
KULIAH di empat jurusan berbeda (Psikologi, Elektro, Sastra Inggris, dan Farmasi) di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan IKIP Yogya membuktikan kecemerlangan otak Purdi E. Chandra. Tapi ia merasa tidak “dapat” apa-apa. Bagi kelahiran Punggur, Lampung, 9 September 1959 itu, masyarakatlah sesungguhnya universitas yang paling jujur.
Purdi E. Chandra sekarang dikenal luas sebagai pengusaha lembaga pendidikan. Dia menangguk sukses besar di mana-mana. Lembaga Bimbingan Belajar Primagama yang didirikannya bahkan masuk Museum untuk Rekor Dunia-Indonesia (MURI). Primagama memiliki hampir 400 cabang di 96 kota besar di Indonesia. Siswanya: 100 ribu tiap tahun. Alhasil, Primagama bertiwikrama menjadi holding company yang membawahkan lebih dari 20 anak perusahaan: Lembaga pendidikan formal, pendidikan nonformal, telekomunikasi, biro perjalanan, rumah makan, supermarket, asuransi, mebel, lapangan golf, dan lain-lain.
Meskipun lewat proses jatuh bangun, Purdi gigih menjalankan roda bisnis yang dirintis di rumah kontrakan Jalan Kapten Tandean Yogyakarta itu. Awalnya, Primagama hanya melayani dua peserta bimbingan. Dewi Fortuna terus tersenyum ramah kepadanya. Primagama membesar dan beranak-pinak. Menciptakan banyak pengusaha baru di Indonesia menjadi obsesi besar yang dirintisnya. Targetnya, menciptakan 10 ribu pengusaha sebelum dia menginjak usia 50 tahun. Demi memenuhi obsesinya itu, soal keberanian mengambil risiko selalu ditanamkan, terutama kepada anak buahnya.
Melalui berbagai seminar dan di lembaga pendidikan nonformal Entrepreneur University yang didirikannya, Purdi senantiasa memberi motivasi. Tujuannya, agar setiap orang mau dan berani menjadi pengusaha. Purdi yakin Indonesia jauh lebih maju dengan “pengusaha per kapita” yang tinggi.
Secara tidak resmi, Purdi sudah mulai berwiraswasta sejak di SMP, saat beternak ayam dan bebek dan menjual telurnya di pasar. Bisnis resminya dimulai 10 Maret 1982 ketika bersama teman-teman mendirikan Lembaga Bimbingan Tes Primagama (kemudian menjadi bimbingan belajar). Saat itu, Purdi masih tercatat mahasiswa di empat fakultas dari dua perguruan tinggi negeri di Yogyakarta.
Mengenai bisnisnya, Purdi mengaku banyak belajar dari ibunya. Sementara untuk masalah kepemimpinan dan organisasi, sang ayahlah yang banyak memberi arahan. Bekal dari kedua orang tua Purdi makin lengkap dengan hadirnya dukungan penuh sang istri, Triningsih Kusuma Astuti, dan putranya, Fesha dan Zidan. Pada awal-awal berdirinya Primagama, Purdi selalu ditemani sang istri berkeliling kota di seluruh Indonesia membuka cabang-cabang Primagama. Dan atas bantuan istrinya pula usaha tersebut mengepakkan sayapnya lebar-lebar.
Awalnya, Purdi sering dianggap pemimpi. Namun, justru dari mimpi dia mengembangkan “penglihatan pemikiran” yang selama ini terpendam. Purdi melihat kisah-kisah keberhasilan para tokoh pengubah dunia bermula dari mimpi: Galileo, Thomas Alva Edison, Einstein. Bangunan bersejarah seperti candi dan piramid juga dimulai dari impian. “Bahkan, buku ini hingga akhirnya sampai ke tangan pembaca, juga diawali dari impian. Hampir semua mimpi bisa diwujudkan dengan sedikit kecerdikan, sedikit keberanian, serta dukungan emosional,” kata dia.
Dia pun mengilustrasikan, pertengahan 1970-an Bill Gates bermimpi komputer tersedia di setiap rumah pada suatu masa nanti; Akio Morita bermimpi bisa mendengarkan musik favoritnya sambil main tenis, tanpa harus mengganggu tetangga kiri-kanan; atau Sosrodjoyo yang bermimpi nantinya orang-orang akan memilih teh botol bikinan pabrik daripada repot-repot menyeduhnya di rumah.
Singkatnya, penglihatan pikiran membuka pintu untuk mewujudkan impian kita. Namun, begitu pintu tersebut terbuka, harus ada tindakan nyata berupa disiplin, kebulatan tekad, kesabaran, dan ketekunan. Penglihatan pikiran merupakan kekuatan untuk melihat bukan apa yang ada secara fisik, melainkan apa yang bisa ada setelah inteligensia manusia diterapkan. Penglihatan pikiran adalah kekuatan untuk bermimpi.
Dr. David Schwartch, dalam The Magic of Thinking Success, yakin bahwa perasaan kita yang paling tak ternilai harganya adalah penglihatan pikiran. Penglihatan tersebut membentuk gambaran masa depan yang kita harapkan, rumah yang kita idamkan, hubungan keluarga yang kita dambakan, liburan yang akan kita ambil atau penghasilan yang akan kita nikmati kelak.
Pilihan menjadi wiraswastawan merupakan jawaban paling tepat dalam zaman penuh ketidakpastian ini. Masalahnya, banyak yang takut sekadar membayangkannya sekalipun. padahal, wiraswastawan sejati tidak perlu IP tinggi, ijazah, apalagi modal uang. “Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Pakai ilmu street smart saja,” kata Direktur Utama Yayasan Primagama ini.
Purdi meyakini kemampuan otak kanan yang kreatif dan inovatif saja sudah memadai. Banyak orang ragu berbisnis cuma gara-gara terlalu pintar. Sebaliknya, orang yang oleh guru-guru formal dianggap bodoh karena nilainya jelek, justru melejit jadi wirausahawan sukses. Masalahnya jika orang terlalu tahu risikonya, terlalu banyak berhitung, dia malah tidak akan berani buka usaha.
Purdi memang jadi model wirausaha jalanan, plus modal nekat. la tinggalkan empat tempat kuliahnya di Yogyakarta. Lalu dengan modal Rp300 ribu ia dirikan lembaga bimbingan tes Primagama 10 Maret 1982 di Yogyakarta. Sebuah peluang bisnis potensial yang kala itu tidak banyak dilirik orang.
la sukses membuat Primagama beromset hampir Rp100-an miliar per tahun, dengan 200 outlet di lebih dari 106 kota. la dirikan IMKI, Restoran Sari Raja, Promarket, AMIKOM, Entrepreneur University, dan Sekolah Tinggi Psikologi di Yogyakarta.
Grup Primagama pun merambah bidang radio, penerbitan, jasa wisata, retail, dll. Semua diawalkan dari keberanian mengambil risiko. Kini Purdi lebih banyak lagi “berdakwah” tentang entrepreneurship. Bagi Purdi, wiraswastawan sukses pastilah bisa menciptakan banyak lapangan kerja. Namun, itu saja tidak cukup berarti bagi bangsa ini. “Saya memimpikan bisa melahirkan banyak lagi pengusaha. Dengan demikian, makin banyak pula lapangan kerja diciptakan. Itulah Mega Entrepreneur,” kata Purdi.
Purdi mengkiritik pendidikan kita. Kebanyakan orang lulus sarjana baru mencari kerja. Jadi pengusaha itu mungkin malah orang-orang yang kepepet, yang tidak diterima di mana-mana, lalu baru sadar dan bikin usaha sendiri. Mestinya, kesadaran seperti ini bisa untuk orang-orang yang tidak kepepet. Alasannya, kalau mau usaha harus ada modal, punya keterampilan. Padahal tidak harus begitu. Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Ibaratnya kalau kita punya ijazah pun, tidak usah dipikirkan.
Purdi melihat pendidikan kita didominasi otak kiri. Padahal kalau kita garap yang kanan, porsinya banyak. Otomatis otak kiri naik. Tapi kalau kita perbanyak kiri, kanan tidak ikut naik. Kanan itu praktek. Inilah street smart. Cerdas di jalanan. Orang akademik yang sekolahnya pintar pasti tidak berani menentang teori.
Primagama justru mengembangkan yang tidak ada di teori. Kalaupun ada di teori pasti mereka salah-salahkan. Primagama malah menganjurkan suami-istri bekerja satu kantor; masing-masing saling mengontrol. Maka, menantang teori itu yang utama. Saya malah bisa menaikkan omzet Primagama sampai 60% dengan pola ini saja.
Contohnya lagi, iklan Primagama pakai aktor Rano Karno. Menurut orang kampus, dan pernah dibahas di sana, itu tidak tepat. Menurut teori tidak benar. Tapi nyatanya, bagus hasilnya. Primagama pernah pakai Sarlito Wirawan (pakar psikologi dan pendidikan), malah kurang hasilnya, walau dia doktor.
Apa artinya street smart? Cerdas di jalanan. Ada academic smart atau school smart. Tapi, street smart itu cerdas dengan praktek. Kalau kita punya pengetahuan dengan benar, pengetahuan itu kan akademik. Kita tidak strong, gugur! Kita tidak akan bisa. Kita tidak akan bisa benar. Waktu SD itu ada bacaan begini; “Ibu pergi ke pasar membeli sayur. Kenapa tidak menjual sayur saja? Jika saya bertransaksi, ada nilai tambah. Dalam transaksi, duit paling banyak buat pengusahanya.”
Sejak taman kanak-kanak kita sudah dipaksa main otak kiri. Mungkin itu karena dari menterinya sampai orang-orang tuanya itu otak kiri semua. Sekolah selalu mengidealkan figur yang bagus itu yang profesor, yang doktor. Padahal kalau kita pilah, yang pintar sekolah memang jadi dosen, jadi dokter. Yang sedang-sedang saja jadi manajer. Tapi yang bodo-bodo sekolahnya malah jadi pengusaha. Ini hasil penelitian di Universitas Harvard Amerika.
Karyawan Primagama bahkan diusahakan jadi pengusaha. Para manajer di sana, misalnya, semua punya usaha di luar. Purdi ditentang ahli pemasaran Rhenald Kasali. “Saya tak peduli. Saya praktekkan, ternyata bisa. Manajer saya punya perusahaan mebel,” kata dia. “Di sini dia pekerja, di luar dia business owner karena usahanya dikelola orang lain. Ada manajer saya buka bengkel sepeda motor. Sopir saya punya mobil sewa. Sopir saya yang lain bisnis jual beli handphone.”
Di atas itu semua, Purdi memang mengembangkan sisi spiritual melalui zikir atau meditasi. “Bisnis itu mesti juga melibatkan Yang Di Atas. Saya pun mengembangkan kecerdasan spiritual. Dengan zikir, saya melibatkan Tuhan. Kuncinya justru membuat tujuan itu terjadi,” kata dia. Misalnya kita diramal tidak hoki. Dengan zikir malah bisa jadi hoki. Yang tidak baik jadi baik. Arah negatif bisa jadi positif. Maka, menantang teori itu yang utama! Makanya, yang membuat orang takut itu bukan sisi gelap, melainkan justru sisi terang. n
BIODATA
Nama: Purdi E. Chandra
Lahir: Punggur, Lampung, 9 September 1959
Istri: Triningsih Kusuma Astuti
Anak: – Fesha
– Zidan
Pendidikan: Kuliah di empat jurusan berbeda (Psikologi, Elektro, Sastra Inggris, dan Farmasi) di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan IKIP Yogya.
Karier
Pendiri IMKI, Restoran Sari Raja, Promarket, AMIKOM, Entrepreneur University, dan Sekolah Tinggi Psikologi di Yogyakarta
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 346-350.
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
- Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
- Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky