
KEBERANIAN mengambil keputusan menjadi modal utama Zulkifli Anwar. Kisah tentang keputusan itu dibuktikan pria kelahiran Tanjungkarang, 19 Juni 1955 ini saat menjabat bupati Lampung Selatan selama satu setengah periode (2000–2005, 2005–2010, mundur pada 27 Mei 2008 karena mencalonkan diri menjadi gubernur Lampung).
Dalam kurun tersebut, setidaknya sembilan peristiwa pertikaian di kabupaten tersebut dimediasi dengan cara khasnya.
Palagan drama berdarah bermuatan SARA dari tawuran antarpemuda desa, polisi dengan TNI, sama-sama TNI berbeda angkatan, perang antarsuku, hingga saling serang antaragama pernah diterjuni.
Bahkan, pada perang antarsuku di Palas, 18 Mei 1999, dia nekat pasang badan di tengah kelompok Bali yang siap melepas busur tombak beracun dengan kelompok Lampung dengan pedang terhunus. Saat itu, polisi sempat mencegah. Tetapi, ia yakin dengan langkahnya. “Modal saya hanya bismillah,” kata dia.
Tentang kenekatannya itu ia mengatakan sebagai khalifah bagi rakyatnya, ia rela berkorban jiwa sekalipun. Namun, ia punya perhitungan matang. “Saya berani karena demi rakyat saya. Dan saya yakin semua mereka yang bertikai sangat mengenal saya. Karena saya sudah cukup dekat dengan mereka selama ini.”
Modal egaliter, mudah akrab, dan berbahasa rakyat tampaknya menjadi penguat keyakinan dan keberaniannya. Sifat akrabnya itu membuat jarak dengan rakyat dan masyarakat umum tidak bisa dibendung protokoler.
Bahkan, untuk urusan dinas sekalipun, lelaki yang selalu mengenakan kacamata gelap ini tidak pandang tempat. Ia kerap meminjam punggung salah satu warga yang kebetulan berada di dekatnya untuk alas tanda tangan surat dinas. Tidak heran jika semua orang, kecuali staf dalam hierarki kepemerintahan memanggil anak ke-10 dari 13 saudara keluarga Anwar dengan panggilan “Bang”.
Sifat dasar itu dilatari didikan ayahnya yang serdadu disiplin keras dan ibunya yang penyayang dan dermawan. Terlebih ketika menikahi Djuniar Adhar yang energik dan ceria, membuat Bang Zul leluasa mengembangkan diri.
Berawal dari dunia usaha, mengantar bapak dari Melinda Zuraida dan Dandy Ramadhona ini mendulang sukses. Bermodal pengalaman pendidikan sampai tingkat II Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) pada 1977, ia meracik strategi bisnis dengan mendirikan perusahaan jasa konstruksi bersama beberapa rekan.
Selain berbisnis, pria yang selalu berpenampilan trendi itu juga getol berorganisasi. Dari organisasi profesi, organisasi kepemudaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, bahkan organisasi kesukuan ia ikuti. Meskipun demikian, organisasi bukan menjadi tabir baginya sehingga mempersempit geraknya. Ia masuk semua organisasi untuk menjadi katalisator yang mempersatukan perbedaan. “Kita semua orang Indonesia,” kata dia.
Pengalaman di dunia bisnis dan organisasi, Zulkifli Anwar menjajal ranah politik. Bekal komunikasi aktif dan gaya orasinya yang akrab memuluskan jalannya meraih simpati publik. Hasilnya, pada pemilihan bupati Lampung Selatan periode 2000–2005, ia terpilih.
Memimpin daerah otonomi seluas 3.500 kilometer persegi yang berada di perlintasan dan pintu gerbang Pulau Sumatera, Zul dinilai sukses. Gaya kepemimpinannya yang situasional menempatkan orator ini sebagai motivator rakyat yang berhasil.
Ia mampu berkomunikasi dengan bahasa rakyat, yakni, bahasa yang polos tanpa tedeng aling-aling. Kebetulan, pergaulannya dengan banyak kalangan juga mengajarkannya untuk mampu berbahasa Lampung, Jawa, Sunda, Semendo, dan setidaknya bisa memakai logat Batak, Padang, Bugis, dan bahasa daerah lain. Dan tentu saja, bahasa Palembang yang menjadi bahasa kesehariannya.
Kemampuan komunikasi multilevel ini mendudukkan Zulkifli Anwar sebagai mediator yang andal. Pengakuan kualitasnya sebagai juru damai itu bukan hanya dari warga. Lembaga militer dan kepolisian pun memberi hormat untuk kepiawaiannya.
Tidak heran jika pada 26 September 2007, Zulkifli Anwar diangkat sebagai keluarga besar Brigif-3 Marinir, Piabung, Lampung. Bahkan, Brimob memberinya penghargaan sekaligus sebagai keluarga besar kesatuan elite kepolisian ini.
Danbrigif-3 Marinir Kolonel Mar F. Saud Tambatua mengatakan pengukuhan Zulkifli sebagai keluarga besar Brigif-3 Marinir adalah sebagai bentuk penghormatan Marinir kepada masyarakat Lampung Selatan di bawah pimpinan bupati Lampung Selatan dan sekaligus sebagai penyejuk dalam setiap permasalahan yang menyangkut Brigif-3 Marinir.
Kacamata Hitam
Salah satu ciri penampilan Zulkifli adalah selalu berkacamata, terutama kacamata gelap. Baik pada acara resmi, setengah resmi ataupun acara santai. Bukan lantaran dia bermata minus atau plus, apalagi juling, melainkan hanya karena sudah terbiasa sebagai fashion.
Bang Zul, sejak muda sudah senang mengenakan kacamata. Makanya, di mana dan ke mana pun dia selalu memakai dan membawa beberapa kacamata. Lihat saja di mobil dinasnya–saat masih menjabat bupati, belasan kacamata selalu dibawa. Dia mengaku punya koleksi lebih 60 kacamata dalam beragam merek yang dibeli dari toko dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan, ada kacamatanya bingkai emas yang dipesan khusus.
Lantaran dia berkacamata gelap, sempat beredar rumor bahwa Bang Zul itu bermata juling. Sampai suatu ketika saat Bang Zul menghadiri suatu acara, seorang ibu memaksanya melepas kacamata. “Eh, ternyata mata Bang Zul biasa saja,” ujar si ibu.
Dari balik kacamata hitamnya, rupanya ia bisa lebih saksama mengamati lingkungannya. Ia mendengar aspirasi dengan hatinya. Ia berbahasa sesuai dengan kasta lawan bicaranya. Ia memberi apa saja yang diminta dan dibutuhkan rakyatnya.
Itulah mengapa ia selalu menjadi magnet sehingga rakyat berkerubut ingin bersalaman saat berkunjung ke suatu daerah. Dan itulah, mengapa ia terpilih kembali menjadi bupati Lampung Selatan untuk periode kedua pada 2005.
Kini, ia sedang menapaki ladang pengabdian lain pada level yang lebih tinggi. Ia mencalonkan diri menjadi gubernur Lampung untuk periode 2009–2014. Dan sebagai konsekuensi langkahnya, ia harus mundur dari jabatan bupati. n
BIODATA
Nama: H. Zulkifli Anwar
Tempat, tanggal lahir: Tanjungkarang, 19 Juni 1955
Istri: Dra. Hj. Juniar Adhar
Anak: 1. Melinda Zuraida, S.E.
2. Dendy Ramadhona
Pendidikan:
– SD (1968)
– SMP (1971)
– SMA (1974)
– Fakultas Hukum Unila (Tk. II) 1977
Organisasi:
– Ketua Kadin Lampung (1996–2000)
– Ketua Umum Gapensi (1998–2002)
– Ketua PD VII FKPPI Prop. Lampung (2003-2007)
– Ketua Umum Perguruan Paku Banten Lampung
– Ketua BPC Gapensi Kodya Bandar Lampung
– Ketua Kompartemen Bidang Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan BPD Hipmi (1986–1998)
– Wakil Ketua Hipmi (1992–1995)
– Anggota Dewan Pembina BPD Hipmi (1995–sekarang)
– Sekretaris Dewan Pembina Himpunan Pengusaha SOKSI Lampung
– Wakil Bendahara Pertina Lampung (1995–1999)
– Ketua Bidang Ekonomi Pembangunan dan Kesra DHD Angkatan 45
– Wakil Ketua Presidium DPW Pemuda Pancasila Lampung
– Anggota PDK KOSGORO Lampung
– Ketua Dewan Penasihat BPD AMPI Lampung (1994–1998)
– Ketua Biro Koperasi dan Wiraswasta DPD Golkar Lampung (1993–1998)
– Ketua Dewan Penasihat Generasi Muda FKPPI Lampung
– Dewan Paripurna PPM Lampung
– Wakil Ketua Lembaga Pembina Pengusaha Kecil Menengah dan Koperasi (LP2KMK) Golkar Lampung (1995–2000)
– Wakil Ketua DPD Golkar Lampung Korwil Lampung Selatan (1998–2003)
– Wakil Ketua Dewan Penasehat DPD Partai Golkar Lampung (2005–2010)
– Ketua PD Angkatan Muda Partai Golkar Lampung (2005–2010)
Pekerjaan:
– Wakil Direktur CV Surya Jaya (1997–1999)
– Dirut PT Sarana Jaya Utama (1998–2000)
– Komisaris Utama PT Laba Jaya Sentosa (1991–2000)
– Komisaris PT Ryianiaga Dirgawira (1992–2000)
– Bupati Lampung Selatan (2000–2005)
– Bupati Lampung Selatan (2005–2010)
Penyelesaian Kasus Kerusuhan di wilayah Lampung Selatan:
– Kejadian di Rawa Selapan ((Polisi dan Masyarakat) Tanggal 5 Mei 2000
– Kejadian di Palas (Perang antarwarga) Tanggal 19 Januari 1999
– Perang Antarwarga Palas dan Bali Tanggal 18 Mei 1999
– Marinir dan Masyarakat di Desa Gebang Tanggal 18 Agustus 2004
– Marinir dan Batalion 143 Candimas Tahun 2005 kejadian di Kelurahan Panjang, Bandar Lampung
– Keributan Masyarakat dan LDII di Natar Pukul 07.30, tanggal 8 September 2004, lokasi di Dusun Bandar Rejo, Desa Merak Batin, Kecamatan Natar
– Kerusuhan di Desa Negara Saka Pukul 10.00, 2 April 2006, di Desa Sidodadi
– Marinir dan Pemuda di Desa Mutun Tanggal 27 April 2005
– Kerusuhan Antarpemuda di Gedongtataan Tanggal 15 November 2004
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 304-306.
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky