
Salah  satu dari sekian pejuang tauhid di dunia Islam adalah Sultan  Mahmud   bin Sabaktekin Al Ghaznawi yang lahir di Ghaznah, kota di  sebelah   selatan Kabul. Beliau   termasuk penakluk hebat yang pasukan berkudanya  berhasil mencapai   India, dan menegakkan panji-panji Islam di sana.  Konon luas wilayah yang   berhasil ditundukkannya setara dengan jumlah  seluruh penaklukkan yang   terjadi di masa Amirul Mukminin Umar bin  Khatthab.
Sederetan   gelar disematkan kepadanya oleh Khalifah Abbasiyah kala itu:  “Yaminud   Daulah… Aminul Millah… Naashirul Haq… Nidhamuddien… dan  Kahfud  Daulah”.  Sungguh, belum pernah sepanjang sejarah ada panglima  yang  menyandang  gelar kehormatan demikian banyak, akan tetapi itulah  tokoh  kita kali  ini, Sultan Mahmud bin Sabaktekin Al Ghaznawy, yang  kemudian  mendapat  tiga gelar tambahan setelahnya, “Muhatthimus Shanam  al  Akbar”  (Penghancur berhala terbesar), “Qaahirul Hind” (Penakluk  India)  dan “As  Sulthan Al Mujahid Al Adhiem” (Sultan Mujahid Agung).  Semua  itu adalah  gelar yang dianugerahkan oleh Khalifah Al Qaadir  billaah  kepada beliau…  lantas siapakah sesungguhnya beliau dan  bagaimanakah  sepak terjangnya? 
bahwa  penaklukkan wilayah India   diawali oleh sebuah ekspedisi yang dipimpin  oleh Muhammad ibnul Qasim   Ats Tsaqafi, yang terjadi di zaman Khalifah  Al Walid bin Abdil Malik.   Ekspedisi tersebut berhasil melaju hingga  wilayah utara India dan   menaklukkan kota Daibal, bahkan akhirnya  mendirikan sebuah mesjid di   sana. Ibnul Qasim menempatkan 4000 orang  pasukan di sana untuk menjaga   wilayah tersebut, dan semenjak itu,  jadilah Daibal kota Arab pertama di   India.
 Setelah   penaklukan pertama ini, penaklukan demi penaklukan pun terjadi  silih   berganti di India, akan tetapi kekuatannya belum sebanding  dengan   penaklukan yang pertama tadi. Akibatnya, eksistensi kaum  muslimin di   India melemah, dan selama Dinasti Abbasiyah, mereka hanya  berhasil   mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya dengan sedikit  tambahan   dengan menggabungkan beberapa daerah sekitarnya. Demikian  seterusnya,   mereka hanya menguasai daerah antara Kabul, Kashmir dan  Maltan, hingga   Allah menurunkan pertolongan-Nya lewat tokoh kita kali  ini, yang  menjadi  batu loncatan pertama bagi para penakluk setelahnya.
 Ayah   beliau adalah Nashiruddien Sabaktekin, pendiri Daulah Al  Ghaznawiyah.   Ia menjabat sebagai Penguasa Ghaznah –salah satu kota di  Afghanistan   sekarang- pada tahun 366H/976M. Ia memiliki tekad baja,  kemampuan yang   langka, dan cita-cita agung; karenanya ia berhasil  memperluas   kekuasaannya hingga negeri-negeri tetangga.
 Beliau   mulai melakukan penyerangan terhadap perbatasan India dan  menguasai   sejumlah benteng di sana, beliau berhasil mendirikan sebuah  daulah  besar  di barat daya Asia. Beliau kemudian wafat pada tahun  387H/997M.  Selama  memerintah, beliau senantiasa berlaku adil, pemurah,  menepati  janji dan  banyak berjihad.
Setelah   mangkatnya sang ayah, baiat diberikan kepada putera sulungnya  yang   bernama Isma’il. Sayangnya Isma’il tidak bijak dalam mengatur    pemerintahan dan bermaksud mencegah Mahmud dari mendapatkan warisan    ayahnya. Ketika Ismail menjadi penguasa Ghaznah, ia dipecundangi oleh    pasukannya dan mereka berhasil menekannya untuk memberikan sejumlah    besar harta hingga habislah harta ayahnya. Maka bangkitlah Amir Mahmud    untuk menggulingkan saudaranya, dan setelah berhasil merebut Ghaznah,  ia   mengangkat dirinya sebagai Sultan Daulah Ghaznawiyah.
Khalifah   Abbasiyah menyetujui pengangkatan Mahmud sebagai Sultan di  wilayah   tersebut, yang mencakup Khurasan, Sindus, India dan  Thabaristan.   Semenjak Mahmud menjadi Sultan, beliau menonjolkan sunnah  dan menumpas   kaum Syi’ah Rafidhah dan Mu’tazilah, kemudian memerintah  rakyatnya   laksana Umar bin Khatthab t.    Beliau konon sangat memuliakan para ulama dan menjadikan mereka    orang-orang terdekatnya serta senantiasa meminta pendapat mereka.
 Syaikhul   Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Berhubung kerajaan Mahmud  bin   Sabaktekin termasuk kerajaan terbaik yang pernah muncul dari   orang-orang  sebelumnya, maka Islam dan Sunnah pun menjadi agung dalam   kerajaannya.  Ia memerangi orang-orang musyrik India dan menerapkan   berbagai keadilan  yang belum pernah dilakukan oleh penguasa sebelumnya.   Akibatnya, Sunnah  Rasulullah semakin nyata di masanya dan   bid’ah-bid’ah pun sirna” (Majmu’  fatawa Ibnu Taimiyyah 4/22).
Selama   berkuasa, Sultan Mahmud memerintahkan untuk mendoakan Khalifah  Al  Qadir  billah di Baghdad dalam setiap khutbah Jum’at, maka Khalifah   mengirim  jubah yang sangat mewah kepadanya, yang belum pernah dikirim   oleh  seorang khalifah pun kepada bawahannya. Kemudian menyematkan   padanya  sejumlah gelar: “Yamienud Daulah, Aminul Millah, Naashirul Haq,    Nidhamuddien dan Kahfud Daulah”.
Namun   demikian, Sultan Mahmud tidak pernah diam, akan tetapi beliau  segera   menghancurkan Daulah Buwaihiyyah, yang merupakan daulah syi’ah  yang   jahat. Daulah Buwaihiyyah ini semakin berbahaya dengan berdirinya   daulah  lain di Mesir yang sefaham dengannya, yaitu Daulah ‘Ubeidiyyah.    Akibatnya, Daulah Abbasiyah berada dalam jepitan kakaktua dua musuhnya    tersebut. Sultan Mahmud berhasil menghancurkan daulah jahat tadi, dan    membersihkan wilayah tersebut dari kebusukan mereka, lalu memasukkan    wilayah tersebut dalam kekuasaannya. Beliau juga berhasil menaklukkan    Daulah Samaniyah yang telah demikian lemah.
 Ibnu   Katsir menceritakan: “Pada tahun 408H, Khalifah Al Qadir billah    menyuruh para fuqaha’ Mu’tazilah –salah satu firqah/golongan sesat kala    itu- supaya bertaubat, maka mereka pun menyatakan ruju’/kembali pada    kebenaran dan berlepas diri dari faham/aliran Mu’tazilah, Rafidhah dan    faham-faham sesat lainnya. Khalifat mengambil janji dari mereka, bahwa    kalau mereka sampai mengingkari janji tersebut, maka kepadanya  dijatuhi   hukuman berat yang supaya mereka jera. Maka Mahmud pun segera   menerapkan  perintah Khalifah dan mulai membersihkan seluruh wilayah   kekuasaannya  dari kaum Mu’tazilah, Syi’ah, Isma’iliyyah, Qaramithah   (keduanya  merupakan syi’ah pengikut kebatinan yang sangat berbahaya),   demikian  pula kaum Jahmiyyah (yang mengingkari asma’ul husna dan   sifat-sifat  Allah) dan firqah-firqah sesat lainnya.
 Mahmud   bahkan menyalib dedengkot-dedengkot mereka, memenjarakannya,    mengusirnya dan memerintahkan agar mereka dilaknat di mimbar-mimbar. Ia    berhasil menghalau seluruh kelompok ahli bid’ah dari daerah mereka,  dan   hal itu menjadi jasa besarnya yang dilestarikan oleh Islam”.
Sultan   Mahmud memecat khatib-khatib Syi’ah dan menggantinya dengan  yang  Sunni.  Beliau adalah seorang yang berpendirian tegas dan disegani,   hingga tak  seorangpun berani menampakkan kemaksiatan seperti minum   khamer dan main  musik di negaranya. Demikian pula dengan   pemikiran-pemikiran mu’tazilah  dan syiah, tak pernah lagi muncul ke   permukaan.
Beliau   terkenal sebagai orang yang demikian mengagungkan para ulama  dan   memuliakan mereka, hingga para ulama berdatangan dari berbagai  wilayah   untuk menghadap beliau. Selain menjadi sultan yang adil dan  penyantun,   beliau juga seorang penakluk hebat yang sangat gemar  berjihad.  Berbagai  ekspedisi militer yang dilakukannya demikian  terkenal dalam  sejarah, dan  di samping itu semua, beliau sangat berjasa  dalam  perkembangan ilmu  sastera dan kebudayaan Islam lainnya.
              Perlu  kita ketahui, bahwa Mahmud telah memimpin 16 operasi militer di   utara  India. Ia berhasil menumpas raja-raja mereka satu persatu. Di   antaranya  ialah operasi militernya melawan Raja India Jai Pal pada   tahun  392H/1001M. Jai Pal saat itu merupakan Raja India terbesar secara    mutlak, dan penghalang utama tersebarnya dakwah Islam. Kemudian pada    tahun 398H/1007M, Mahmud memimpin perang melawan Raja Anand Pal, dan    memerangi Raja Nakar Kut pada tahun 400H/1009M, dan memaksanya untuk    membayar upeti (jizyah).
              Pada  tahun 410H/1019M, beliau berperang melawan Raja Rajananda, dan   seiring  dengan kemenangannya dalam peperangan ini, dakwah Islam semakin   merambah  ke pelosok India, terutama wilayah Kanjar. Beliau juga   berhasil  menaklukkan Raja Gujarat yang bernama Baida pada tahun   409H/1018M.
              Serangkaian  penaklukan yang gilang-gemilang tadi tentunya tak  terlepas  dari dua  faktor utama; pertama tentunya pertolongan Allah,  dan kedua:  jasa besar  pasukan berkuda yang dibentuk oleh Sultan  Mahmud, yang  jumlah  personelnya –menurut riwayat sebagian sejarawan  Arab dan  Orientalis-  mencapai 100 ribu orang. Masing-masing menunggang  kuda dan  bersenjata  lengkap. Demikian pula pasukan bergajah yang  menjadi ujung  tombak dalam  berbagai peperangan kaum muslimin di India.  Karenanya,  Sultan Mahmud  sangat memperhatikan senjata yang satu ini,  hingga  terkadang beliau rela  berdamai dengan beberapa penguasa India  dengan  imbalan sejumlah Gajah.
            Ingatlah ikhwati fillah,    keberhasilan suatu peperangan tidak terlepas dari kedua faktor di   atas;  keimanan kuat yang mengundang turunnya pertolongan Allah, dan   didukung  dengan persenjataan yang memadai. Oleh karenanya, seorang   pemimpin  mutlak harus memperhatikan kedua hal di atas. Ia harus   memberantas  setiap bentuk kemaksiatan, mulai dari syirik hingga   maksiat-maksiat  lainnya yang dapat menggerogoti keimanan rakyat.   Demikian pula dengan  kekuatan militer pasukannya, jangan sampai ia   tertinggal jauh dalam  persenjataan yang dimiliki musuh-musuhnya,   sebagaimana yang dialami kaum  muslimin akhir-akhir ini. Inilah dua   kunci utama keberhasilan Sultan  Mahmud dalam setiap operasi militernya.
              Demikianlah  Sultan Mahmud pindah dari satu peperangan ke peperangan   berikutnya  dengan membawa kemenangan besar. Hingga suatu ketika beliau   menghadapi  sebuah perang besar, bahkan yang terbesar sepanjang sejarah   kaum  muslimin. Peperangan tersebut terkenal dengan nama Somanat…   bagaimanakah  kisahnya? Begini ceritanya… konon tiap kali Sultan Mahmud   berhasil  menundukkan suatu daerah di India dan menghancurkan   berhalanya,  orang-orang musyrik India mengatakan: “Nampaknya   berhala-berhala dan  negeri ini telah dimurkai oleh Tuhan Somanat, sebab   kalaulah ia ridha  kepada berhala dan negeri ini, niscaya pastilah ia   membinasakan  orang-orang yang mengganggu berhala tadi”. Tentu Sultan   Mahmud  mengacuhkan saja isu tersebut dan tidak menggubrisnya. Akan   tetapi isu  tersebut semakin santer, seakan-akan menjadi suatu keyakinan   bagi  orang-orang India tadi. Tak ayal Sultan pun bertanya-tanya   tentang  Somanat ini, maka dikatakan kepadanya bahwa Somanat adalah   tuhan dan  berhala terbesar yang disembah orang-orang India. Mereka   meyakini bahwa  arwah-arwah yang telah berpisah dari jasadnya terkumpul   padanya, lalu ia  kembalikan ke bentuk lain sekehendaknya, sesuai  dengan  faham  reinkarnasi yang mereka yakini. Mereka juga menganggap  bahwa  ombak dan  pulau-pulau yang ada di sekitar Somanat adalah bentuk  dari  peribadatan  laut kepadanya.
              Berhala  Somanat terletak sejauh 600 mil dari muara Sungai Gangga,  yang  terletak  di wilayah Gujarat di barat India. Berhala ini  dipelihara  oleh 1000  orang biksu yang memimpin upacara ritual,  ditambah 300 pria  yang  bertugas mencukur rambut dan jenggot para  peziarah, kemudian 300  pria  dan 500 wanita yang menyanyi dan berjoget  di gerbang masuknya.  Adapun  Somanat itu sendiri adalah berhala yang  dibangun di atas 56  tiang besi  yang berlapis timah, ia terbuat dari  batu tanpa bentuk yang  jelas, namun  berupa tiga bulatan dengan dua  lengan yang tingginya 5  hasta (3,5m).
              Orang-orang  musyrik India senantiasa menziarahinya, terutama pada   malam gerhana  bulan. Mereka mempersembahkan sesajian yang demikian   bernilai untuk si  berhala, dan memberi para juru kuncinya sejumlah   harta.
              Tentu  fenomena syirik akbar semacam ini tidak bisa dibiarkan… hati   seorang  mukmin akan tersayat menyaksikannya, apalagi seorang pejuang   tauhid  seperti Sultan Mahmud bin Sabaktekin. Maka segeralah beliau   kerahkan  pasukan besar untuk menghancurkan berhala tersebut, dan   berangkat pada  pertengahan bulan Dzul Qa’idah setelah mengarungi   serangkaian peperangan  sebelumnya. Dalam peperangan ini, beliau   berhasil membunuh 50 ribu  orang musyrik India, ini belum termasuk   jumlah mereka yang mencampakkan  dirinya ke laut. Simaklah kisah   selengkapnya yang dituturkan oleh Ibnu  Katsir saat mengisahkan tentang   peristiwa sejarah tahun 417H, beliau  mengatakan:
“Pada    tahun itu, sampailah sepucuk surat dari Mahmud bin Sabaktekin yang    mengabarkan bahwa dirinya telah masuk ke wilayah India dan berhasil    menghancurkan berhala terbesar mereka yang bernama Somanat. Padahal    orang-orang India senantiasa berduyun-duyun mengunjunginya seperti kaum    muslimin mengunjungi Ka’bah. Mereka menyumbangkan uang yang tak  terkira   besarnya bagi berhala tersebut… maka Sultan Mahmud  beristikharah  kepada  Allah saat mendengar tentang berhala dan  banyaknya pasukan India  yang  harus dihadapinya dalam rangka  menghancurkan berhala tersebut.  Beliau  sadar bahwa perjalanan yang  ditempuhnya demikian sulit dan penuh  bahaya,  maka Beliau menghimbau  pasukannya untuk berangkat hingga  terkumpullah  30 ribu orang pasukan  pilihan, ditambah lagi sejumlah  sukarelawan.  Sultan pun menyerahkan  nasib mereka kepada Allah hingga  mereka tiba di  medan perang.  Setibanya di lokasi, ternyata ia merupakan  kota yang  demikian besar,  namun dengan cepat beliau berhasil  menundukkan kota  tersebut dan  menewaskan 50 ribu orang musuh, dan  menumbangkan berhala  itu lalu  membakarnya.
              Disebutkan  bahwa orang-orang India berusaha menebus berhala mereka   dengan harta  yang tak terhingga agar Sultan Mahmud tidak jadi   menghancurkannya.  Hingga sebagian komandan beliau ada yang menganjurkan   agar Sultan  menerima hadiah tersebut dan membiarkan berhala itu. Akan   tetapi Sultan  menjawab: “Tunggu, aku akan istikharah kepada Allah   terlebih dahulu”.  Maka keesokan harinya beliau mengatakan kepada   mereka: “Aku telah  merenungkan masalah ini, maka kulihat bahwa di hari   kiamat kelak, aku  lebih suka mendengar seruan: “Di manakah Mahmud yang   berhasil  menghancurkan berhala?”, dari pada: “Di manakah Mahmud yang   meninggalkan  berhala demi mendapat dunia?”.
              Subhanallaah,  lihatlah profil pejuang tauhid sejati ini… baginya   kemenangan bukan  diukur dari besarnya ghanimah yang diperoleh, akan   tetapi tercapainya  tujuan luhur dari jihad itu sendiri, alias tegaknya   tauhid di muka bumi.  Ini mengingatkan kita terhadap sikap Rasulullah   saat ditawarkan  kepadanya empat hal, dengan syarat ia menghentikan   dakwah Islamnya.  Ditawarkan kepadanya untuk menjadi Raja, menjadi orang   terkaya, memiliki  isteri paling cantik, atau sembuh dari penyakit  jiwa  yang dideritanya  menurut mereka. Akan tetapi kesemuanya ditolak  oleh  beliau… sembari  berkata kepada Abu Thalib pamannya; “Demi Allah  wahai  pamanku, andai pun  mereka bisa meletakkan matahari di tangan  kiriku dan  bulan di tangan  kananku, agar aku meninggalkan dien ini,  niscaya aku  takkan  meninggalkannya hingga Allah memenangkan agama ini  atau aku  binasa  karenanya”.
              Inilah  sikap seorang panglima muslim sejati yang mesti jadi teladan…   semua  penaklukan yang berhasil dilakukannya hanyalah demi tegaknya   agama  Allah, bukan semata-mata memperluas kekuasaan. Karenanya, Allah    menjadikan namanya harum setelah itu.
              Setelah  membulatkan tekad, Sultan Mahmud pun menghancurkan berhala   tersebut dan  mendapatkan setumpuk mutiara, intan, emas dan perhiasan   lain yang  nilainya jauh berlipat ganda melebihi harta yang mereka   tawarkan. Dalam  berhala tersebut terdapat gudang berisi sejumlah arca   dari emas dan  perak yang berkalung permata, yang nilainya lebih dari 20   juta Dinar!!
              Subhanallaah,  sebagian komandan yang semula rela menerima sedikit  uang  yang akan  diberikan oleh kaum musyrikin tadi, setelah melihat  betapa  banyak harta  yang ada di balik berhala tadi, mereka bersyukur  memuji  Allah, dan  membenarkan Sabda Nabi e yang mengatakan:
من ترك شيئا لله، عوضه الله خيرا منه
Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik
              Sekedar  informasi, pasca penghancuran berhala tadi, orang-orang India   berupaya  membangunnya kembali di kemudian hari, akan tetapi hal   tersebut tidak  dibiarkan oleh Sultan Muhyiddien Aurangzeb. Beliau   lantas  menghancurkannya pada tahun 1706M. Kemudian pemerintah India   pada tahun  1947M membangung kembali lokasi tersebut dan masih eksis   sampai hari  ini!
              Demikianlah,  Sultan Mahmud senantiasa berjihad tanpa mengenal letih   dan lelah hingga  suatu ketika beliau terserang sakit perut di akhir   hayatnya. Sakitnya  makin parah hari demi hari, pun demikian beliau   tetap menguatkan dirinya  saat bertemu dengan orang-orang. Konon beliau   tak mampu untuk berbicara  kecuali dalam posisi duduk bersandar akibat   sakit yang makin parah,  hingga akhirnya beliau wafat di Ghaznah pada   hari Kamis, 23 Rabi’ul  Akhir 421H dan dimakamkan di sana. Dengan   demikian, beliau telah  memerintah selama 35 tahun.
              Selama  periode tersebut, luas wilayah yang berhasil beliau taklukkan   adalah  setara dengan yang terjadi di masa Umar bin Khatthab t.    Panji-panji Islam yang beliau kibarkan telah mencapai pelosok negeri    yang sebelumnya tidak pernah terjamah oleh kaum muslimin. Beliau    berhasil menegakkan syi’ar-syi’ar Islam di wilayah yang sebelumnya tak    pernah terdengar lantunan ayat  Al Qur’an dan suara adzan… maka semoga   Allah merahmati beliau.
              Kisahnya sungguh mengingatkan kita akan sosok seorang penakluk lain   dari kalangan sahabat yang mulia, yaitu Khalid bin Walid t.    Beliau yang mengejar maut di setiap tempat persembunyiannya, justeru    akhirnya mati di atas pembaringan… dan ini pula lah yang dialami oleh    Sultan Mahmud.
              Sultan  Mahmud telah wafat, akan tetapi nama beliau akan senantiasa   harum,  terutama di daerah asalnya. Di Afghanistan dan Pakistan biografi   beliau  masih menjadi buah bibir masyarakat, bahkan di Pakistan, nama   beliau  menjadi nama salah satu rudal balistik jarak pendek yang   dimiliki oleh  angkatan bersenjata negeri itu.
sumber 
Bagikan ke Teman & Pengikut:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
 - Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
 - Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
 - Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru) Reddit
 - Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru) Tumblr
 - Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
 - Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru) Pocket
 - Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
 - Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru) Utas
 - Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
 - Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru) Mastodon
 - Klik untuk berbagi di Nextdoor(Membuka di jendela yang baru) Nextdoor
 - Klik untuk berbagi di Bluesky(Membuka di jendela yang baru) Bluesky
 
SaveSavedRemoved 0
Previous