
AAN Ibrahim, ranah mode, dan Lampung; ketiganya bersintesis kuat. Bicara dunia fashion Lampung memang tidak bisa lepas dari nama Aan Ibrahim. Bahkan, nama desainer kelahiran Pagar Dewa, Tulangbawang, 12 Juni 1955 ini dikenal luas dalam dunia busana nasional. Karakteristik khasnya sulam usus.
Sebelum berbasah-kuyup di dunia “keindahan” ini, Aan Ibrahim dahulu full amtenar, pegawai negeri sipil (PNS). Karena memutuskan desainer sebagai jalan hidup, ia mundur dari PNS pada 1989.
Aan Ibrahim memang seorang desainer yang penuh dedikasi dan totalitas. Ia memutuskan mundur sebagai pegawai negeri sipil, tepatnya sebagai tenaga medis pada 1989 agar bisa menekuni secara serius dunia fashion. Saat itu, usianya menginjak angka 35 tahun.
Awalnya, ia hanya merancang dan menjahit pakaian untuk orang-orang terdekat. Dalam setiap rancangannya, ia selalu memasukkan unsur tapis dan sulam usus hingga kreasinya tampil ekslusif.
Tahun 1990, untuk pertama kali ia menggelar show di Jakarta untuk mempromosikan kain tapis Lampung. Sukses dalam show ini membuatnya makin termotivasi untuk menggali lebih dalam kebudayaan Lampung dan dituangkan dalam rancangannya.
Aan Ibrahim mulai merintis mengembangkan sulam usus menjadi busana bernilai jual tinggi pada 1995. Saat itu, motif sulam usus yang dibuat para perajin seragam dan monoton, nyaris tidak ada diferensiasi. Hampir tidak ada proses kreativitas saat sehelai sulam usus dimulai. Begitu dan begitu saja.
Kreasi-kreasi pria kelahiran 12 Juni 1955 ini kini diburu dan menjadi koleksi nama-nama tenar, artis hingga pejabat, bukan hanya di Lampung, melainkan juga di Indonesia. Harganya pun tidak main-main, bisa mencapai puluhan juta rupiah untuk satu helai busana.
Sebagai seorang desainer, Aan tidak pernah berhenti menciptakan kreasi-kreasi baru. Aan pun selalu tertantang untuk menciptakan tren, tidak pernah puas dengan apa yang sudah dihasilkannya. Ia ingin selalu menciptakan karya yang lebih baik setiap waktu. Tetapi, perjalanan seorang Aan Ibrahim untuk mencapai nama besar seperti sekarang ini tidaklah singkat. Puluhan tahun waktu telah ia lalui dengan perjuangan yang tidak mudah.
Aan menyebut dirinya sebagai seorang desainer. Sebagai desainer, mengembangkan sulam usus bukanlah tujuan utamanya. Tetapi, ia merasa seorang desainer haruslah memiliki ciri khas dan sulam usus adalah ciri khasnya. Aan Ibrahim adalah sulam usus dan sulam usus adalah Aan Ibrahim.
Sebagai desainer, Aan Ibrahim memang tidak hanya berkonsentrasi hanya pada sulam usus. Keindahan kain tapis pun makin nyata lewat karya-karyanya. Namun, seiring perjalanan waktu, motif sulam usus Lampung memang terangkat lewat sentuhan Aan Ibrahim. Kini, puluhan desainer dan perajin lain di Lampung pun sudah memproduksi sulam usus dengan beragam harga dan menggapai semua tingkatan pasar.
Tahun 1995 adalah awal dari berkembangnya sulam usus. Dalam sebuah seminar, Aan berbincang-bincang dengan seorang dekan wanita dari sebuah universitas negeri di Pulau Jawa. Kepada Aan, dekan tersebut menyarankan agar mengembangkan sulam usus.
Menindaklanjuti masukan tersebut, Aan Ibrahim pergi ke Menggala, Tulangbawang, untuk melakukan riset cara membuat sulam usus. Pada awalnya, sulam usus hanya dipakai untuk pernak-pernik seperti pembungkus kotak tisu. Pada saat itu, motif sulam usus yang dibuat para perajin seragam dan monoton, tidak ada diferensiasi. Tidak ada proses kreativitas dalam pembuatan sulam usus. Sejak itulah, Aan Ibrahim tertantang mengembangkan sulam usus.
Aan Ibrahim terpikir mengembangkan sulam usus untuk dipakai pada busana. Sebuah proses panjang pun dimulai. Dengan telaten Aan mempelajari karakteristik sulam usus. Hal yang tidak mudah karena sulam usus punya sifat yang tidak sama dengan bahan baju pada umumnya. Lewat proses belajar dan coba-coba, Aan pun akhirnya dapat menyelami karakteristik dan pembuatan sulam usus secara menyeluruh.
Setahun berikutnya, Aan mulai mengaplikasikan sulam usus pada busana kreasinya. Ia pun mulai memamerkan baju-baju sulam usus di Jakarta. Dalam sebuah show bersama desainer kondang Indonesia, Sammuel Wattimena, di Hotal Borobudur, audiensi dan wartawan mengira baju-baju sulam ususnya produk bordir. “Banyak wartawan yang bertanya-tanya proses pembuatannya. Saat saya bilang buat satu baju saja bisa memakan waktu dua bulan, banyak yang nggak percaya,” kenangnya.
Sejak saat itulah sulam usus mulai dikenal orang. Ia menjadi termotivasi untuk mengembangkan sulam usus. Aan banyak mengadakan pelatihan dan merekrut banyak perajin untuk memproduksi karya-karyanya.
Banyak perajin-perajinnya saat ini telah mandiri dan memproduksi sendiri sulam usus. Beberapa perajin itu bahkan hijrah dan mengembangkan sulam usus di luar Provinsi Lampung. Puluhan perajin binaannya, lewat Koperasi Wat Agow, kini memiliki usaha sendiri dan ikut mengembangkan kain tapis, sulam usus, dan lainnya.
Aan tidak berhenti di situ. Ketua APPMI (Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia) Lampung dan Ketua API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia) Lampung ini juga merancang tapis lampung modern dan juga batik lampung.
Kini, doctor honoris causa bidang seni budaya dan dari Chicago University ini, sudah memiliki 17 gerai penjualan di seluruh Indonesia dengan jumlah penjualan terbanyak di Yogyakarta. Untuk mempromosikan hasil karya-karyanya, selain sering menjadi tema utama di majalah-majalah wanita nasional, ia juga menerbitkan tabloid Pesona pada 2001. Bukan hanya menginformasikan rancangan terbarunya, tabloid dwimingguan ini juga memuat banyak informasi mengenai kebudayaan Lampung. n
BIODATA
Nama : Aan Ibrahim
Lahir: Pagar Dewa, 12 Juni 1955
Rumah: Jalan Mr. Gele Harun atas No.40 Bandar Lampung
Kantor/galeri: Jalan Perintis Kemerdekaan No.5 Bandar Lampung
Pendidikan formal:
– SD di Pagar Dewa
– SMP di Menggala
– SPR (Sekolah Pengatur Rawat) Tanjungkarang
– STIAL
Pendidikan nonformal:
– Sekolah Mode Esmod Jakarta
– Pelatihan Desain Tekstil Nasional (1997)
– Pelatihan Manajemen Perusahaan 1999
Pekerjaan:
– Direktur CV Aan Ibrahim Brother
– Direktur Koperasi Wat Agow
– Ketua UKM Pusat Pemasaran Bersama Panjang
– Direktur Sekolah Kepribadian Aan Ibrahim Modelling School
Organisasi:
– Ketua Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia (APPMI) Cabang Lampung
– Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Cabang Lampung
Penghargaan:
– Doctor Honoris Causa Bidang Seni Budaya dari Chicago University USA – Seni Budaya dari ASEAN Entertainment
– Indonesia Award
– ASEAN Program Consultan 1997
– Pengusaha kecil terbaik dariPeridustrian Lampung (1995–2000)
– Pengusaha menengah terbaik dari Deperindag Lampung (2001–2004)
– Siddhakarya dari Disnaker Lampung (1997)
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 301-303.
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky