
AGAK susah “merumuskan” seorang Anshori Djausal dalam sepotong kalimat. Pria kelahiran Kotabumi, Lampung Utara, 56 tahun lalu ini sohor sebagai tokoh multitalenta. Dia amat serius terhadap apa pun yang dikerjakannya. Maka, Anshori punya banyak “tanda pengenal” di provinsi ini: Pakar ferrocement, dosen Fakultas Teknik Unila, petinggi universitas, budayawan Lampung, penggiat pariwisata, ketua Persatuan Layang-Layang Indonesia, ketua Persatuan Fotografi Lampung atau ahli foto udara.
Malah bukan hanya itu. Anshori juga ahli kite arial photography (fotografi udara menggunakan layang-layang) kelas internasional, ketua pengarah pengembangan jaringan internet kampus se-Sumatera dan Kalimantan, pencinta lingkungan hidup, penulis puisi, penulis buku arsitektur Lampung, kolektor gambar tapis kuno, topeng, dan mitra diskusi generasi muda.
Apa yang dikerjakan pria kelahiran 13 Maret 1952 ini sehingga bisa mengangkat nama Lampung ke level nasional, bahkan internasional? Galery Museum di Australia misalnya, memajang koleksi layang-layang memancing, terbuat dari daun, plus video peragaan penggunaannya pemberian Anshori.
Sebelumnya, layang-layang unik tersebut dipakai nelayan Teluk Lampung untuk memancing ikan. Berkatnya, Australia mengenal Lampung bukan hanya soal gajah atau tapis, melainkan juga keunikan layang-layang kita.
Alumnus ITB ini “pada dasarnya” insinyur teknik dengan spesialisasi keahlian konstruksi ferrocement.
Menara Siger yang menjulang di pintu gerbang Sumatera tidak lepas dari sentuhan desain dan konstruksi ferrocement-nya. Tokoh ini termasuk pendiri asosiasi ahli ferrocement dunia. Berkat keahliannya, Anshori sering diminta mengajar pada acara kursus singkat ferosemen di Universitas AIT Bangkok.
Perahu ferrocement. Inilah karya pertama Anshori (dosen teladan I Unila 1994 Unila dan dosen teladan V Nasional 1994). Perahu ini pun menjadi acuan dalam memproduksi perahu nelayan di Pangandaran. Masyarakat dan nelayan sekitar terlibat penuh dalam proses produksinya. Aplikasi konstruksi ferrocement yang berkaitan langsung dengan masyarakat pedesaan juga diwujudkan dengan membangun jembatan untuk pejalan kaki, tangki, dan bak penampungan air berikut fasilitas MCK di Buniwangi (Pelabuhan Ratu).
Berkaitan dengan kepentingan masyarakat petani yang menggunakan fasilitas irigasi, konstruksi ferrocement juga diaplikasikan dalam bentuk saluran irigasi berupa panel pracetak di Cisadane, Jawa Barat, dan Bekri, Lampung. Pintu air untuk pengontrol debit air juga dibuat dari ferrocement seperti di Rawa Keramasan dan berupa flap gate di Sumatera Utara.
Selain konstruksi yang berkaitan langsung dengan masyarakat perdesaan dan daerah pantai, keahliannya juga dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam dengan merencanakan dan melaksanakan pembangunan masjid yang memiliki kubah dan ornamen interior yang menarik seperti di Masjid Bagus Kuning Palembang, Masjid Al Falah Jakarta, dan Masjid Albror di Lampung. Karya konstruksi ferrocement lain berupa bangunan monumental seperti Gerbang Kebun Binatang Ragunan dan Gerbang Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta, serta Menara Siger di Lampung.
Selain diaplikasikan dalam bentuk fisik dengan melibatkan tenaga lokal di tempat bangunan didirikan, ilmu ferrocement-nya disebarkan melalui pelatihan, seminar, dan publikasi surat kabar.
Dengan pengalaman-terlibat, sang tenaga lokal kelak mampu membuat konstruksi ferrocement sendiri kendati kurang memahami analisis struktur; seperti yang terjadi di Lampung. Tukang yang ikut memproses Masjid Albror kemudian membangun masjid dengan model konstruksi ferrocement yang sama di sekitar tempat tinggalnya. Meskipun sudah puluhan tahun dibangun, sebagian besar karya Pembantu Rektor IV Unila ini masih tegak kokoh plus bermanfaat.
Pengembangan dan penyebarluasan ferrocement juga “disirkulasikan” melalui pembentukan organisasi dan kaderisasi. Pusat Pengembangan Ferosemen Indonesia, yang dideklarasikan di Fakultas Teknik Unila, telah menerbitkan dua buku: Pengantar Ferosemen dan Struktur & Aplikasi Ferosemen.
Kaderisasi dilakukan dengan melibatkan dosen muda dalam berbagai kegiatan konstruksi ferrocement. Sekarang ada tiga dosen muda yang juga mendalami teknologi ini. Dan nama Anshori akan bisa abadi karena terus-menerus “dicor” di banyak tempat.
Hal yang membuat Bang An–demikian ia biasa disapa–memiliki sentuhan khas terhadap apa pun yang ditekuninya adalah kecintaannya terhadap kebudayaan. “Seni dan kebudayaan membuat kita tak pernah meninggalkan dimensi kemanusiaan dalam apa pun yang kita kerjakan.”
Dengan pendekatan seperti itu, Dekan Fakultas Teknik Unila (1999–2004) ini mampu memberi makna bahkan terhadap sesuatu yang tampak remeh dan tak berharga. Ia, misalnya, pernah mengemukakan gagasan tentang bagaimana membesarkan industri kerupuk rumah tangga di Cikoneng sehingga dapat menyaingi McDonald’s atau Kentucky Fried Chicken. Ia juga pernah “menyelamatkan” kesenian pesta sekura (pesta topeng) yang merupakan tradisi masyarakat Lampung untuk menyambut atau merayakan Idulfitri. Dan memosisikan tradisi ini sebagai bagian dari kebudayaan dunia melalui tulisannya yang dimuat Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia pada era 90-an.
Kiprahnya di bidang kebudayaan hampir dapat dikatakan sebagai bagian dari seluruh gerak hidupnya. Ia juga tidak segan-segan bersama para mahasiswa Universitas Lampung membacakan syair-syair klasik Lampung dalam prosesi HUT Kemerdekaan RI di lapangan parkir GOR Saburai, menghadiri diskusi-diskusi sastra dan teater, meyambangi para mahasiswa yang sedang berlatih kesenian atau menjelajah hingga ke pelosok terpencil Lampung sekadar mencari informasi tentang asal-muasal sebuah syair.
Anshori juga pernah membuat “geger” masyarakat Lampung dengan penelitiannya terhadap makam Patih Gajah Mada di Skala Bekhak pada era 80-an, menggelontorkan ide tentang “Lampung Sai”, gagasan tentang water front city (kota yang menghadap laut), hutan kota, sistem informasi budaya Lampung, mengelola proyek kampung tua untuk menyelamatkan habitat dan kekayaan etnik Lampung, hingga mengembangkan taman kupu-kupu Gita Persada yang menjadi pusat penangkaran kupu-kupu pertama di Lampung.
Anshori tidak pernah kehabisan ide dalam mengelola segala sesuatu yang dianggap memiliki manfaat bagi umat. Itulah sebabnya ia terbiasa ada di kalangan ilmuwan, bercengkerama dengan para seniman, bereksperimen dalam beragam penelitian teknologi keras dan lunak, bertualang dengan kameranya mengabadikan keindahan flora-fauna hingga ke dusun-dusun Lampung atau tiba-tiba menghilang dari keramaian dan asyik masuk sajak-sajak dan menulis buku.
“Saya belajar dan bercermin pada setitik air. Ratusan tahun menempuh perjalanan di dalam bumi untuk mencapai lautan,” demikian kata Anshori suatu ketika saat menjelaskan bagaimana ia mengelola energi hidupnya sehingga tidak pernah surut. Atau simaklah pernyataannya berikut ini: “Ada hewan tenggerek yang bertapa 8 tahun di dalam tanah lalu ke luar hanya untuk mengeluarkan suaranya yang sering kita anggap tidak merdu. Apakah kita tahu peran apa yang sedang dijalankannya dalam kesemestaan ini?”
Anshori memang tidak lengkap bila kita hanya menyebutnya sebagai seorang “spesialis” karena dia juga seorang yang “universalis” dan memiliki pendangan-pandangan yang cenderung holistik dalam menilai sesuatu. Dalam candanya pun, Anshori senantiasa tak luput menyisipkan pengetahuan.
Ia seorang “transformer” pengetahuan, seorang guru bahkan bagi perajin gerabah dan tembikar. Ia seperti sumur yang tidak habis ditimba bagi mereka yang haus pengalaman dan wawasan. n
BIODATA
Nama: Ir. Anshori Djausal, M.T.
Lahir: Kotabumi, Lampung, 13 Maret 1952
Jenis kelamin: Laki-laki
Status kawin: Kawin
Alamat rumah: Jalan Griya Persada Blok II/B No. 8 Way Halim Permai Bandar Lampung
Telepon/faksimile/ponsel: (0721) 702831/08154039040
Istri: Herawati A. Djausal
Anak
– Alia Larasati
– Meizano Ardhi Muhammad
– Gita Paramita
– Anisa Nuraisa
Pendidikan
– Strata 1 ITB Teknik Sipil (1980)- Strata 2 ITB Teknik Sipil (1991)
Karya Konstruksi
Ferrocement
Aplikasi teknologi ferrocement untuk konstruksi berkaitan dengan air dan irigasi berupa:
– Saluran irigasi berupa kanal pracetak ferrocement di Citandui-Cisadane (Jawa Barat) dan di Bekri-Rumbia (Lampung)
– Pintu air pasang surut (flap gate) dibuat dengan sistem pracetak di Sumatera Utara
– Pintu air klep ferosemen di Rawa Keramasan
– Tangki dan baik air bambu-semen di Buniwangi Pelabuhan Ratu
– Perahu ferrocement Ganesha
– Dermaga untuk perahu di Pulau Tangkil, Teluk Lampung
Aplikasi ferrocement untuk bangunan kantor, sarana ibadah dan pendidikan berupa:
– Masjid Al Fallah (Jakarta), Masjid Al Abror (Bandar Lampung)
– Menara masjid setinggi 11 m dan 17 m di Cisitu (Bandung)
– Masjid dan sekolah berdinding ®MDRV¯ferrocement®MDNM¯ di Liwa (Lampung Barat)
Aplikasi teknologi ferrocement untuk bangunan monumental berupa:
– Pintu gerbang Ragunan (Jakarta)
– Pintu gerbang TMII (Jakarta)
– Menara Siger di Bakauheni (Lampung)
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 267-271.
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky