
MERASAKAN detak jantung politik Lampung dalam kurun sepuluh tahun terakhir, degup terkeras terasa saat disebut nama Alzier Dianis Thabranie. Betapa tidak, episode-episode terheboh pada drama politik di provinsi ini selalu dia yang menjadi bintang.
Tercatat dalam sejarah, putra mantan Wali Kota Bandar Lampung Thabrani Daud ini selalu menjulang dalam setiap kiprahnya. Memilih jalan hidup di dunia partikelir pada awal profesinya, ia cemerlang di dunia bisnis. Selain mengelola perusahaan jasa konstruksi yang rutin bermitra dengan pemerintah, ia mampu merebut simpati kolega dan rekan bisnisnya dalam organisasi profesi.
Mendulang sukses di bidang bisnis, ia tertantang ke dunia politik seiring era demokrasi yang mulai kembali ke relnya. Tidak harus berkeringat, ia dipercaya menjadi bendahara Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Provinsi Lampung.
Obesesi politiknya terus menggelegak. Menjelang Pemilihan Bupati Lampung Selatan tahun 2000, Alzier mempunyai feeling bahwa dia belum dipercaya partainya untuk mencalonkan diri dari Golkar. Sementara itu, ia sudah bersiap berebut pengaruh di Kabupaten Pintu Gerbang Pulau Sumatera itu.
Dengan perjuangan keras, Alzier melintas batas dengan melompat ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Tanpa menunggu lama, bermodal visi-misi dan kesanggupan komitmen membesarkan partai besutan Megawati itu, ia meraih kursi sebagai ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) PDI-P Lampung Selatan. Dari modal itu, ia berhasil manggung pada perhelatan Pemilihan Bupati Lampung Selatan periode 2000–2005 edngan perahu PDI-P. Dalam dua putaran, ia kalah suara dengan Zulkifli Anwar.
Kekalahan Alzier di Lampung Selatan menyisakan keprihatinan politik baginya karena ada “sesuatu” yang menjadi ganjalan. Namun, Alzier dengan legowo mengakui keunggulan Zulkifli Anwar. Ia berpikir era demokratisasi dengan segala konsekuensinya telah benar-benar berjalan dalam politik di Lampung.
Catatan sejarah Alzier dengan politiknya terus berada di atas suhu normal. Tidak heran jika segala urusan yang ditanganinya mendapat respons luar biasa berbagai kalangan. Alzier mengoordinasi Panitia Pembentukan Kabupaten Pesawaran, yang kemudian lahir pada 2007.
Urusannya juga tidak kurang. Ia mencalonkan diri merebut ketua Pusat KUD (Puskud) Saburai Lampung, menggantikan Djajuli Isa. Sukses. Lalu ia mereformasi tubuh Puskud.
Belum jenak pikiran tentang sepak terjangnya di lembaga kumpulan koperasi se-Lampung itu, Alzier sudah mengibarkan bendera baru: Dia berniat ikut perebutan kursi ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Lampung menggantikan Muchtar Sanie F. Badrie. Gol! Jurus di Puskud kembali diulang.
Pengalaman politik dijadikan tonggak untuk melangkah lebih jauh. Pada perhelatan Pemilihan Gubernur Lampung tahun 2002, ia dengan sangat berkeringat bersaing untuk tampil sebagai salah satu calon. Setelah nyaris tidak mendapat fraksi yang akan mengusung pencalonannya, akhirnya Alzier muncul dari fraksi yang paling besar (28 kursi) di DPRD Lampung: PDI-P. Ia didukung delapan Dewan Perwakilan Cabang (DPC) PDI-P se-Lampung. Ia juga mampu meyakinkan Ketua PDI-P Ansyori Yunus untuk mendampinginya sebagai wakil. Padahal, Alzier-Ansyori pernah berseberangan.
Nama lelaki yang sudah malang-melintang di dunia bisnis ini begitu kencang disebut sejak publik tahu keinginannya menjadi kepala daerah provinsi. Namun, seiring dengan laju pencalonannya, ganjalan demi ganjalan, baik di Lampung maupun di pusat, terjadi nyaris tiap hari.
Drama Pemilihan Gubernur 30 Desember 2002 yang diikuti enam pasang, Masing-masing Oemarsono-Syamsurya Ryacudu, Alzier Dianis Thabranie-Ansyori Yunus, Sjachroedin Z.P.-Malhani Manan, Herwan Achmad-Mawardi, Namoeri Anom-Azib Zanim, dan Jazuli Isa-Mat Al Amin Kraying.
Berlangsung dalam tiga putaran, ketegangan yang amat tinggi terasa di Gedung DPRD Lampung. Di partai final, tampil Oemarsono-Syamsurya dan Alzier-Ansyori Yunus yang kemudian dimenangi Alzier dengan angka 39-33. Sementara itu, satu suara abstain.
Kemenangan Alzier mencatat sejarah “perlawanan” dalam politik partai. Sebab, Alzier yang dicalonkan Fraksi PDI-P sesungguhnya tidak mendapat restu Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P. DPP merestui pasangan Oemarsono sebagai calon dari PDI-P.
Kenekatan fraksi dan juga Alzier tampaknya memang harus dibayar mahal. Bukan hanya bagi Alzier, melainkan bagi tatanan politik Indonesia. Meskipun menang, Alzier tidak dilantik presiden. Berbagai alasan ditudingkan kepadanya. Proses hukum terhadap berbagai tuduhan juga dilakukan. Bahkan, ia sempat “dievakuasi” dengan helikopter ke Jakarta. Dan dunia politik Lampung menjadi catatan sejarah nusantara.
Proses hukum dengan menggugat keputusan pemerinta pusat juga telah dilakukan. Namun, kafilah tetap berlalu. Lampung menyelenggarakan pemilihan ulang gubernur tanpa Alzier sebagai salah satu calon yang kemudian mendudukkan Sjachroedin Z.P. sebagai gubernur.
Roda politik terus berputar. Alzier dengan segala fenomena dan kontroversinya terus beredar dalam pusaran, tetapi tidak selalu di orbit. Alhasil, ia kemudian memandang perlu “pulang kandang” ke partai yang sejak awal diikutinya; Partai Golkar.
Menjelang Pemilu Legislatif tahun 2004, Alzier yang didukung seluruh DPD II partai Golkar merapat kembali ke partai berlambang pohon beringin. Di Partai Golkar, ia langsung dipercaya sebagai wakil ketua Bidang Polkam DPD I. Dan, pada 11 November 2004, melalui musyawarah Daerah DPD I Partai Golkar, Alzier terpilih secara aklamasi menjadi ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Lampung menggantikan Jazuli Isa.
Kini, Alzier sedang berjuang meraih kembali kursi gubernur Lampung yang sempat didapatkan, tetapi belum sempat diduduki melalui Pemilihan Gubernur pada 3 September 2008. Ia diusung Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan berpasangan dengan Bambang Sudibyo.
Setidaknya dua nama yang menjadi rivalnya pada Pemilihan Gubernur lewat anggota DPRD Lampung 2002 tampil lagi. Satu rival bebuyutannya adalah Sjachroedin Z.P. yang berpasangan dengan M.S. Joko Umar Said. Dan satu lagi adalah Oemarsono yang berpasangan dengan kader muda, Thomas Azis Riska. n
BIODATA
Nama: M. Alzier Dianis Thabranie
Lahir: Yogyakarta, 8 November 1957
Agama: Islam
Pekerjaan: Wiraswata
Istri: Imelda Liana Sari
Anak: Tujuh
Pendidikan:
– SDN 2 Tanjungkarang, 1970
– SMP Cikini Jakartta Pusat, 1972
– MTs Al Munawwir, 1975
– Univesitas Timbul Nusantara, Jakarta Barat, 2007
Organisasi:
– Ketua Kadin Lampung, 2007–2012
– Ketua DPD Partai Golkar Lampung, 2004–2009
– Ketua Umum Pusat Koperasi Unit Desa Saburai Lampung, 2001–sekarang
– Ketua Dewan Penasihat Depidar SOKSI Lampung, 2007–2012
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 317-320
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky