan. Tetapi, perwira tinggi keamanan yang memang ditugaskan menegakkan peraturan ini tidak tahan lagi melihat pimpinannya melanggar peraturan.
Saat itu, Presiden Megawati mengeluarkan keputusan pensiun 64 perwira Polri termasuk Sofjan Jacoeb. Setelah dipelajari, keputusan itu bertentangan dengan UU No. 2/2002 yang menyebutkan anggota Polri pensiun pada umur 58 tahun. Sofjan menggugat keputusan itu ke PTUN dan menang. Namun, akhirnya demi kebaikan semua pihak ia ikhlas mencabut gugatan itu.
Sebenarnya ia hanya ingin mengingatkan agar para pemegang kekuasaan tidak sewenang-wenang menjalankan amanah kekuasaan. “Proses menjelang pergantian kekuasaan nasional itu paling berkesan dalam hidup saya,” kata Sofjan Jacoeb.
Beberapa bulan setelah sukses mengamankan peralihan kekuasaan dari Presiden Gus Dur ke Megawati, Sofjan dipindahkan ke Lemhanas. Ini bukan tempat asing baginya karena sebelumnya ia juga lama bertugas di gudangnya para pemikir negara ini. Belum sempat menikmati tugasnya lebih lama, mendadak Presiden Megawati mengeluarkan keputusan pensiun kepada 64 perwira Polri termasuk Sofjan Jacoeb.
Sofjan mempelajari keputusan tersebut bertentangan dengan UU No. 2/2002 tentang Kepolisian yang menyebutkan anggota Polri pensiun pada umur 58 tahun, sementara saat itu Sofjan masih berusia 55 tahun. Sofjan mendiskusikan hal ini kepada Ketua MA Bagir Manan. Hasilnya, keputusan pensiun itu keliru karena yang berhak memensiunkan aparat negara adalah undang-undang, bukan presiden, menteri, atau gubernur.
Kemudian Sofjan menggugat ke PTUN. Di tingkat pertama gugatan itu kalah, tapi menang di tingkat banding.
Selama terjadi gugat-menggugat itu situasi menjadi ramai dan memicu kemarahan Presiden. Digulirkanlah isu Sofjan terlibat penyelundupan mobil mewah sebagai upaya pembunuhan karakter. Setelah dipelajari kembali, ternyata pasal penyelundupan memang tidak terbukti. Lalu dicari lagi pasal pemalsuan.
“Apanya yang palsu, tidak ada kendaraan yang palsu. Ini hanya pasal geregetan. Saya akan tuntut balik dengan pasal pencemaran nama baik. Saya punya anak, punya istri, punya keluarga. Saya sudah bekerja 32 tahun dan selalu menjaga nama baik. Itu yang selalu saya jaga betul,” ujarnya.
Gugat-menggugat mereda setelah Kapolri saat itu Jenderal Suroyo Bimantoro memintanya menurunkan tensi. Sofjan akhirnya ditawari berdinas aktif kembali, tetapi ia menolak.
Tangkap Tommy
Kendati berhasil mengawal suksesi dengan mulus, banyak kalangan menilai keberhasilan terbesar Sofjan Jacoeb adalah ketika ia menangkap Tommy Soeharto akhir November 2001. Sofjan bahkan memerintahkan tembak di tempat jika putra kesayangan mantan Presiden Soeharto itu sedikit saja melakukan perlawanan.
Perintah tegas itu dikeluarkan karena saat itu Tommy yang berstatus buron diduga kuat membawa senjata api. Kisah penangkapan anak mantan penguasa ini jika diungkapkan semua bahkan lebih dramatis dari yang diketahui banyak masyarakat luas.
Sumber yang dapat dipercaya mengungkapkan Sofjan Jacoeb kesal karena dilarang menggeledah Cendana padahal dalam perburuan itu beberapa kali ia melihat Tommy keluar-masuk rumah tersebut. Orang yang melarang penggeledahan itu adalah kakak perempuan Tommy.
Dalam penyelidikan diketahui rumah Cendana dilengkapi dengan terowongan rahasia yang dapat dipakai untuk kabur atau bersembunyi dari marabahaya. Kepada kakak perempuan Tommy, Sofjan Jacoeb kemudian mengancam akan menyemprot terowongan tersebut dengan gas beracun untuk membinasakan semua makhluk hidup yang bersembunyi di tempat itu.
Aparat Polda Metro Jaya juga sudah membawa gas beracun berikut alat penyemprot dan masker. Tetapi, keluarga Cendana meminta dengan sangat agar rencana itu dibatalkan.
Dalam perburuan Tommy itu, Sofjan juga sempat merasakan sesungguhnya kekuasaan Soeharto belum benar-benar habis. Itu terbukti dari bocornya hasil rapat yang membahas rencana penyergapan. Tentu hanya Sofjan yang mengetahui persis siapa-siapa perwira Polri yang masih punya ikatan dengan keluarga Cendana.
Pensiun dari dinas kepolisian, Sofjan Jacoeb bukannya surut beraktivitas. Justru setelah lepas dari rutinitas tugas ia bisa dengan leluasa menggunakan waktunya membaur dengan masyarakat.
Gagasan-gagasan segar yang dahulu hanya mengendap di balik kesibukan, kini bisa disalurkannya dengan baik. Tidak heran, pria bercucu tiga ini punya jadwal seabrek, mulai urusan bisnis properti, studio rekaman, pembinaan anak-anak kurang mampu, klub olahraga, sampai pondok pesantren.
Di bidang sosial, Sofjan menjadi koordinator para pengusaha keturunan China di Jakarta untuk memberi santunan kepada anak-anak yatim serta siswa-siswi kurang mampu. Sebagian besar orang tua anak-anak ini bekerja sebagai nelayan dan pemulung yang tinggal di permukiman kumuh di Jakarta Utara. n
BIODATA
Nama: Komjen (Purn.) Drs. H. Moch. Sofjan Jacoeb, M.M.
Lahir: Tanjungkarang, 31 Mei 1947
Pendidikan:
1. SR Negeri 7 Kotabumi, Lampung Utara
2. SMPN 1 Tanjungkarang
3. SMAN 1 Tanjungkarang (1967)
4. Akabri Kepolisian (1970)
5. Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (1977)
6. Magister Manajemen Sumber Daya Manusia (1997)
Jabatan:
1. Polisi Perairan dan Udara
2. Kapolres Tapanuli Selatan
3. Kapolres Asahan
4. Kapolres Simalungun
5. Kapolres Deli serdang
6. Kapoltabes Medan
7. Kadit Diklat Polda Sumbagsel meliputi wilayah Palembang, Bangka Belitung, Lampung, dan Bengkulu
8. Kapolwil Pare Pare, Sulawesi Selatan
9. Kasubdit Lingkungan Masyarakat dan Swasta, Deputi Pengkajian Lemhanas
10. Widyaiswara Muda, Widyaiswara Madya Lemhanas
11. Pokja Bidang Sosial Politik Hukum Lemhanas
12. Kapolda Sulawesi Selatan
13. Kapolda Metro Jakarta Raya
Organisasi:
1. Anggota Pelajar Islam Indonesia SMAN 1 Tanjungkarang
2. Ketua Olahraga Terjun Payung Mayang Raga Club Jakarta
3. Ketua Persatuan Tinju Amatir
4. Ketua PBVSI Sumatera Utara
5. Ketua Kwarda Pramuka Sumatera Selatan
6. Ketua Bela Diri Tenaga Dalam Panca Daya Sumbagsel, Palembang
7. Ketua Olahraga Selam Indonesia, Makassar
8. Anggota Dewan Pakar Lampung Sai
9. Ketua Yayasan Cinta Anak Harapan Bangsa, Jakarta
10. Ketua Perkumpulan Tenis Meja Sinyo Supit, Cengkareng, Jakarta
11. Ketua Yayasan Pendidikan Islam Alhussna, Jakarta
Pengalaman Luar Negeri:
– Studi banding dari Lemhanas tentang pendidikan, tenaga kerja, dan kebudayaan di Belgia, Belanda, dan Luksemburg (Beneluxe)
Istri: Hj. Siti Aisah (55 tahun), putri pasangan Bapak Sipahit Lidah (alm) dan Ny. Burhana Sutan Oelangan
Anak:
1. Mohammad Risa Mustario (30 tahun) PTIK/Interpol
2. Dwi Subara (28 tahun) Propam Polda Metro
3. Widi Nugraha Putra (23 tahun) sedang menempuh pendidikan di London University of Art tahun keempat
4. Dinda Dewi Anggita (21 tahun) meraih Bachelor of Art dalam bidang manajemen hotel dari The Lyon Hotel School, Swiss, kini ditempatkan di Land Mark Hotel, London
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 222-225.
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky